Nabi Adalah Manusia yang Paling Berjasa
Ajaran Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam adalah ajaran yang menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat. Karena itulah beliau manusia yang paling berjasa bagi kita.
Para Sahabat Anshar radhiyallaahu anhum mengakui begitu besar kebaikan Allah dan Rasul-Nya. Mereka menangis dan merasa sangat tidak sebanding antara perbuatan baik yang telah mereka lakukan dibandingkan jasa baik Nabi shollallahu alaihi wasallam kepada mereka.
Pada perang Hunain di tahun ke-8 Hijriyah, Nabi shollallahu alaihi wasallam memberikan bagian harta rampasan perang yang sangat banyak kepada masing-masing orang yang dulunya pembesar Quraisy saat musyrik. Para pembesar Quraisy yang dulunya musuh Islam itu diberi bagian yang banyak. Sedangkan kaum Anshar tidak mendapat bagian sama sekali.
Ada lebih dari 40 orang mantan musuh Islam itu diberi bagian sangat banyak (Fathul Baari Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Hajar).
Sebagian mereka mendapatkan 100 unta per orang. Sebagian lagi ada yang mendapat 50 unta per orang (disarikan dari Kasyful Musykil min Hadiitsis Shohihayn karya Ibnul Jauziy (1/430)).
Pemberian Nabi shollallahu alaihi wasallam kepada sebagian pihak dalam jumlah banyak itu untuk melunakkan hati mereka dan mengokohkan keislaman mereka. Hal itu adalah bagian dari as-siyasah asy-syar’iyyah yang beliau lakukan.
لَمَّا كَانَ يَوْمُ حُنَيْنٍ آثَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُنَاسًا فِي الْقِسْمَةِ فَأَعْطَى الْأَقْرَعَ بْنَ حَابِسٍ مِائَةً مِنْ الْإِبِلِ وَأَعْطَى عُيَيْنَةَ مِثْلَ ذَلِكَ وَأَعْطَى أُنَاسًا مِنْ أَشْرَافِ الْعَرَبِ فَآثَرَهُمْ يَوْمَئِذٍ فِي الْقِسْمَة
Pada perang Hunain, Nabi shollallahu alaihi wasallam melebihkan pemberian kepada sekelompok orang. Beliau memberikan 100 unta kepada al-Aqra’ bin Haabis. Begitu pula kepada Uyainah. Beliau juga memberikan kepada sekelompok orang dari para pembesar Arab. Beliau melebihkan pemberian untuk mereka
(H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud)
Dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa seorang pemimpin berhak untuk memberikan suatu pemberian yang dipandangnya akan menghasilkan maslahat bagi Islam, meski pemberian itu lebih banyak dibandingkan yang lain (disarikan dari Syarh Riyadhis Sholihin karya Syaikh Ibn Utsaimin (1/47)).
Baca juga: Apakah Nabi Muhammad Sebagai Perantara Doa?
Di lain pihak, Nabi shollallahu alaihi wasallam tidak memberi bagian kepada kaum Anshar. Bukan karena Nabi tidak mencintai mereka. Justru Nabi sangat mencintai mereka. Akan tetapi Nabi tidak mengkhawatirkan keimanan mereka. Kalau orang-orang yang lemah imannya, kadangkala masih perlu penunjang harta untuk mengokohkan keimanannya (disarikan dari Syarh Umdatil Ahkam Syaikh Sholih al-Fauzan (1/657)).
Ada sebagian pihak yang berkomentar miring terhadap pemberian Nabi shollallahu alaihi wasallam tersebut. Di antaranya adalah Dzul Khuwaishiroh seorang munafik yang menganggap pemberian itu bukanlah pemberian yang ikhlas karena mengharap wajah Allah. Nabi pun bersabar terhadap ucapan menyakitkan itu dan mengingatkan bahwa Nabi Musa disakiti dengan hal yang lebih dari itu namun beliau bersabar (hadits Ibnu Mas’ud riwayat al-Bukhari).
Ada pula sebagian orang dari Anshar yang menyatakan:
يُعْطِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَنَائِمَنَا نَاسًا تَقْطُرُ سُيُوفُهُمْ مِنْ دِمَائِنَا أَوْ تَقْطُرُ سُيُوفُنَا مِنْ دِمَائِهِمْ
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam memberikan harta-harta rampasan perang kita kepada orang-orang yang pedang mereka pernah meneteskan darah-darah kita atau pedang-pedang kita pernah meneteskan darah-darah mereka
(H.R Ahmad)
Itu ucapan dari sebagian pihak yang masih sangat belia. Ilmu belum menghunjam kuat. Para Sahabat Anshar yang senior tidak ada yang mempermasalahkan kebijakan Nabi. Justru mereka meyakini bahwa segala kebijakan Nabi adalah yang terbaik.
Mendengar sebagian ucapan itu, kemudian Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mengumpulkan para Sahabat Anshar berkhotbah di hadapan mereka dengan sebelumnya memuji Allah Ta’ala. Beliau mengingatkan kebaikan-kebaikan yang telah dirasakan oleh kaum Anshar dengan sebab Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Beliau menyatakan:
أَلَمْ أَجِدْكُمْ ضُلَّالًا فَهَدَاكُمْ اللَّهُ بِي وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمْ اللَّهُ بِي وَمُتَفَرِّقِينَ فَجَمَعَكُمْ اللَّهُ بِي
Bukankah kalian aku dapati dalam keadaan sesat, kemudian Allah beri petunjuk kepada kalian dengan sebabku? Kalian dulunya kekurangan, kemudian Allah beri kecukupan kepada kalian dengan sebab aku? Dulu kalian bercerai berai, kemudian Allah persatukan kalian dengan sebab aku?
(H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Zaid bin Ashim)
Baca Juga: Apakah Nabi Kita Hidup Kaya Atau Miskin?
Nabi memberi kesempatan kepada kaum Anshar untuk menjawab. Mungkin saja mereka akan membalas ucapan beliau itu dengan menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka terhadap Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Beliau bersabda:
أَفَلَا تَقُولُونَ جِئْتَنَا خَائِفًا فَآمَنَّاكَ وَطَرِيدًا فَآوَيْنَاكَ وَمَخْذُولًا فَنَصَرْنَاكَ
Tidakkah kalian mengatakan: Anda datang kepada kami dalam keadaan ketakutan, kemudian kami pun memberikan keamanan pada anda. Anda terusir, kami berikan naungan kepada anda. Anda terabaikan, kami menolong anda. (Tidakkah kalian mengatakan demikian)?
(H.R Ahmad dari Anas)
Namun, kaum Anshar sangat menyadari bahwa kebaikan-kebaikan dan jasa-jasa Nabi shollallahu alaihi wasallam kepada mereka jauh lebih besar. Tidak ada bandingannya dengan pertolongan dan bantuan yang mereka berikan kepada Nabi. Karena itu, setiap kali Nabi menyebut kebaikan beliau kepada kaum Anshar, kaum Anshar tersebut menyatakan:
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمَنُّ
Allah dan Rasul-Nya yang paling besar kebaikan/jasanya
(H.R al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, mereka menyatakan:
بَلْ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى الْمَنُّ بِهِ عَلَيْنَا وَلِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Justru Allah Tabaroka wa Ta’ala telah memberi anugerah kepada kami demikian juga Rasulullah shollallahu alaihi wasallam sangat berjasa kepada kami
(H.R Ahmad)
Kemudian Nabi shollallahu alaihi wasallam menyebutkan keutamaan-keutamaan Sahabat Anshar radhiyallahu anhum:
أَلاَ تَرْضَوْنَ أَنْ يَذْهَبَ النَّاسُ بِالشَّاءِ وَالإِبِلِ وَتَذْهَبُونَ بِرَسُولِ اللَّهِ إِلَى رِحَالِكُمُ الأَنْصَارُ شِعَارٌ وَالنَّاسُ دِثَارٌ وَلَوْلاَ الْهِجْرَةُ لَكُنْتُ امْرَأً مِنَ الأَنْصَارِ وَلَوْ سَلَكَ النَّاسُ وَادِيًا وَشِعْبًا لَسَلَكْتُ وَادِىَ الأَنْصَارِ وَشِعْبَهُمْ
Tidakkah kalian ridha jika manusia kembali dengan membawa kambing dan unta sedangkan kalian pulang dengan Rasulullah ke rumah-rumah kalian. Al-Anshar adalah “syi’aar” (pakaian yang bersentuhan langsung dengan kulit) sedangkan manusia (lainnya) adalah ditsaar (pakaian pelapis). Kalaulah tidak karena hijrah, niscaya aku termasuk dari kalangan Anshar. Kalau seandainya manusia menempuh suatu lembah dan bukit niscaya aku akan menempuh lembah dan bukit Anshar.
(H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Zaid)
Salah satu pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa tersebut adalah bahwa manusia yang paling berjasa dalam hidup kita adalah Rasulullah Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Suatu ungkapan semakna itu dari para Sahabat Anshar yang tidak diingkari oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Nabi shollallahu alaihi wasallam sangat berjasa kepada kita. Kita tidak akan mampu membalas jasa beliau secara sepadan. Bimbingan dari Nabi adalah jika kita diberi kebaikan oleh seseorang, hendaknya membalasnya pula dengan kebaikan. Kalau kita tidak mampu membalasnya, setidaknya kita mendoakan kebaikan kepada orang yang berjasa tersebut.
…وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ…
…Dan barang siapa yang berbuat kebaikan kepada kalian, balaslah kebaikan itu secara sepadan. Kalau kalian tidak mendapat hal yang bisa membalasnya secara sepadan, doakanlah dia…
(H.R Abu Dawud)
Bersholawat kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah bagian dari mendoakan kebaikan untuk Nabi. Meskipun kita menyadari bahwa kita tidak mungkin bisa membalas kebaikan Nabi shollallahu alaihi wasallam kepada kita.
Bersholawat kepada Nabi adalah bagian dari ibadah yang Allah perintahkan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam hadits-hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Bersyukurnya kita kepada Allah akan diutusnya Nabi terbaik seharusnya membuat kita bersemangat untuk mempelajari sunnah-sunnah beliau yang shahihah, untuk kemudian kita amalkan dan dakwahkan sesuai kemampuan.
Dikutip dari:
Draft naskah buku “Mari Bersholawat Sesuai Tuntunan Nabi” (Mengupas Seluk Beluk Sholawat dalam Tinjauan Syariat)
Penulis buku:
Abu Utsman Kharisman