Bolehkah Bagi Istri Menerapkan Boikot Atau Menghalangi Hak Suami Karena Suami Bersikap Dzhalim?
Pertanyaan:
Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan. Seorang wanita bertanya: Bolehkah bagi kami para wanita menerapkan ayat:
وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
Dan boikotlah mereka di tempat tidur (Q.S anNisaa’ ayat 34)
Artinya, menerapkan boikot terhadap para suami kami di tempat tidur, ketika mereka menyimpang dari jalan yang benar. Atau, apakah yang semestinya kami lakukan? Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.
Jawaban Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah:
Ayat tersebut bukan untuk diterapkan oleh para wanita. Karena Allah berfirman:
وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً
Dan para istri yang kalian khawatirkan sikap nusyuz (membangkangnya), maka berilah nasihat kepada mereka, boikotlah mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka (dengan pukulan yang tidak mencederai maupun pada wajah). Jika mereka taat kepada kalian, janganlah kalian menginginkan jalan (untuk mendzhalimi mereka). Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar (Q.S anNisaa’ ayat 34)
Adapun jika seorang laki-laki yang bersikap nusyuz (tidak menjalankan kewajiban, pen), Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزاً أَوْ إِعْرَاضاً فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحاً
Apabila seorang wanita khawatir suaminya bersikap nusyuz atau berpaling, tidak mengapa bagi keduanya untuk melakukan upaya perdamaian (anNisaa’ ayat 128)
Maka Allah Ta’ala membimbing pada perdamaian jika seorang wanita mengkhawatirkan suami bersikap nusyuz. Allah tidak memerintahkan kepada istri untuk memberi nasihat, atau memboikot, atau memukulnya. Karena tidak mungkin seorang wanita punya kekuasaan terhadap laki-laki.
Bahkan ketika dikatakan kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam bahwa Persia menjadikan seorang wanita putri raja sebelumnya sebagai pemimpin mereka, Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda:
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَة
Tidak akan beruntung suatu kaum yang menjadikan wanita sebagai pemimpin mereka (H.R al-Bukhari, pen)
Namun, jika kita berpatokan pada keumuman firman Allah Ta’ala:
فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ
…Barang siapa yang bersikap melampaui batas terhadap kalian, bersikaplah kepada mereka dengan balasan yang setara dengan sikap mereka terhadap kalian… (Q.S al-Baqoroh ayat 194)
Sehingga kita katakan, boleh bagi seorang wanita yang suaminya tidak memberikan haknya untuk mencegah hak suami itu atasnya hingga sang suami itu kembali lurus di jalan Allah. Berdasarkan keumuman ayat:
فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ
…Barang siapa yang bersikap melampaui batas terhadap kalian, bersikaplah kepada mereka dengan balasan yang setara dengan sikap mereka terhadap kalian… (Q.S al-Baqoroh ayat 194)
Apabila sang suami kurang dalam memenuhi hak istri dan sang istri melihat bahwa sang suami tidak bersikap lurus, tidak menjalankan kewajiban dari Allah dalam mempergauli istri secara ma’ruf (baik) kecuali dengan mencegah haknya, sebagaimana suami telah mencegah hak istri, maka yang demikian tidak mengapa.
Sumber: Fatawa Nurun alad Darb (2/19)
Transkrip Fatwa dalam Bahasa Arab
جزاكم الله خيرا السائلة تقول هل يجوز لنا نحن النساء تطبيق الآية الكريمة (وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ) أي الهجر لأزواجنا بالفراش عندما يشذون أو يميلون عن الطريق الصحيح السليم أم ماذا نفعل جزاكم الله خيرا؟
فأجاب رحمه الله تعالى: الآية لا تتناول النساء لأن الله قال (وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً) أما نشوز الرجل فقد قال الله تعالى (وَإِنْ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزاً أَوْ إِعْرَاضاً فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحاً) فأرشد الله تعالى إلى الصلح فيما إذا خافت المرأة من زوجها النشوز ولم يأمرها أن تعظه أو تهجره أو تضربه لأنه لا يمكن أن يكون للمرأة سلطة على الرجل بل إن النبي صلى الله عليه وسلم لما قيل له إن الفرس جعلوا ملكهم بنت كسرى قال صلى الله عليه وسلم (لن يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة) ولكن إذا أخذنا بعموم قوله تعالى (فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ) قلنا يجوز للمرأة إذا منع الزوج حقها أن تمنع حقه حتى يستقيم على أمر الله لعموم الآية (فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ) فإذا كان مقصراً في حقها ورأت أنه لن يستقيم ولن يؤدي ما أوجب الله عليه من معاشرة المرأة بالمعروف إلا أن تمتنع من حقه مثل ما منع من حقها فلا بأس بذلك. (فتاوى نور على الدرب للشيخ ابن عثيمين 2/19)
Penerjemah: Abu Utsman Kharisman