Ibadah Haji Tegak di Atas Tauhid
Wasiat Asy-Syaikh Robi’ bin Hadi Al Madkhali hafidzahullah
Ibadah haji tegak di atas (pondasi) mentauhidkan Allah tabaraka wata’ala. Oleh karena itulah sahabat Jabir menyatakan tentang ibadah haji, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melantunkan seruan tauhid yaitu ucapan talbiyah. Yang demikian itu karena ucapan talbiyah adalah (penegasan) tauhid. Maka perbanyaklah melantunkan talbiyah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat beliau melantunkan talbiyah dengan lantang sejak dari Dzulhulaifah (miqot bagi penduduk Madinah) dan terus melantunkannya hingga sampai ke Makkah.
Mereka benar-benar melantunkannya dengan suara yang tinggi hingga suara mereka menjadi parau. Padahal (dalam kesempatan lain) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah melarang untuk meninggikan suara saat berdzikir. Beliau menyatakan bahwa, sesungguhnya kalian tidaklah menyeru kecuali kepada Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, serta lebih dekat kepada kalian dibandingkan leher tunggangannya. Ketika itu beliau mengingkari sebagian orang yang mengeraskan suara saat berdzikir dalam perjalanan mereka. Akan tetapi untuk talbiyah saat haji Allah syariatkan melalui lisan Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam sebagai penegasan akan tauhid secara terbuka.
Makna Lafadz Talbiyah
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ
Maknanya adalah (kami) sambut seruan demi seruan-Mu ya Allah. Dalam rangka menjalankan ketaatan demi ketaatan kepada-Mu. Ini merupakan komitmen akan tauhid, melakukan ketaatan kepada Allah, dan istiqomah di atasnya. Maka ketika seorang muslim melantunkan talbiyah ia haruslah mengerti dan memahami yang ia ucapkan. Karena ucapan (talbiyah) itu bentuk komitmen dia kepada Allah tabaraka wata’ala untuk tegar dan istiqomah di atas agama-Nya. Demikian pula dia (telah berkomitmen untuk) tegar di atas pokok agama ini yaitu tauhid kepada Allah serta menjalani seluruh rukun agama islam ini. Hendaknya kalian pahami hal tersebut. Baarakallahu fiikum.
لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ
Maknanya adalah tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah. (Terkandung) penafian segala sekutu dan tandingan bagi Allah tabaraka wata’ala. Engkau haruslah meyakini hakikat tauhid dan mengimaninya. Engkau juga harus menjauhi segala hal yang bertentangan dengan tauhid, berupa berdoa kepada selain Allah, menyembelih untuk selain Allah, dan meminta tolong kepada selain Allah. Seluruhnya merupakan kesyirikan yang menafikan tauhid kepada Allah tabaraka wata’ala dan bertentangan dengannya.
Ucapan laa syariika laka, (yakni tiada sekutu bagi-Mu dalam semua hal) peribadatan, shalat, puasa, zakat, haji, menyembelih, bernadzar, bertawakal, dan berharap. Semua macam peribadatan tersebut (tidak boleh dipersekutukan Allah padanya). Karena pengertian ibadah adalah suatu ungkapan yang mencakup semua yang Allah cintai dan ridai, berupa ucapan atau perbuatan, yang tampak maupun tersembunyi. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah), dan penjelasan beliau itu benar. Itu merupakan sesuatu yang mencakup dan menjelaskan hakikat ibadah kepada Allah. Bahwa ibadah adalah sesuatu yang mencakup semua yang Allah cintai dan ridai. Maka segala hal yang membuat Allah tabaraka wata’ala murka dan benci menafikan tauhid tersebut.
Kemudian Nabi shallallahu alaihi wasallam menegaskan kembali tauhid dengan ucapan:
إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ، لاَ شَرِيكَ لَكَ
Sesungguhnya segala pujian hanya untuk Engkau ya Allah, demikian juga kekuasaan.
Yakni segala pujian (hanya untuk Allah). Karena alif lam pada kata al-hamdu bermakna mencakup keseluruhan, yakni keseluruhan pujian dari penduduk langit dan bumi hanya untuk Engkau ya Allah.
Segala pujian hanya untuk Allah subhanahu wata’ala. Hal itu sebagaimana firman-Nya,
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
Segala pujian hanya untuk Allah Rabb semesta alam (QS Al Fatihah: 2)
Segala pujian yang diucapkan segenap alam semesta dari kalangan jin dan manusia semuanya hanyalah untuk Allah tabaraka wata’ala. Allah lah yang pantas dan berhak terhadapnya. Sehingga tiada sekutu bagi-Nya dalam hal kekuasaan, ibadah, demikian pula dalam semua hal yang menjadi kekhususan-Nya subhanahu wata’ala.
Maka sudah menjadi suatu keharusan untuk memberikan perhatian lebih terhadap tauhid. Kita mempelajarinya dari sumber-sumbernya yang utama, yaitu kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam, demikian pula berdasarkan pemahaman para Sahabat dan para tabiin yang mengikuti mereka dengan baik dari mereka yang benar-benar memahami agama Allah tabaraka wata’ala dan hak-Nya.
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ إِنَّ الْحَمْدَ لَكَ وَالْمُلْكَ، لاَ شَرِيكَ لَكَ
Demikianlah, perbanyak melantunkan talbiyah. Karena Nabi shallallahu alaihi wasallam terus menerus melantunkannya sejak beliau melakukan ihram untuk haji dan Umrah di Dzulhulaifah hingga beliau melempar jumrah di Aqobah pada hari An-Nahr (tanggal 10 Dzulhijjah).
Baca Juga: Bacaan Ketika Menyembelih atau Saat Talbiyah Haji Bukanlah Melafadzkan Niat
Agama Ini Dibangun di Atas Tauhid
Agama ini seluruhnya tegak di atas tauhid. Haji juga tegak di atas tauhid. Oleh karenanya disyariatkan bagi seorang muslim dalam kegiatan ihramnya amalan-amalan yang seluruhnya mengadung tauhid.
Ibadah thowaf itu bentuk penerapan tauhid. Demikian juga shalat di maqom Ibrahim adalah penerapan tauhid. Dan bacaan ketika shalat di maqom Ibrahim berupa dua surah (yang sarat akan penegasan) tauhid adalah bentuk pengajaran untuk umat ini tentang tauhid kepada Allah tabaraka wata’ala.
Mayoritas manusia tidak mengerti tentang hal itu. Demi Allah, surah Al Fatihah yang sering engkau baca berulang kali itu tersusun di atas tauhid rububiyyah, tauhid asma’ was shifat, keimanan kepada hari akhir, dan seterusnya. Lantunan adzan yang selalu dikumandangkan 5 kali setiap hari melalui corong-corong adzan juga tegak di atas tauhid kepada Allah tabaraka wata’ala.
Namun kebanyakan orang tidak mengerti dan memahami tauhid sehingga mereka terjerumus dalam kesyirikan. Bahkan orang-orang yang menganggap dirinya adalah orang yang berilmu dan gemar beribadah – kita berlindung kepada Allah – juga terjerumus dalam kesyirikan tersebut dan tidak mengerti makna-makna (yang telah kita sebutkan tadi).
Sedangkan orang-orang ahlul kalam – semoga Allah melindungi kita dari kerusakan mereka – dari kalangan Jahmiyyah dan Mu’tazilah benar-benar telah merusak makna kalimat laa ilaaha illallaah. Sehingga akibatnya mereka menyebabkan banyak orang terjerumus kepada kesyirikan karenanya.
Memperbanyak Berdzikir Kepada Allah Pada Hari-Hari Pelaksanaan Ibadah Haji
Perbanyaklah berdzikir kepada Allah pada bulan haram ini. Demikian pula pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah ini. Karena amalan padanya adalah yang paling utama, bahkan lebih utama daripada berjihad.
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي الْعَشْر، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؛ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
Tidaklah ada hari yang amalan shalih padanya lebih Allah cintai daripada amalan yang dilakukan pada hari-hari ini. Beliau memaksudkan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Kemudian para sahabat bertanya, wahai Rasulullah, demikian juga berjihad di jalan Allah? Beliau alaihis sholatu wassalam menegaskan, demikian juga jihad di jalan Allah (tidak lebih utama darinya). Kecuali seseorang yang keluar ke medan tempur dengan membawa segenap jiwa dan hartanya lalu tiada kembali sedikitpun dari semua itu.
Yakni keutamaannya sangatlah agung. Maka kita wajib menghormatinya dan memperbanyak berdzikir kepada Allah padanya, barakallahu fiikum. Dekatkan diri kepada Allah dengan berbagai macam amalan shalih seperti sedekah, berbuat bakti dan memberikan kebaikan, berdzikir, membaca AlQuran, menuntut ilmu yang benar, dan seterusnya.
Kalian sedang berada di negeri haram, pada bulan haram, dan 10 hari pertama (bulan Dzulhijjah) ini – semoga Allah memberkahi kalian -. Amalan-amalan shalih padanya merupakan amalan yang paling utama. Juga perbanyak melantunkan talbiyah – barakallahu fiik – demikian pula tasbih, tahmid, dan dzikir (lainnya). Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepada kalian.
Penerjemah:
Abu Dzayyal Muhammad Wafi