Pembahasan Hadits Matruk
Al-Baiquniy rahimahullah menyatakan:
مَتْرُوكُهُ مَا وَاحِدٌ بِهِ انْفَرَدْ … وَأَجْمَعُوا لِضَعْفِهِ فَهْوَ كَرَدْ
Matruk adalah periwayatan menyendiri dari seseorang…yang (para Ulama hadits) sepakat akan kelemahannya. Maka (riwayat) itu tidak diterima (Mandzhumah al-Baiquniyyah)
Penjelasan:
Pada bagian ini, al-Baiquniy rahimahullah menyebutkan salah satu istilah Ulama hadits untuk penilaian terhadap hadits yang tertolak. Itu adalah matruk.
Secara bahasa, matruk artinya: yang ditinggalkan. Sedangkan secara istilah, sebagaimana penjelasan al-Baiquniy, itu adalah riwayat hadits yang melalui satu jalur seorang perawi yang disepakati kelemahannya oleh para Ulama hadits.
Syaikh Abdullah al-Bukhari hafidzhahullah menjelaskan bahwa istilah matruk lebih sering digunakan untuk penilaian terhadap perawi. Jarang penggunaan istilah matruk untuk penilaian terhadap hadits yang diriwayatkan.
Sebagian Ulama mengkategorikan matruk sebagai status hadits yang berada di antara hadits dhaif dengan hadits palsu. Atau juga dikatakan bahwa matruk itu sama dengan dhaif jiddan (sangat lemah). Penilaian yang setara dengan matruk (baik perawi atau yang diriwayatkan) diungkapkan dengan lafadz-lafadz lain, di antaranya adalah:
- وَاه جِدًّا
- بَاطِلٌ
- مُتَّهَمٌ بِالْكَذِبِ
- الْمَطْرُوْحُ
- السَّاقِطٌ
- الْهَالِكُ
Perawi yang berada di tingkatan ini ada yang disebut muttaham bil kadzib (tertuduh berdusta). Tingkatan ini lebih ringan dibandingkan tingkatan perawi yang dipastikan berdusta dengan penilaian sebagai kadzdzab atau waddho’, dan semisalnya.
Perawi yang berada pada status muttaham bil kadzib biasanya terlihat dari beberapa indikasi, di antaranya:
- Dalam perbincangannya dengan manusia, ia suka berdusta. Memang belum dipastikan bahwa ia berdusta saat meriwayatkan hadits. Kalau dipastikan, ia masuk kategori pendusta.
- Hadits yang ia riwayatkan secara menyendiri menyelisihi kaidah-kaidah umum berdasarkan nash-nash yang shahih.
Contoh Pertama Riwayat Hadits Matruk
Berikut ini adalah hadits yang dinilai dhaif jiddan atau salah satu perawinya berstatus matruk. Hadits ini diriwayatkan oleh atThobaroniy dalam al-Mu’jamul Awsath:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ النَّضْرِ الْأَزْدِيُّ قَالَ: نَا بِشْرُ بْنُ الْوَلِيدِ قَالَ: نَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْيَمَامِيُّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ: الضُّحَى، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ نَادَى مُنَادٍ: أَيْنَ الَّذِينَ كَانُوا يُدِيمُونَ عَلَى صَلَاةِ الضُّحَى؟ هَذَا بَابُكُمْ فَادْخُلُوهُ بِرَحْمَةِ اللَّهِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin anNadhr al-Azdiy ia berkata: telah menceritakan kepada kami Bisyr bin al-Walid ia berkata: telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Dawud al-Yamaamiy dari Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- dari Nabi shollallahu alaihi wasallam beliau bersabda: Sesungguhnya di Surga terdapat pintu yang disebut ad-Dhuha. Pada hari kiamat akan ada yang berseru: Manakah orang-orang yang terus menerus melakukan sholat Dhuha? Ini adalah pintu kalian. Masuklah dengan rahmat Allah (H.R atThobaroniy)
al-Haytsamiy rahimahullah menyatakan:
رَوَاهُ الطَّبَرَانِي فِي الْأَوْسَطِ وَفِيْهِ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْيَمَامِي أَبُو أَحْمَد وَهُوَ مَتْرُوْك
(Hadits ini) diriwayatkan oleh atThobaroniy dalam al-Awsath, di dalam (sanadnya) terdapat Sulaiman bin Dawud al-Yamaamiy Abu Ahmad, yang dia adalah matruk (Majmauz Zawaaid (2/497))
Syaikh al-Albaniy menilai hadits tersebut sebagai dhaif jiddan dalam Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah wal Maudhu’ah nomor 392. Selain kelemahan perawi Sulaiman bin Dawud al-Yamaamiy, Syaikh al-Albaniy juga menyoroti sisi kelemahan lain riwayat itu adalah Yahya bin Abi Katsir sebagai mudallis sedangkan pengungkapan dalam riwayat itu adalah ‘an-‘anah atau mu’an-‘an.
Dengan mengetahui bahwa hadits tentang keutamaan sholat Dhuha itu sangat lemah, bukan berarti kita meninggalkan sunnahnya sholat Dhuha. Karena sholat Dhuha memiliki banyak keutamaan yang disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih.
Beberapa keutamaan sholat Dhuha berdasarkan riwayat yang shahih atau hasan, di antaranya:
- Sebagai shodaqoh harian seluruh persendian.
- Empat rokaat sholat Dhuha bisa menyebabkan perlindungan hingga sore hari.
- Sholatnya orang yang senantiasa kembali kepada Allah (Awwabiin). Sebagaimana hadits Zaid bin Arqom riwayat Muslim di atas.
- Jika seorang ikut sholat berjamaah Subuh di masjid kemudian terus berdzikir hingga masuk waktu Dhuha dan selanjutnya sholat 2 rokaat di waktu Dhuha, maka pahalanya seperti haji atau umrah secara sempurna.
- Dua rokaat sholat Dhuha adalah wasiat Nabi kepada beberapa Sahabat, yaitu Abu Hurairah, Abu Dzar, dan Abud Darda’.
- Barangsiapa yang berwudhu kemudian berangkat ke masjid untuk sholat Dhuha, maka ia bagaikan pasukan perang di jalan Allah yang dekat tujuannya, cepat pulangnya, dan banyak ghanimah (harta rampasan perang) yang didapatkan.
- Keutamaan tergantung jumlah rokaat. Barangsiapa yang sholat Dhuha 2 rokaat: tercatat bukan sebagai orang yang lalai, 4 rokaat: tercatat sebagai ahli ibadah, 6 rokaat: dicukupi hari itu, 8 rokaat: tercatat sebagai orang yang banyak taat, 12 rokaat: dibangunkan rumah di Surga.
Dalil poin yang pertama:
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
Pada pagi hari setiap persendian anak Adam perlu dikeluarkan shodaqohnya. Setiap tasbih adalah shodaqoh. Setiap tahmid adalah shodaqoh. Setiap tahlil (ucapan Laa Ilaha Illallah) adalah shodaqoh. Setiap takbir adalah shodaqoh. Memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari kemunkaran adalah shodaqoh. Yang demikian itu dicukupi dengan sholat Dhuha 2 rokaat (H.R Muslim dari Abu Dzar)
Dalil poin yang kedua:
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ ابْنَ آدَمَ ارْكَعْ لِي مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَكْفِكَ آخِرَهُ
Dari Rasulullah shollallahu alaihi wasallam dari Allah Azza Wa Jalla bahwasanya Dia berfirman: Wahai anak Adam, ruku’lah empat rokaat di awal siang niscaya Aku akan cukupi engkau hingga akhir siang (H.R atTirmidzi, dishahihkan Ibn Hibban dan al-Albany)
Dalil poin yang ketiga:
لاَ يُحَافِظُ عَلَى صَلَاةِ الضُّحَى إِلَّا أَوَّاب
Tidaklah ada yang menjaga sholat Dhuha kecuali Awwaab (seorang yang senantiasa kembali kepada Allah) (H.R atThobarony, dishahihkan Ibnu Khuzaimah dan dihasankan al-Albany)
Dalil poin yang keempat:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang sholat Subuh berjamaah kemudian duduk berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari kemudian sholat dua rokaat (di awal Dhuha) maka ia mendapat seperti pahala haji dan umroh, Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: sempurna, sempurna, sempurna (H.R atTirmidzi, dihasankan atTirmidzi dan dishahihkan al-Albany)
Dalil poin yang kelima:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu beliau berkata: Kekasihku (Nabi Muhammad) shollallahu alaihi wasallam berwasiat kepadaku 3 hal: Puasa tiga hari tiap bulan, dua rokaat di waktu Dhuha, dan berwitir sebelum aku tidur (H.R al-Bukhari dan Muslim)
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ أَوْصَانِي حَبِيبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثَةٍ لَا أَدَعُهُنَّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى أَبَدًا أَوْصَانِي بِصَلَاةِ الضُّحَى وَبِالْوَتْرِ قَبْلَ النَّوْمِ وَبِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ
Dari Abu Dzar –radhiyallahu anhu- beliau berkata: Orang yang aku cintai (Nabi Muhammad) shollallahu alaihi wasallam berwasiat kepadaku 3 hal yang aku insyaAllah tidak akan meninggalkannya selama-lamanya. Ia mewasiatkan kepadaku dengan sholat Dhuha dan witir sebelum tidur dan puasa 3 hari pada setiap bulan (H.R anNasaai, dishahihkan al-Albany)
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ أَوْصَانِي حَبِيبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ لَنْ أَدَعَهُنَّ مَا عِشْتُ بِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَصَلَاةِ الضُّحَى وَبِأَنْ لَا أَنَامَ حَتَّى أُوتِرَ
Dari Abud Darda’ radhiyallahu anhu beliau berkata: Orang yang aku cintai (Nabi Muhammad) shollallahu alaihi wasallam berwasiat kepadaku 3 hal yang aku tidak akan meninggalkannya sepanjang hidupku: Puasa 3 hari tiap bulan, sholat Dhuha, dan agar aku tidak tidur hingga aku melakukan witir (H.R Muslim)
Dalil poin yang keenam:
عَنْ عَبْدِ الله بْنِ عَمْروٍ – رضي الله عنهما – قَالَ : بَعَثَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم سَرِيَّةً فَغَنِمُوا وَأَسْرَعُوا الرَّجْعَةَ ، فَتُحِدِّثَ بِقُرْبِ مَغْزَاهُمْ وَكَثْرَةِ غَنِيمَتِهِمْ وَسُرْعَةِ رَجْعَتِهِمْ ، فَقَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَقْرَبَ مِنْهُ مَغْزًى وَأَكْثَرَ غَنِيمَةً وَأَوْشَكَ رَجْعَةً فَقَالَ : مَنْ تَوَضَّأَ ثُمَّ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لِسَبْحَةِ الضُّحَى فَهُوَ أَقْرَبُ مَغْزًى وَأَكْثَرُ غَنِيمَةً وَأَوْشَكُ رَجْعَةً
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mengutus pasukan perang kemudian pasukan itu mendapatkan harta ghanimah dan pulang cepat. Maka para Sahabat banyak yang membicarakan tentang pasukan tersebut yang tujuannya dekat, rampasan perangnya banyak, dan cepat kembali. Maka Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Maukah kalian aku tunjukkan kepada yang lebih dekat tempat perangnya, lebih banyak harta rampasan perang, dan lebih cepat kembali? Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang berwudhu kemudian berangkat ke masjid untuk melakukan sholat Dhuha maka itulah yang lebih dekat tempat perangnya, lebih banyak harta rampasan perangnya dan lebih cepat kepulangannya (H.R Ahmad, atThobarony, dinyatakan sanadnya jayyid oleh al-Bushiry dan al-Mundziri serta dinyatakan hasan shohih oleh al-Albany).
Dalil poin yang ketujuh:
عَنْ أَبي الدَّرْدَاء رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ صَلَّى الضُّحَى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِيْنَ وَمَنْ صَلَّى أَرْبَعًا كُتِبَ مِنَ الْعَابِدِيْنَ وَمَنْ صَلَّى سِتًّا كُفِيَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَمَنْ صَلَّى ثَمَانِيًا كَتَبَهُ اللهُ مِنَ الْقَانِتِيْنَ وَمَنْ صَلَّى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَة بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
Dari Abud Darda’ radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang sholat Dhuha dua rokaat, tidak tercatat sebagai orang yang lalai. Barangsiapa yang sholat Dhuha 4 rokaat, tercatat sebagai orang yang ahli ibadah. Barangsiapa yang sholat 6 rokaat, akan dicukupi hari itu. Barangsiapa yang sholat 8 rokaat, Allah catat sebagai orang yang banyak taat. Barangsiapa yang sholat 12 rokaat Allah bangunkan baginya rumah di Surga… (H.R atThobarony, Abu Nuaim dalam Ma’rifatus Shohaabah, al-Baihaqy, dinyatakan para perawinya terpercaya oleh al-Mundziri)
Catatan: Hadits ini dilemahkan Syaikh al-Albany, namun dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul dalam bentuk pendalilannya dalam kitab Bughyatul Mutathowwi’ fii Sholaatit Tathowwu’.
Salah satu perawi dalam hadits tersebut riwayat atThobarony yaitu Musa bin Ya’qub diperselisihkan oleh para Ulama. Dia dinilai tsiqoh (terpercaya) oleh Yahya bin Main dan Ibnu Hibban, namun dilemahkan oleh Ibnul Madini. (Majmauz Zawaaid lil Haytsami). Namun hadits ini diriwayatkan dari beberapa jalur periwayatan yang diharapkan bisa sampai pada derajat hasan. Wallaahu A’lam.
Contoh Kedua Hadits Matruk
Ada sebuah hadits dalam kitab Ihya’ Ulumudiin tentang anjuran berziarah ke kubur orangtua setiap hari Jumat akan menyebabkan diampuni dosa orangtua tersebut dan anak itu akan tercatat sebagai anak yang berbakti. Namun, hadits itu dilemahkan oleh sebagian Ulama Syafiiyyah, yaitu al-Imam al-Iraqiy rahimahullah.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh atThobaroniy:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ النُّعْمَانِ بْنِ شِبْلٍ قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ النُّعْمَانِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَمِّ أَبِي، عَنْ يَحْيَى بْنِ الْعَلَاءِ الرَّازِيِّ، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ أَبِي أُمَيَّةَ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ زَارَ قَبْرَ أَبَوَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا فِي كُلِّ جُمُعَةٍ غُفِرَ لَهُ، وَكُتِبَ بَرًّا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muhammad bin anNu’man bin Syibl ia berkata: telah menceritakan kepadaku ayahku ia berkata: telah menceritakan kepada kau Muhammad bin anNu’maan bin Abdirrahman, paman ayahku, dari Yahya bin al-‘Alaa’ arRooziy dari Abdul Karim bin Abi Umayyah dari Mujahid dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang berziarah ke kubur kedua orangtuanya atau salah satu dari orangtuanya pada setiap Jumat, akan diampuni untuknya, dan dia akan tercatat sebagai anak yang berbakti (H.R atThobaroniy dalam al-Mu’jamul Awsath)
Al-Imam al-Iraqiy rahimahullah menyatakan:
أَخْرَجَهُ الطَّبَرَانِي فِي الصَّغِيْرِ وَالْأَوْسَطِ مِنْ حَدِيْثِ أَبِي هُرَيْرَةَ وَابْنُ أَبِي الدُّنْيَا فِي الْقُبُوْرِ مِنْ رِوَايَةِ مُحَمَّدِ بْنِ النُّعْمَانِ يَرْفَعُهُ وَهُوَ مُعْضَلٌ وَمُحَمَّدُ بْنُ النُّعْمَان مَجْهُوْلٌ وَشَيْخُهُ عِنْدَ الطَّبَرَانِي يَحْيَى بْنُ الْعَلَاءِ الْبَجَلِي مَتْرُوْكٌ
(Hadits itu) diriwayatkan oleh atThobaroniy dalam as-Shoghir dan al-Awsath dari hadits Abu Hurairah dan Ibnu Abid Dunyaa dalam “al-Qubuur” dari riwayat Muhammad bin anNu’man secara marfu’, dan hadits itu mu’dhol. Muhammad bin anNu’maan majhul (tidak dikenal) sedangkan syaikhnya berdasarkan riwayat atThobaroniy adalah Yahya bin al-Alaa’ al-Bajaliy adalah matruk (ditinggalkan periwayatannya, pent) (al-Mughniy ‘an Hamlil Asfaar (2/1228)).
Contoh Ketiga Hadits Matruk
atThobaroniy meriwayatkan hadits:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ قَالَ: نا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ نَافِعٍ دَرَخْتَ قَالَ: نا عَلِيُّ بْنُ ثَابِتٍ، عَنِ الْوَازِعِ بْنِ نَافِعٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ نِسْبَةً، وَإِنَّ نِسْبَةَ اللَّهِ: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Nafi’ Darakhta ia berkata: telah menceritakan kepada kami Ali bin Tsabit dari al-Waazi’ bin Naafi’ dari Abu Salamah dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Setiap segala sesuatu ada penisbatannya, dan sesungguhnya penisbatan untk Allah adalah Qul Huwallaahu Ahad (H.R atThobaroniy dalam al-Mu’jamul Awsath)
al-Haytsamiy rahimahullah menyatakan:
رَوَاهُ الطَّبَرَانِي فِي الْأَوْسَطِ وَفِيْهِ الْوَازِعِ بْنِ نَافِعٍ وَهُوَ مَتْرُوْكٌ
(Hadits itu) dirwayatkan oleh atThobaroniy dalam al-Awsath di dalamnya terdapat perawi al-Waazi’ bin Naafi’ yang matruk (Majmauz Zawaaid (7/306))
Syaikh al-Albaniy rahimahullah menilai hadits itu dhaif jiddan dalam Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah wal Mawdhu’ah no 3192.
Oleh:
Abu Utsman Kharisman