Syariat Islam Membawa Prinsip Pencegahan yang Lebih Baik dari Sekadar Pengobatan
Syaikh Shalih Al Luhaidan rahimahullah menyatakan:
ولا شك أن الشريعة الإسلامية جاءت بالوقاية التي هي خير من العلاج، ولا يختص هذا بمرض الأبدان، بل يعم مرض الأبدان والمجتمعات والشعوب، فالوقاية من الأخطار، والأخذ بالأسباب التي لا تعرض للأخطار أيضا من مقاصد الشريعة الكاملة، ومن متطلبات أهل سداد الرأي والفكر السليم والعقول الراجحة
“Tidak diragukan lagi bahwa Syariat Islam, hadir dengan membawa prinsip pencegahan yang tentu lebih baik dari upaya pengobatan. Dan hal ini tidaklah hanya berlaku bagi penyakit-penyakit badan. Bahkan berlaku umum untuk semua penyakit badan, masyarakat dan bangsa.
Sehingga tindakan pencegahan agar tidak mengalami situasi yang membahayakan, serta menjalani sebab-sebab yang menjauhi bahaya juga merupakan bagian tujuan syariat yang sempurna, serta termasuk perkara yang diburu oleh para pemikir yang lurus dan cendekiawan yang selamat serta akal yang kuat.”
(Wujub Al ‘Adl wa Tahrim Adz Dzulm ‘ala An Nas Kaafah hal. 8)
Sumber: https://ketabonline.com/ar/books/3998/read?page=7&part=1#p-3998-7-3
Artikel lain yang semoga bermanfaat:
- Bimbingan asy-Syaikh Sholih al-Fauzan hafidzahullah agar muslimin menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi
- Bab Ke-19: Sebab Kesyrikan Anak Adam Adalah Sikap Berlebihan Terhadap Orang Sholih (Bagian Kedua)
- Mengapa Masih Ragu Vaksin Covid-19?
Pernyataan Syaikh Shalih al Luhaidan rahimahullah di atas sungguh benar. Hal tersebut dikuatkan dengan sekian dalil syariat. Diantaranya disebutkan dalam hadits dari Abu Dzar radhiyallahu anhu dari Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam, Beliau bersabda:
عُرِضَتْ عَلَيَّ أَعْمَالُ أُمَّتِي حَسَنُهَا وَسَيِّئُهَا، فَوَجَدْتُ فِي مَحَاسِنِ أَعْمَالِهَا الْأَذَى يُمَاطُ عَنِ الطَّرِيقِ، وَوَجَدْتُ فِي مَسَاوِي أَعْمَالِهَا النُّخَاعَةَ تَكُونُ فِي الْمَسْجِدِ لَا تُدْفَنُ
“Dipaparkan di hadapanku amal-amal ummatku yang baik maupun yang buruknya. Sehingga aku dapati di antara kebaikan-kebaikan amal mereka itu adanya gangguan yang disingkirkan dari jalan. Dan aku dapati pula di antara keburukan-keburukan amal mereka adanya dahak di lantai masjid yang dibiarkan tidak dibenamkan (hingga bersih).”
(HR. Muslim no. 553)
Ketika kita mengetahui adanya material yang berpotensi mengganggu pengguna jalan. Maka menyingkirkannya merupakan bentuk pencegahan terjadinya hal yang membahayakan saudara kita sesama pengguna jalan. Dan hal itu lebih mulia daripada menunggu terjadinya kecelakaan walaupun kemudian kita turut andil dalam mengupayakan pengobatannya.
Demikian pula, dahak yang berpotensi menyebarkan kuman penyakit ataupun sekedar merusak kebersihan tempat ibadah. Tindakan membersihkannya adalah sikap terpuji yang lebih disukai dari pada menunggu terjadinya penularan, walaupun ada upaya pengobatan setelahnya.
Al Hafidz An Nawawi rahimahullah menegaskan cakupan peringatan hadits tersebut dengan syarh beliau:
هذا ظاهره أن هذا القبح والذم لا يختص بصاحب النخاعة، بل يدخل فيه هو وكل من رآها ولا يزيلها بدفن أو حك ونحوه
“Hal ini tampaknya menunjukkan bahwa celaan keburukan dan teguran tidak hanya berlaku bagi pemilik dahak saja. Namun juga mencakup pelaku pembuang dahak itu dan seluruh orang yang sudah melihatnya namun tidak mau (menghilangkannya dengan) membenamkan (di bawah tanah) atau menggosok bersih.”
(Al Minhaj Syarh Shohih Muslim bin Al Hajjaj 5/42)
Demikianlah, memang prinsip pencegahan lebih baik dari pada perbaikan ataupun pengobatan. Semoga Allah berikan kita taufiq berupa kecakapan mencegah semua keburukan yang membahayakan agama, kesehatan masyarakat serta ketentraman bangsa dan negara.
Ditulis oleh:
Abu Abdirrohman Sofian