Menerapkan Undang-undang yang Tidak Menyelisihi Syariat
Pertanyaan:
Bolehkah menerapkan undang-undang yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian dan analogi (semata tanpa berpijak pada nash). Bagaimana pandangan islam terhadap hal itu?
Jawaban Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah:
Sang pembicara telah mengisyaratkan bahwa jika suatu undang-undang tidak menyelisihi syariat maka tidak mengapa (untuk diterapkan). Terkadang disebut undang-undang atau peraturan. Maka setiap undang-undang dan peraturan yang bermanfaat bagi kaum muslimin dan tidak menyelisihi syariat Allah tidak mengapa diterapkan. Seperti (peraturan) lalu lintas, dalam pengadilan, dalam berbagai lingkup pemerintahan lainnya, demikian pula pada setiap daerah.
Setiap undang-undang dan peraturan yang bermanfaat bagi kaum muslimin dan tidak menyelisihi syariat Allah, maka syariat Allah memperbolehkannya. Karena segala hal yang dapat memberikan manfaat bagi kaum muslimin dan tidak menyelisihi dalil dari Alquran dan hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam serta kesepakatan kaum muslimin, maka undang-undang yang bermanfaat bagi kaum muslimin tersebut tidak mengapa untuk diterapkan. Dalam permasalahan muamalah, lalu lintas, pengadilan, kebijakan terkait musuh dan masuknya mereka (ke negara), aturan dalam memprioritaskan suatu hal dibanding yang lain. Demikian pula dalam berlalu lintas, kebijakan untuk ini seperti ini dan seperti ini, (kendaraan) diharuskan berhenti ketika dalam kondisi (yang telah diatur) atau saat rambu tertentu.
Dan pada semua kebijakan yang mengatur urusan kenegaraan lainnya. Demikian pula aturan terkait para pegawai dan upah tetap maupun tambahannya bagi mereka. Semua itu merupakan kebijakan yang tidak mengapa (untuk diterapkan).
Sehingga semua kebijakan dan undang-undang yang dengannya akan ada manfaat yang dirasakan dan urusan kaum muslimin menjadi tertata karenanya maka syariat mendukung yang demikian itu. Karena Allah jalla wa’ala telah menjadikan syariat-Nya berlaku pada segala sesuatu. Maka di antara bentuk keberlakuan syariat itu ialah, agar setiap urusan dapat tertata dengan baik dan tidak terabaikan. Harus dibuat kebijakan-kebijakan (yang mengatur itu semua). Kemudian (kebijakan-kebijakan tersebut) haruslah diperhatikan bersama agar kehidupan masyarakat dapat berlangsung di atas aturan yang jelas sehingga dapat diawasi dengan baik. Mereka akan dihukum (bila melanggar aturan) dan diberikan balasan atas perbuatannya yang buruk atau (apresiasi) atas perbuatan baiknya.
Sumber:
https://binbaz.org.sa/fatwas/1017/هل-يجوز-العمل-بالقوانين-التي-لا-تخالف-الشريعة
Naskah fatwa dalam bahasa Arab:
هل يجوز العمل بالقوانين التي لا تخالف الشريعة؟
السؤال:
هل يجوز العمل بالقوانين الوضعية، بزعم القياس، أو الاجتهاد، فما رأي الإسلام؟
الجواب:
أشار المحاضر إلى أن القوانين إذا كانت لا تخالف الشرع فلا بأس بها، النظم تسمى بالقوانين، وتسمى بالنظم، فكل قانون ونظام ينفع المسلمين، ولا يخالف شريعة الله لا بأس به، من المرور، أو في القضاء، أو في أي الدوائر الحكومية، أو في أي مكان.
كل قانون ونظام ينفع المسلمين، ولا يخالف شرع الله فإن شريعة الله تجيزه، فإن كل ما نفع المسلمين، ولم يخالف نصًا من كتاب الله، ولا من سنة رسوله ﷺ ولا من إجماع المسلمين فإن هذا القانون الذي ينفع المسلمين لا بأس به، سواء كان في معاملات، أو في مرور، أو في قضاء، أو في تنظيم الخصوم، تنظيم دخولهم، تنظيم البدء بهذا وهذا، ومثل ما يتعلق بالمرور، هذا كذا، وهذا كذا، وهذا يقف عند كذا، وعند إشارة كذا.
وكذلك في باقي الدوائر الأخرى في تنظيم أحوال ما يتعلق بالدائرة، وموظفيها وغير ذلك، ومرتباتهم، وما يستحقون من علاوات، هذه نظم لا بأس بها، ولا حرج فيها.
كل نظام، وكل قانون ينتفع به، وتنظم به أمور المسلمين فالشريعة جاءت به؛ لأن الله -جل وعلا- جعل شريعته منتظمة في كل شيء، فمن شريعة الله: أن تنظم الأمور، وألا تهمل الأمور، وتنظم، ويعتنى بها حتى يسير الناس على شيء واضح يمكن محاسبتهم عليه، وأخذهم به، ومجازاتهم على ما فعلوا من شر، أو خير.
Penerjemah: Abu Dzayyal Muhammad Wafi