Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Bab Ke-25: Jenis-jenis Perbuatan Lain yang Terkait Atau Disebut Sihir (Bagian Kelima)

SERIAL KAJIAN KITABUT TAUHID (Bag ke-97)


Dalil Kelima:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَدِمَ رَجُلَانِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَخَطَبَا فَعَجِبَ النَّاسُ لِبَيَانِهِمَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنَ الْبَيَانِ لَسِحْرًا أَوْ إِنَّ بَعْضَ الْبَيَانِ لَسِحْرٌ

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma beliau bahwasanya datang dua orang laki-laki dari arah timur. Keduanya berkhutbah (berceramah) sehingga membuat takjub manusia karena penjelasan keduanya. Maka Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya termasuk di antara penjelasan (kepandaian memaparkan/ retorika) adalah sihir, atau sebagian penjelasan adalah sihir
(H.R al-Bukhari)

Penjelasan Dalil Kelima:

Dalam hadits ini Nabi menjelaskan bahwa sebagian penjelasan dalam pidato atau percakapan bisa ‘menyihir’ manusia, membuat mereka terkesima dan membenarkan ucapan seseorang. Hal ini bisa bermakna baik bisa pula bermakna buruk.

Jika suatu penjelasan dikemas dengan penyampaian yang menarik dan memukau untuk mendukung dan mengokohkan al-haq sehingga orang semakin tertarik dan tergugah pada al-haq tersebut, maka ini adalah baik dan terpuji. Sebaliknya, jika sesuatu yang batil dikesankan menjadi haq atau al-haq menjadi batil karena kemampuan mengolah kata, maka ini adalah sesuatu yang tercela (disarikan dari penjelasan al-Qodhiy yang dinukil dalam ad-Diibaaj karya as-Suyuthiy dan penjelasan Syaikh Bin Baz dalam ta’liq terhadap Shahih al-Bukhari)

Kemampuan menjelaskan (al-bayaan) adalah nikmat dari Allah kepada manusia. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:

 عَلَّمَهُ الْبَيَانَ

Allah mengajarkan kepada manusia al-bayaan (penjelasan)
(Q.S arRahmaan ayat 4)

Sebagian Ulama menyatakan bahwa al-bayaan (kemampuan menjelaskan) adalah ilmu yang paling utama. Karena seluruh ilmu tidaklah bisa dicapai kecuali dengannya (al-Ifshah ‘an Ma’aaniy as-Shihah karya Ibnu Hubairoh (4/239)).

Kepandaian menjelaskan dan mengekspresikan maksud dan tujuan berupa ucapan atau tulisan kadang dipergunakan untuk hal-hal yang tidak baik.  Kadangkala dengan kepandaian bersilat lidah, seseorang bisa mengambil hak saudaranya seakan-akan dialah yang lebih berhak, karena kemampuan berbicaranya yang bisa ‘menyihir’ pendengar atau berdusta mengemukakan bukti palsu sehingga ia menang dalam pengadilan atau keperluan lainnya.

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إِلَيَّ وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ وَأَقْضِيَ لَهُ عَلَى نَحْوِ مَا أَسْمَعُ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا فَلَا يَأْخُذْ فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ

Dari Ummu Salamah –radhiyallahu anha- dari Nabi shollallahu alaihi wasallam beliau bersabda: Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia. Kalian berselisih pendapat di hadapanku, mungkin saja sebagian dari kalian lebih pandai menyampaikan alasannya dibandingkan yang lain yang dengan itu aku memutuskan perkara untuk dia sesuai yang aku dengar. Barangsiapa yang aku putuskan hak bagi dia, padahal itu milik saudaranya, maka janganlah ia mengambilnya, karena keputusanku baginya dalam hal itu adalah potongan api (anNaar)
(H.R al-Bukhari dan Muslim)

Karena kepandaian manusia ‘menyihir’ dengan penjelasannya, mengemas kedustaan seakan-akan fakta, mengemas dalih menjadi dalil, kebatilan seakan kebenaran itulah, maka para Ulama Salaf membenci mendengar penjelasan Ahlul Bid’ah dan berdebat dengan mereka, kecuali pada perdebatan itu ada kemaslahatan jelas yang bisa diharapkan. Secara asal, mereka sangat menjauhi dan membenci perdebatan dengan orang-orang yang tidak punya itikad baik untuk mencari kebenaran.

Rasulullah shollaallahu alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلَّا أُوتُوا الْجَدَلَ ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا جَدَلًا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ

Dari Abu Umamah –radhiyallahu anhu- beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Tidaklah suatu kaum tersesat setelah mendapatkan petunjuk terhadapnya kecuali jika mereka diberi kepandaian berdebat. Kemudian Rasulullah shollallahu alaihi wasallam membaca ayat ini: …Tidaklah mereka membuat (permisalan) kepadamu kecuali dalam rangka berdebat. Bahkan mereka adalah kaum yang suka membuat permusuhan (secara batil) (Q.S az-Zukhruf ayat 58)
(H.R atTirmidzi, Ibnu Majah, dan lainnya, dihasankan al-Albaniy)

Abu Qilabah –salah seorang Tabi’i- menyatakan:

لاَ تُجَالِسُوْا أَهْلَ اْلأَهْوَاءِ وَلَا تُجَادِلُوْهُمْ فَإِنِّي لَا آمَنُ اَنْ يَغْمِسُوْكُمْ فِي ضَلاَلَتِهِمْ أَوْ يُلَبِّسُوْا عَلَيْكُمْ مَا كُنْتُمْ تَعْرِفُوْنَ

Janganlah kalian duduk dengan Ahlul Bid’ah, dan jangan berdebat dengan mereka, karena aku tidak merasa aman mereka akan menenggelamkan kalian dalam kesesatan mereka atau membikin rancu sesuatu yang sudah kalian ketahui
(diriwayatkan ad-Daarimiy, al-Ajurriy dalam asy-Syariah, al-Laalikaaiy, Ibnu Wadhdhoh, Ibnu Baththoh)

Muslim bin Yasar –seorang Tabi’i, salah satu murid Ibnu Abbas dan Ibnu Umar- menyatakan:

إِيَّاكُمْ وَالْمِرَاءَ فَإِنَّهَا سَاعَةُ جَهْلِ الْعَالِمِ وَبِهَا يَبْتَغِي الشَّيْطَانُ زِلَّتَهُ

Hati-hatilah kalian, jauhilah perdebatan. Karena itu adalah saat di mana orang berilmu menjadi bodoh dan di saat itu Syaithan menginginkan ketergelincirannya
(diriwayatkan ad-Daarimi)

عَنْ أَسْمَاءَ بْنِ عُبَيْدٍ قَالَ : دَخَلَ رَجُلاَنِ مِنْ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ عَلَى ابْنِ سِيرِينَ فَقَالاَ : يَا أَبَا بَكْرٍ نُحَدِّثُكَ بِحَدِيثٍ؟ قَالَ : لاَ. قَالاَ : فَنَقْرَأُ عَلَيْكَ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ؟ قَالَ : لاَ، لَتَقُومَانِ عَنِّى أَوْ لأَقُومَنَّ. قَالَ : فَخَرَجَا فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ : يَا أَبَا بَكْرٍ وَمَا كَانَ عَلَيْكَ أَنْ يَقْرَآ عَلَيْكَ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى؟ قَالَ : إِنِّى خَشِيتُ أَنْ يَقْرَآ عَلَىَّ آيَةً فَيُحَرِّفَانِهَا فَيَقِرُّ ذَلِكَ فِى قَلْبِى

Dari Asma’ bin Ubaid beliau berkata: Dua orang laki-laki Ahlul Bid’ah masuk ke tempat Ibnu Sirin (seorang Tabi’i, murid Abu Hurairah, Anas bin Malik, Ibnu Abbas, dll). Kedua orang itu berkata: Wahai Abu Bakr (Ibnu Sirin), aku akan menyampaikan kepadamu satu hadits. Ibnu Sirin menyatakan: Tidak. Kedua orang itu mengatakan: Kami akan membacakan kepadamu satu ayat dalam Kitabullah (al-Quran). Ibnu Sirin menyatakan: Tidak. Kalian yang pergi dari sini atau aku yang akan pergi meninggalkan kalian. Maka pergilah dua orang itu. Sebagian orang bertanya (kepada Ibnu Sirin): Wahai Abu Bakr (Ibnu Sirin), mengapa engkau tidak mau ketika dia akan membacakan satu ayat saja dari al-Quran? Ibnu Sirin menjawab: Sesungguhnya aku takut ketika dibacakan ayat al-Quran ia memalingkan (lafadz/maknanya) kemudian hal itu menetap dalam hatiku
(riwayat ad-Daarimi)

عَنْ سَلاَّمِ بْنِ أَبِى مُطِيعٍ : أَنَّ رَجُلاً مِنْ أَهْلِ الأَهْوَاءِ قَالَ لأَيُّوبَ : يَا أَبَا بَكْرٍ أَسْأَلُكَ عَنْ كَلِمَةٍ. فَوَلَّى وَهُوَ يُشِيرُ بِأُصْبُعِهِ وَلاَ نِصْفَ كَلِمَةٍ

Dari Sallaam bin Abi Muthi’ : Bahwasanya seseorang Ahlul Bid’ah berkata kepada Ayyub (as-Sikhtiyaaniy) – seorang Tabi’i – : Wahai Abu Bakr (Ayyub), aku akan bertanya kepadamu tentang satu kata. Ayyub menghindar berpaling dan mengisyaratkan dengan jarinya (sambil berkata): Tidak. Meski hanya setengah kata
(riwayat ad-Daarimi)

Penulis:
Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan