Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Fanatisme Buta, Semangat Tercela yang Memerihkan

Para Imam Ahlus Sunnah sejak lama tegas mengingkari sikap fanatik. Karena lemahnya kondisi ummat salah satu sebab terbesarnya adalah merebaknya fanatisme buta. Sementara kebodahan merupakan pemicu utamanya.

Sebut saja contohnya, Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i rahimahullah telah secara gamblang menyatakan,

ﻛﻞ ﻣﺎ ﻗﻠﺖ؛ ﻓﻜﺎﻥ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ خلاف ﻗﻮﻟﻲ ﻣﻤﺎ ﻳﺼﺢ؛ ﻓﺤﺪﻳﺚ اﻟﻨﺒﻲ ﺃﻭﻟﻰ، فلا تقلدوني

“Semua yang aku ucapkan, (jika ternyata) ajaran dari Nabi shollallahu alaihi wasallam yang shahih berbeda dengan pendapatku maka hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam lebih utama. Sehingga janganlah kalian taklid buta kepadaku!” (Riwayat Ibnu Abi Hatim, Abu Nu’aim dan Ibnu Asakir, dengan sanad shahih dikutipkan oleh Al Albani dalam Ashl Shifat Sholat Nabi hal. 31).


Artikel yang semoga bermanfaat pula: Contoh Pendapat Al-Imam An-Nawawy Yang Berbeda Dengan Al-Imam Asy-Syafi’i


Imam Abu Hanifah rahimahullah juga tegas mengingkari murid senior beliau Abu Yusuf yang telah banyak mencatat ucapan beliau;

ﻭﻳﺤﻚ ﻳﺎ ﻳﻌﻘﻮﺏ! – ﻭﻫﻮ ﺃﺑﻮ ﻳﻮﺳﻒ – لا ﺗﻜﺘﺐ ﻛﻞ ﻣﺎ ﺗﺴﻤﻊ ﻣﻨﻲ؛ ﻓﺈﻧﻲ ﻗﺪ ﺃﺭﻯ اﻟﺮﺃﻱ اﻟﻴﻮﻡ، ﻭﺃﺗﺮﻛﻪ ﻏﺪا، ﻭﺃﺭﻯ اﻟﺮﺃﻱ ﻏﺪا ﻭﺃﺗﺮﻛﻪ ﺑﻌﺪ ﻏﺪ

“Celaka engkau wahai Ya’qub – yaitu Abu Yusuf – janganlah engkau mencatat semua yang engkau dengar dariku. Karena sesungguhnya aku bisa jadi memiliki pandangan pada suatu hari, ternyata aku meninggalkannya keesokan harinya. Bisa juga aku berpendapat dengan pandanganku esok hari itu, ternyata aku berbalik meninggalkannya esok lusa.”
(Tambahan riwayat dari Hasyiyah Ibni Abidin 1/63, yang disebutkan dalam Ashl Shifat Sholat Nabi Syaikh Al Albani hal. 25)


Artikel yang semoga bermanfaat pula: Ujian yang Menimpa al-Imam al-Bukhari di Naisabur dan Bukhara, Tanah Kelahirannya Serta Pelajaran Berharga yang Bisa Dipetik Darinya


Bersamaan dengan itu, sangat disayangkan sejak dulu bermunculan oknum-oknum dari masing-masing madzhab fiqh justru menyelisihi petuah Imam mereka. Menyanjung tinggi imam madzhab dan pendapatnya, serta menjatuhkan pendapat madzhab lainnya sekaligus menjatuhkan sosok imamnya. Wallahul musta’an

Dari kalangan Asy Syafi’iyah contohnya, terdapat tokoh yang mewajibkan taklid dan mengharuskan penerapan madzhab Asy Syafi’iyah, antara lain Al Juwaini yang digelari sebagai Imam Haramain.

Tak kalah menyedihkan juga hasungan Abul Hasan Ubaidullah bin bin Al Husain Al Kurkhi dari kalangan pemuka madzhab Hanafiyyah yang pernah berujar,

الأصل أن كل آية تخالف قول أصحابنا فإنها تحمل على النسخ أو على الترجيح والأولى أن تحمل على التأويل من جهة التوفيق

“Pada asalnya bahwa seluruh ayat yang berbeda dengan pendapat para ulama madzhab kami sesungguhnya hal itu mengarah kepada dihapuskannya hukum (naskh ayat tersebut) atau dipilih yang lebih kuat. Sedangkan yang lebih utama mengarahkannya kepada takwil kepada makna lain sebagai penyesuaian.” (Ushul Al Kurkhi hal. 84)

Serupa dengan itu hadits palsu yang digubah secara berlebihan,

ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺃﻣﺘﻲ ﺭﺟﻞ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺇﺩﺭﻳﺲ ﺃﺿﺮ ﻋﻠﻰ ﺃﻣﺘﻲ ﻣﻦ ﺇﺑﻠﻴﺲ، ﻭﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺃﻣﺘﻲ ﺭﺟﻞ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻪ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻫﻮ ﺳﺮاﺝ ﺃﻣﺘﻲ

“Akan ada di tengah ummatku sosok yang disebut Muhammad bin Idris, dia lebih berbahaya terhadap ummatku dibandingkan Iblis. Dan akan ada di tengah ummatku sosok yang disebut Abu Hanifah, dia adalah pelita ummatku.” (Disebutkan Ibnul Jauzi dalam Al Maudhu’at 1/4570 beliau menilai: “palsu, digubah Ma’mun [bin Ahmad] atau Al Juwaibari.” dikutipkan Syaikh Al Albani dalam Adh Dho’ifah no. 570)

Padahal bagi muslim sejati, cukuplah sosok Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam sebagai satu-satunya teladan yang diikuti secara mutlak. Allah berfirman,

وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا ۚ

“Dan jika kalian taat kepadanya, niscaya kalian mendapat petunjuk.” (QS An Nur: 54)

Juga Firman-Nya Subhanahu,

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al Qoshosh: 50)


Silakan simak pula: Macam-Macam Perbedaan Pendapat Ulama


Nabi shollallahu alaihi wasallam sendiri telah banyak mengingkari sikap fanatik golongan dan beliau mengategorikannya sebagai bagian dari perilaku jahiliyyah. Beliau juga melarangnya karena hal itu buruk dan menyakitkan saudara muslim yang berbeda pendapat.

Tatkala terjadi percekcokan di antara sebagian pemuda Anshor dan Muhajirin yang memicu semangat mereka untuk memanggil golongan masing-masing, Rasulullah mencegah tegas dengan larangan beliau alaihishsholatu wassalam,

دَعُوهَا فَإِنَّهَا مُنْتِنَةٌ

“Tinggalkanlah sikap itu, karena hal itu merupakan sikap buruk yang menyakitkan.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)

Sehingga jika kita berbeda pendapat dalam ranah ijtihad hendaklah toleransi dan saling menghargai kita wujudkan. Pembahasan dan kritik ilmiah tentu diperlukan, namun persatuan harus dijunjung tinggi. Saling menjatuhkan adalah tindakan merugikan. Hormati guru kita sesuai batas syariat, jangan fanatik buta mengunggulkan ataupun membelanya. Selain karena tercela secara syariat, juga karena guru-guru yang bertaqwa tidak akan rela terhadap pengagungan yang berlebihan.

Semoga Allah memberikan taufiq dan pertolongan kepada kita dan seluruh saudara kita muslimin dalam menjauhi fanatisme buta yang tercela dan memurnikan ittiba’ kepada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam.

Dirangkum dengan penyesuaian oleh Abu Abdirrohman Sofian dari:

Petikan Faedah Dars 1 Kitab An Nikah min Minhaj Ath Tholibin linNawawi bersama Syaikh DR. Arofat bin Hasan Al Muhammadi hafidzahullah pada Daurah Al Imam Al Muzani 1 di Ma’had Minhajul Atsar Jember Jawa Timur

Tinggalkan Balasan