Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Larangan Mendahului Puasa Ramadhan Dengan Berpuasa Sehari Atau Dua Hari Sebelumnya Kecuali Bertepatan Dengan Kebiasaan Puasa Sunnah Atau Tanggungan Puasa Wajib

Kajian Kitabush Shiyaam min Bulughil Maram (Bag. ke-1)

Hadits no. 650

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ, إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا, فَلْيَصُمْهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya – ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian mendahului Ramadhan sehari atau dua hari (sebelumnya). Kecuali seseorang yang biasa berpuasa (bertepatan kebiasaan puasanya itu), maka silakan ia berpuasa (muttafaqun alaih)

Penjelasan:

Tidak boleh bagi seseorang mendahului puasa Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya dalam rangka kehati-hatian. Adapun jika bertepatan dengan kebiasaannya berpuasa sunnah atau masih sedang mengganti puasa Ramadhan yang lalu, tidak mengapa. Misalkan kebiasaan orang itu berpuasa sunnah hari Senin, kemudian sehari atau dua hari sebelum masuk Ramadhan bertepatan dengan hari Senin, tidak mengapa ia melanjutkan kebiasaan puasa sunnahnya itu.

Disarikan dari asy-Syarhul Mukhtashar ‘ala Bulughil Maram karya Syaikh Ibn Utsaimin (6/2).

_________________________________

artikel menarik lainnya:

Puasa di Bulan Rajab

Doa Keberkahan Menyambut Bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan

Hikmah dari larangan itu – Wallaahu A’lam – adalah adanya pembedaan yang jelas antara ibadah yang wajib dengan ibadah yang nafilah (sunnah) dan agar mempersiapkan puasa Ramadhan dengan semangat dan benar-benar senang mengerjakannya (karena sudah demikian lama ditunggu dan dirindukan, pent).

Ibnu Hajar merajihkan pendapat bahwasanya hikmahnya adalah bahwa hukum puasa (Ramadhan) terikat dengan melihat hilal. Barang siapa yang mendahuluinya sehari atau dua hari sebelumnya, maka ia telah berusaha mencela hukum itu.

Bisa jadi juga hikmahnya adalah dibencinya sikap berlebih-lebihan dalam beragama serta melampaui batasan yang telah diwajibkan oleh Allah Ta’ala.

(Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram karya Syaikh Abdullah al-Bassam (2/540)).

 

Oleh: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan