Bab Ke-20: Peringatan Keras Dari Nabi Bagi Orang-Orang yang Beribadah Kepada Allah di Sisi Kuburan Orang Sholih (Bagian Keenam)
SERIAL KAJIAN KITABUT TAUHID (Bag ke-73)
Bagaimana dengan Kuburan Nabi di Masjid Nabawi?
Para Ulama menjelaskan bahwa adanya kuburan Nabi di areal Masjid Nabawi tidak masuk kategori menjadikan kuburan sebagai masjid karena beberapa argumen berikut:
1. Awalnya kuburan Nabi tidaklah berada di areal masjid tapi beliau dikuburkan di tempat beliau meninggal, yaitu di kamar Aisyah (samping masjid). Hal itu karena kekhususan Nabi adalah dikuburkan di tempat meninggalnya. Sedangkan Nabi meninggal di kamar Aisyah. Maka beliaupun dikuburkan di kamar Aisyah.
Ketika Abu Bakr maupun Umar meninggal dan dikuburkan di samping kuburan Nabi, itu pun masih di luar areal masjid Nabawi.
Tapi setelah beberapa masa kemudian saat mayoritas Sahabat Nabi sudah tidak di Madinah, dan pemimpin Madinah pada waktu itu yaitu al-Waliid bin Abdil Malik akan memperluas wilayah Masjid Nabawi, beliau melakukan perluasan ke arah kamar Aisyah yang di dalamnya terdapat kuburan Nabi. Sebenarnya kebijakan itu tidak disetujui para Ulama yang masih hidup. Saat itu, mayoritas Sahabat Nabi tidak berada di Madinah. Sebagian sudah meninggal dunia dan sebagian lagi tidak mengetahui hal itu karena berada di luar Madinah.
Bahkan, setelah diketahuinya kebijakan tersebut Said bin al-Musayyib, seorang Ulama dari kalangan Tabiin, menentangnya dengan keras.
2. Meskipun makam Nabi dikelilingi oleh wilayah masjid, namun tetap secara wilayah makam Nabi terpisah dengan masjid Nabawi, karena dibatasi oleh 3 lapis dinding dan keadaan kamar Aisyah tidak mengalami perubahan. Di antara keduanya terpisah dengan 3 lapis dinding: dinding kamar Aisyah, dinding segilima, dan dinding besi. Karena itu wilayah makam Nabi adalah wilayah yang tersendiri dari wilayah masjid.
Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah menyatakan:
فَأَجَابَ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ دُعَاءَهُ……وَأَحَاطَهُ بِثَلاَثَةِ الْجُدْرَانِ
Maka Rabb semesta alam pun mengabulkan doa beliau….(Kuburan beliau) terlapisi dengan 3 dinding
(al-Qoshidah anNuuniyyah (1/252))
Untuk memperkuat pemahaman beda wilayah antara masjid Nabawi dengan kubur Nabi itu, maka kita ambil contoh kasus tanah yang berdekatan. Misalnya, ada deretan tanah yang masing-masing awalnya memiliki pemilik yang berbeda-beda. Ada 5 tanah yang berdampingan, awalnya milik si A,B,C,D, dan E. Milik C berada di tengah, sebelah baratnya adalah milik A, sebelah timurnya adalah milik D, sebelah utaranya adalah milik B, dan sebelah selatan adalah milik E. Masing-masing kepemilikan tanah ada batas sendiri-sendiri. Suatu ketika, masing-masing pemilik tanah kecuali si C menjual tanahnya pada si A. Sehingga si A memiliki tanah yang wilayahnya menutup tanah si C. Di dalam wilayah tanah si A terdapat tanah si C. Kepemilikan wilayah si A menjadi semakin luas dari asalnya.
Apakah kita mengatakan bahwa tanah milik si C pada hakikatnya adalah milik si A karena berada di dalam wilayahnya? Kita katakan: Tidak. Wilayah si C adalah milik si C, bukan milik si A meski keberadaannya dikelilingi oleh tanah si A. Karena masing-masing ada batas kepemilikan yang jelas.
Demikian juga dengan masjid Nabawi dan kubur Nabi. Meski kubur Nabi dilingkupi batas-batasnya dengan wilayah masjid, namun wilayah kubur bukanlah wilayah masjid. Jika seandainya seseorang berada di dalam kubur Nabi, kemudian dia sholat di sana –seandainya bisa- maka itu tidak terhitung sholat tahiyyatul masjid, atau tidak terhitung mendapatkan keutamaan sholat di masjid Nabawi, karena dilakukan bukan di dalam masjid tapi di wilayah kuburan.
3. Kekhususan masjid Nabawi, di antaranya:
Pertama, pahala 1000 kali dibandingkan sholat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram.
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
Sholat di masjidku ini lebih baik dari seribu sholat di selainnya, kecuali Masjidil Haram
(H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Kedua, tidak bolehnya syaddurrihal (menyengaja safar untuk ibadah khusus) kecuali ke tiga masjid, salah satunya ke Masjid Nabawi.
لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
Janganlah meneguhkan perjalanan kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Rasul shollallahu alaihi wasallam dan masjid al-Aqsha
(H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Ketiga, antara rumah dengan mimbar beliau adalah raudhah (taman) Surga.
مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ
Antara rumah dan mimbarku adalah raudhah (taman) di antara taman-taman Surga
(H.R al-Bukhari dan Muslim)
Karena kekhususan ini, maka tidaklah sama masjid Nabawi dengan masjid yang lain. Jika pada masjid yang lain terdapat kubur, para Ulama berbeda pendapat, sebagian menyatakan makruh sholat di dalamnya sebagian lagi menyatakan tidak sah. Sedangkan untuk masjid Nabawi tetap berlaku keutamaan-keutamaan di atas. Itupun jika dianggap bahwa kuburan Nabi berada di dalam masjid Nabawi. Padahal yang lebih tepat kuburan Nabi adalah wilayah tersendiri, dan masjid Nabawi adalah wilayah tersendiri. Sebagaimana dijelaskan pada poin ke-2 di atas. Sehingga tidak dikatakan bahwa kuburan Nabi adalah di dalam wilayah masjid.
Ditulis oleh:
Abu Utsman Kharisman