Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Tidak Luput Berdzikir Atau Bersholawat Saat Duduk Atau Berbaring

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةً فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ

Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- dari Nabi shollallahu alaihi wasallam beliau bersabda: “Tidaklah suatu kaum duduk (di suatu majelis), (kemudian) tidak berdzikir mengingat Allah dan tidak bersholawat untuk Nabi mereka kecuali hal itu akan menjadi penyesalan. Jika Allah kehendaki Allah mengadzab mereka, jika Allah kehendaki, Allah ampuni mereka
(H.R atTirmidzi, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)

Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menyatakan:

“Tercapai dzikir (mengingat) Allah Azza Wa Jalla di majelis-majelis dalam berbagai bentuk gambaran. Seperti jika seseorang berbicara dengan beberapa orang lain di suatu majelis tentang salah satu ayat Allah Azza Wa Jalla. Hal itu termasuk mengingat Allah. Misalkan ia berkata: Kita sekarang dalam cuaca yang hangat bagaikan berada dalam musim semi. Ini termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Karena kita berada di musim dingin. Dalam kondisi yang semestinya paling dingin di musim dingin, namun seakan-akan kita di musim panas. Ini termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Misalkan pula ia berkata: Kalau seandainya seluruh makhluk berkumpul untuk mematikan cuaca ini di hari-hari ini yang semestinya dingin, (namun terasa hangat, pent), niscaya mereka tidak akan mampu.

Atau ungkapan semakna dengan itu. Atau misalkan ia menyebutkan keadaan Nabi shollallahu alaihi wasallam. Kemudian ia berkata: Nabi –semoga sholawat dan salam tercurah kepada beliau – adalah manusia yang paling takut dan bertakwa kepada Allah. Sehingga ia menyebut tentang beliau –semoga sholawat dan salam tercurah kepada beliau-. Kemudian ia bersholawat untuk beliau. Dan para hadirin jika menyimak hal itu akan mendapatkan pahala seperti itu juga.

Demikianlah (contoh) berdzikir mengingat Allah Azza Wa Jalla dan bersholawat untuk Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Jika Allah kehendaki, apabila ia duduk ia mengucapkan (dzikir): Masyaallah Laa Quwwata Illaa Billaah Laa Ilaaha Illallah (Semua terjadi atas kehendak Allah. Tidak ada kekuatan kecuali atas pertolongan Allah. Tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah). Atau dzikir semacam itu. Intinya, seorang yang berakal mampu untuk mengetahui bagaimana berdzikir (mengingat) Allah dan bersholawat untuk Nabi –semoga sholawat dan keselamatan dari Allah tercurah untuk beliau dan keluarga/pengikut beliau- di majelis ini. Termasuk juga jika selesai bermajelis dan hendak berdiri, ia mengucapkan:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

SUBHANAKALLAAHUMMA WA BIHAMDIKA ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLAA ANTA ASTAGHFIRUKA WA ATUUBU ILAYK (Maha Suci Engkau Ya Allah, aku memuji-Mu. Aku bersaksi tidak ada sembahan yang benar kecuali Engkau. Aku memohon ampunan dan bertobat kepada-Mu)

…Ini juga menunjukkan bahwa semestinya bagi seseorang manusia janganlah melewatkan kesempatan saat duduk atau berbaring kecuali mengingat Allah. Hingga termasuk ke dalam golongan yang disebut oleh Allah:

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِم

Yaitu orang-orang yang mengingat Allah saat berdiri, duduk, dan berbaring (Q.S Ali Imran ayat 191)

(Syarh Riyadhis Sholihin (1/944)).


Baca Juga:


Dalam riwayat hadits yang lain disebutkan dzikir saja. Karena sholawat untuk Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah bagian dari dzikir. Al-Mubarokfuri menjelaskan bahwa penyebutan sholawat setelah dzikir itu adalah penyebutan khusus setelah penyebutan umum (Tuhfatul Ahwadzi (9/227)).

Riwayat hadits yang menunjukkan keharusan berdzikir saat duduk atau berbaring:

مَنْ قَعَدَ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرِ اللَّهَ فِيهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللَّهِ تِرَةٌ وَمَنِ اضْطَجَعَ مَضْجَعًا لَا يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللَّهِ تِرَةٌ

Barang siapa yang duduk di suatu tempat duduk, tidak mengingat Allah di tempat itu, maka akan menjadi ‘tiroh’ (kekurangan/ penyesalan), dan barangsiapa yang berbaring di suatu pembaringan tidak mengingat Allah padanya, akan menjadi ‘tiroh’ baginya (H.R Abu Dawud, dishahihkan oleh al-Hakim, disepakati keshahihannya oleh adz-Dzahaby)

 

Dikutip dari:
Naskah buku “Mari Bersholawat Sesuai Tuntunan Nabi (Mengupas Seluk Beluk Sholawat dalam Tinjauan Syariat)”, Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan