Pengharapan yang Benar dan Pengharapan yang Salah
Ar-Roja’ atau pengharapan adalah bagian dari ibadah hati kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala mencintai dan menganjurkan pada sikap pengharapan yang benar. Sikap pengharapan yang benar adalah berharap pahala dari Allah ketika beramal sholih secara ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Termasuk pengharapan yang benar adalah seorang yang terjatuh dalam suatu dosa, kemudian ia tersadar, benar-benar menyesal, meninggalkan perbuatan dosa itu, bertekad untuk tidak mengulangi lagi selamanya, ia berharap ampunan dan rahmat Allah Ta’ala.
Artinya, pengharapan yang benar adalah niat tulus dari hati yang diiringi dengan menempuh prosedur yang benar sesuai petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya. Pengharapan harus diiringi dengan amal. Harus ada bukti bahwa pengharapan itu memang jujur.
Sedangkan sekedar berharap namun tidak mau beramal, itu hanya khayalan dan angan-angan kosong. Berharap surga tapi tidak mau ibadah dengan benar, tidak mau meninggalkan larangan Allah. Itu pengharapan yang dusta.
Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah menyatakan:
وَالرَّجَاءُ ثَلَاثَةُ أَنْوَاعٍ: نَوْعَانِ مَحْمُودَانِ، وَنَوْعٌ غَرُورٌ مَذْمُومٌ
فَالْأَوَّلَانِ رَجَاءُ رَجُلٍ عَمِلَ بِطَاعَةِ اللَّهِ عَلَى نُورٍ مِنَ اللَّهِ. فَهُوَ رَاجٍ لِثَوَابِهِ. وَرَجُلٌ أَذْنَبَ ذُنُوبًا ثُمَّ تَابَ مِنْهَا. فَهُوَ رَاجٍ لِمَغْفِرَةِ اللَّهِ تَعَالَى وَعَفْوِهِ وَإِحْسَانِهِ وَجُودِهِ وَحِلْمِهِ وَكَرَمِهِ
وَالثَّالِثُ: رَجُلٌ مُتَمَادٍ فِي التَّفْرِيطِ وَالْخَطَايَا. يَرْجُو رَحْمَةَ اللَّهِ بِلَا عَمَلٍ. فَهَذَا هُوَ الْغُرُورُ وَالتَّمَنِّي وَالرَّجَاءُ الْكَاذِبُ
Pengharapan itu ada 3 macam. Ada 2 yang terpuji (baik), sedangkan satu macam lagi adalah tipu daya dan tercela. Dua macam pengharapan yang terpuji adalah (yang pertama) seorang melakukan amalan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya (iman dan ilmu yang benar) dari Allah dengan berharap pahala-Nya. (yang kedua) seorang yang melakukan suatu dosa kemudian bertobat darinya. Dia mengharapkan ampunan, pemaafan, perbuatan baik, kedermawanan, kelembutan, dan kemuliaan dari Allah Ta’ala. Yang ketiga (pengharapan yang tercela, pen) adalah seorang yang terus bersikap abai dan melakukan dosa-dosa namun ia berharap rahmat Allah tanpa beramal. Ini adalah orang yang tertipu, sekedar berangan-angan, dan pengharapannya adalah dusta (Madarijus Salikin karya Ibnul Qoyyim 2/37)
Ibnul Qoyyim rahimahullah menyebutkan bahwa pengharapan yang benar adalah “berdasarkan cahaya dari Allah”. Artinya, dilandasi keimanan atau akidah yang benar dan didasarkan ilmu bahwa hal itu sesuai dengan tuntunan Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Seorang berharap surga, namun akidahnya mengandung kekafiran, misalkan tidak meyakini takdir Allah, dia menganggap bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu sebelum terjadinya, maka ia tidak akan bisa meraih surga. Sebagaimana pernyataan Ibnu Umar terhadap para pengingkar takdir:
وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ «لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ
Demi (Allah) yang Abdullah bin Umar bersumpah dengan-Nya: Kalau seandainya salah seorang dari mereka menginfakkan milik mereka berupa emas meski sebesar Uhud, tidak akan Allah terima sampai mereka beriman dengan takdir (H.R Muslim)
Seseorang yang berharap pahala Allah dan ia beramal, tapi tidak didasari oleh petunjuk Nabi shollallahu alaihi wasallam, maka ia tidak akan mendapatkan pahala. Sebagaimana sabda Nabi shollallahu alaihi wasallam:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintah kami padanya maka itu tertolak (H.R Muslim dari Aisyah)
Pengharapan yang benar harus diiringi dengan amalan sholih sesuai tuntunan Nabi shollallahu alaihi wasallam dan ikhlas, tidak mengandung kesyirikan. Allah Ta’ala berfirman:
…فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
…Barang siapa yang berharap perjumpaan (yang baik) dengan Rabbnya, hendaknya ia beramal sholih dan tidak menyekutukan Rabbnya dalam beribadah (Q.S al-Kahfi ayat 110)
Oleh: Abu Utsman Kharisman