Bolehkah Jamaah Haji Menyembelih Hadyu Tamattu’ Sebelum Tanggal 10 Dzulhijjah?
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menyatakan:
(Persyaratan hadyu yang) keempat: Penyembelihannya dilakukan di waktu (bolehnya) menyembelih. Ini ada perbedaan pendapat di kalangan para Ulama. Kita sebutkan sebagai berikut:
Pendapat pertama: Tidak boleh menyembelih dam tamattu’ kecuali di waktu (bolehnya) menyembelih binatang kurban. Yaitu hari Ied dan 3 hari setelah hari Ied.
Pendapat kedua: Boleh mendahulukan penyembelihan setelah ihram umrah. Boleh disembelih hadyu meskipun sebelum keluar menuju Mina bagi para jamaah haji. Karena berpuasa bagi orang yang tidak mendapatkan hadyu boleh dilakukan sebelum keluar menuju haji. Padahal puasa itu adalah penggantinya. Jika boleh dilakukan pada penggantinya (yaitu puasa), maka asalnya (yang digantikan) tentu lebih layak lagi untuk diperbolehkan. Ini adalah pendapat yang masyhur menurut Ulama Syafiiyyah.
Pendapat yang benar adalah bahwasanya (penyembelihan hadyu itu terikat persyaratannya dengan waktu). Hadyu tamattu’ harus disembelih di hari-hari penyembelihan, yaitu hari Ied dan 3 hari setelahnya.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah: kalau seandainya boleh mendahulukan penyembelihan hadyu sebelum hari Ied, niscaya itu akan dilakukan oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam. Namun beliau justru bersabda (yang artinya): Aku tidaklah mengalami tahallul (terlepas dari kondisi ihram) hingga aku nanti menyembelih (hadyu) (H.R al-Bukhari dan Muslim, pen)
Dan tidak ada penyembelihan kecuali pada hari anNahr (10 Dzulhijjah, -pen).
Sumber: asy-Syarhul Mumti’ ala Zaadil Mustaqni’ (7/92)
Naskah dalam Bahasa Arab
الرابع: أن يكون في زمن الذبح، وفي هذا خلاف بين العلماء نذكره فيما يلي:
القول الأول: أنه لا يذبح دم المتعة إلا في الوقت الذي تذبح فيه الأضاحي، وهو يوم العيد، وثلاثة أيام بعد العيد.
القول الثاني: يجوز تقديم الذبح بعد الإحرام بالعمرة، فيذبح الهدي ولو قبل الخروج إلى منى للحج؛ لأن الصيام لمن لم يجد الهدي يجوز أن يكون قبل الخروج إلى الحج مع أنه بدل، فإذا جاز في البدل فالأصل من باب أولى، وهذا هو المشهور عند الشافعية.
والصحيح أنه يشترط الزمان، وأن هدي التمتع لا بد أن يكون في أيام الذبح يوم العيد، وثلاثة أيام بعده.
والدليل على هذا أنه لو جاز أن يقدم ذبح الهدي على يوم العيد، لفعله النبي صلّى الله عليه وسلّم ولكنه قال: «لا أحل حتى أنحر» ، ولا نحر إلا يوم العيد
(الشرح الممتع لابن عثيمين)
Catatan Penerjemah:
Hadits yang dimaksud di atas, secara lengkap adalah:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ حَدَّثَتْنِى حَفْصَةُ رضى الله عنها أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم أَمَرَ أَزْوَاجَهُ أَنْ يَحْلِلْنَ عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ. قَالَتْ حَفْصَةُ فَقُلْتُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَحِلَّ قَالَ إِنِّى لَبَّدْتُ رَأْسِى وَقَلَّدْتُ هَدْيِى فَلاَ أَحِلُّ حَتَّى أَنْحَرَ هَدْيِى
Dari Ibnu Umar –semoga Allah meridhainya- ia berkata: telah menceritakan kepadaku Hafshah –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam memerintahkan para istri beliau untuk bertahallul pada tahun Haji Wada’. Hafshah berkata: Aku berkata: Apa yang menghalangi anda untuk bertahallul? Nabi bersabda: Sesungguhnya aku telah mengempalkan rambutku dan aku mengalungi hadyuku sehingga aku tidak boleh bertahallul hingga menyembelih hadyuku (H.R Muslim)
Nabi sendiri menyuruh para istrinya bertahallul. Sedangkan beliau tertahan dari bertahallul saat itu. Alasannya adalah karena beliau telah menggiring hadyu, dan menunggu hadyu itu nantinya disembelih. Seandainya hadyu itu boleh disembelih saat itu, maka beliau pun akan bertahallul sebagaimana para istri beliau. Namun, karena hadyu itu baru akan disembelih pada waktunya nanti, yaitu paling cepat tanggal 10 Dzulhijjah, maka beliaupun tetap dalam kondisi ihram.
Wallaahu A’lam
Penerjemah: Abu Utsman Kharisman