Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Saudaraku kaum muslimin, rahimakumullah…

Diutusnya Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam adalah anugerah yang tak ternilai. Kenikmatan terbesar adalah ketika kita mendapat bimbingan dan arahan menuju jalan kebenaran.

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِين

Sungguh Allah telah menganugerahkan kepada orang-orang beriman, ketika Dia mengutus di tengah-tengah mereka seorang Rasul dari jenis mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah. Dalam keadaan mereka sebelumnya berada dalam kesesatan yang nyata.
(Q.S Ali Imran ayat 164)

Pada kajian kita kali ini, kita akan mengkaji permasalahan yang sangat mendasar dalam Islam, yaitu makna Laa Ilaaha Illallah. Itu adalah inti dakwah Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam, bahkan dakwah dari seluruh para Rasul yang diutus Allah ke muka bumi.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasul pun sebelummu kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada sembahan yang benar kecuali Aku, maka beribadahlah (hanya kepada)-Ku.
(Q.S al-Anbiyaa’ ayat 25)

Semua Rasul dakwahnya adalah kepada Laa Ilaaha Illallah. Meskipun syariat mereka berbeda-beda dan karakter masyarakat yang didakwahi juga berbeda-beda. Masing-masing Rasul menghadapi masyarakat dengan pola kemaksiatan yang berbeda-beda. Misalkan, kaum Nabi Luth kerusakannya adalah karena nafsu homoseksual. Kaum Nabi Syuaib suka curang dalam mengurangi timbangan dalam jual beli.

Namun, pembenahan utama untuk segala masalah sosial itu adalah sama, yaitu pembenahan akidah dan tauhid dulu sebelum yang lain.

Semua Rasul dakwahnya mengajak umatnya untuk beribadah hanya kepada Allah semata. Meninggalkan semua persembahan ibadah kepada selain Allah Ta’ala.

Di dalam ayat yang lain, Allah Azza Wa Jalla berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Dan sungguh Kami telah mengutus seorang Rasul pada setiap umat, untuk (mendakwahkan) agar mereka beribadah (hanya kepada) Allah dan menjauhi Thoghut…
(Q.S anNahl ayat 36)


Baca juga: Makna Tauhid Adalah Menyembah Hanya Kepada Allah dan Meninggalkan Sesembahan Selain Allah (Bagian Ke-5)


Ayat ini menjelaskan bahwa inti dakwah seluruh Rasul adalah sama, yaitu mengajak umatnya beribadah hanya kepada Allah Ta’ala dan menjauhi Thoghut.

Apakah Thoghut itu?

Thoghut berasal dari kata Thogho yang artinya melampaui batas. Al-Imam Ibnul Qoyyim mendefinisikan Thoghut adalah: Segala sesuatu yang diperlakukan melampaui batas dalam hal disembah, diikuti, atau ditaati.

Apabila ada seseorang yang menyembah (beribadah) kepada selain Allah, maka ia telah menyembah Thoghut. Karena yang berhak disembah hanya Allah Ta’ala saja. Beribadah kepada selain Allah adalah perbuatan melampaui batas.

Manusia boleh diikuti dalam hal-hal yang sesuai batasan syariat Allah. Apabila ada seseorang yang memaksa pengikutnya untuk mengikuti dia apapun yang ia ucapkan, meski bertentangan dengan aturan Allah dan Rasul-Nya, maka ia adalah Thoghut. Mengikuti seseorang meski orang itu menyimpang dan salah, adalah perbuatan melampaui batas.

Pemimpin punya hak untuk ditaati. Orangtua punya hak untuk ditaati. Demikian juga suami harus ditaati istrinya. Namun, semua ketaatan kepada makhluk itu dibatasi oleh aturan syariat, yaitu selama bukan dalam hal bermaksiat kepada Allah Ta’ala.

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:

لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal bermaksiat kepada Allah Azza Wa Jalla.
(H.R Ahmad dari Ali bin Abi Tholib)

Kalau seseorang memaksa agar ia ditaati meski dalam hal yang bertentangan dengan agama Allah, maka ia adalah Thoghut. Berbeda dengan orang yang tidak paham bahwa sebenarnya itu dilarang Allah. Orang yang demikian ini perlu mendapat nasihat secara baik dan hikmah. Didoakan kebaikan untuknya. Bukannya langsung dijauhi.

Inti dakwah semua Rasul adalah sama. Mereka semua mengajak agar umatnya beribadah hanya kepada Allah dan menjauhi Thoghut. Orang bolehlah diikuti. Boleh ditaati. Namun ia diikuti selama tidak bermaksiat kepada Allah. Ia boleh ditaati, selama dalam hal yang ma’ruf. Bukan pelanggaran syariat.

Saudaraku sekalian yang semoga senantiasa dirahmati Allah…

Lalu apa makna Laa Ilaaha Illallah? Insyaallah kita akan membahas makna yang benar dan menunjukkan kesalahan pemahaman terhadapnya. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq dan pertolongan kepada kita.

Ada yang menerjemahkan Laa Ilaha Illallah adalah Tidak ada Tuhan selain Allah. Ini definisi yang masih kurang tepat. Belum mencukupi makna sesuai yang didakwahkan oleh para Rasul, termasuk Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam.

Jika yang dimaksud bahwa “Tidak ada Tuhan selain Allah” adalah Tidak ada Pencipta kecuali Allah, tidak ada yang mengatur seluruh alam semesta, tidak ada yang menghidupkan dan mematikan seluruh makhluk kecuali Allah, ini keyakinan yang belum mencukupi. Belum sesuai dengan dakwah para Nabi dan Rasul.

Karena kaum musyrikin Quraisy yang didakwahi oleh Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam itu juga meyakini bahwa Allah Ta’ala adalah yang menciptakan mereka dan yang menciptakan langit dan bumi. Allah Azza Wa Jalla berfirman:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

Dan jika engkau (wahai Muhammad) bertanya kepada mereka: Siapakah yang menciptakan mereka, sungguh dan pasti mereka akan menjawab: Allah. Lalu bagaimana mereka bisa dipalingkan?
(Q.S az-Zukhruf ayat 87)

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

Dan jika engkau (wahai Muhammad) bertanya kepada mereka: Siapakah yang menciptakan langit dan bumi, sungguh dan pasti mereka akan menjawab: Allah. Katakanlah: Segala puji Allah. Namun kebanyakan mereka tidak mengetahui.
(Q.S Luqman ayat 25)

Lebih rinci lagi Allah Ta’ala menjelaskan keyakinan orang-orang musyrikin tersebut:

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

Katakanlah: Siapakah yang memberikan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang memiliki pendengaran dan penglihatan, siapakah yang mengeluarkan kehidupan dari kematian, dan mengeluarkan kematian dari kehidupan? Siapakah pula yang mengatur segala urusan? Sungguh mereka akan berkata: Allah. Maka katakanlah: Lalu mengapa kalian tidak mau bertakwa?
(Q.S Yunus ayat 31)

Mungkin sebelum ini ada di antara kita yang menganggap bahwa orang-orang musyrikin Quraisy semisal Abu Jahl, Abu Lahab, dan yang menghalangi dakwah Nabi adalah orang-orang yang sama sekali tidak mengenal Allah? Menyembah patung sebagai tujuan utama?

Anggapan itu tidak benar. Justru mereka mengenal Allah dan mengagungkan Allah. Tidak sedikit ucapan mereka yang bersumpah dengan mengatakan: WALLAAHI (Demi Allah), yang dikutip dalam kitab-kitab Sirah (Sejarah). Mereka masih mengikuti sisa-sisa ajaran Nabi Ibrahim alaihissalam. Namun, bukan ajaran yang murni dari ajaran Nabi Ibrahim. Sudah banyak yang menyimpang.

Karena itu, mereka mengagungkan Ka’bah. Jika ada seorang yang berlindung di Ka’bah padahal itu adalah pembunuh ayahnya, mereka tidak berani membalas dendam di tempat suci itu karena mereka mengagungkan rumah Allah. Mereka menunggu sampai orang itu keluar dari area sekitar Ka’bah.

Mereka pun melakukan ibadah haji. Sebagaimana ajaran Nabi Ibrahim. Mereka mengucapkan talbiyah dalam hajinya. Namun, talbiyah mereka ada tambahan kalimat dari yang seharusnya.

Hal itu disebutkan dalam hadits berikut ini:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما قَالَ: كَانَ الْمُشْرِكُونَ يَقُولُونَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ. قَالَ: فَيَقُولُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «وَيْلَكُمْ قَدْ قَدْ». فَيَقُولُونَ إِلاَّ شَرِيكًا هُوَ لَكَ تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ. يَقُولُونَ هَذَا وَهُمْ يَطُوفُونَ بِالْبَيْت
Dari Ibnu Abbas –semoga Allah meridhai keduanya- ia berkata: Dahulu orang-orang musyrik berkata: Labbaika laa syariika laka (Aku memenuhi panggilanMu. Tidak ada sekutu bagiMu) – kemudian Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Celaka kalian. Cukuplah sampai di situ ucapannya. Tetapi mereka berkata (melanjutkan dengan): Illa syariikan huwa laka tamlikuhu wamaa malak (kecuali sekutu yang Engkau miliki. Engkau memilikinya dan sekutu itu tidak memiliki apapun). Mereka mengucapkan hal ini saat thowaf di Baitullah.
(H.R Muslim)

Mengapa orang-orang musyrik itu menyembah patung? Apakah memang patung itu sebagai tujuan utama persembahan ibadah mereka? Jawabannya adalah tidak.

Mereka menganggap patung itu adalah perwujudan dari orang-orang sholih atau ruh-ruh tertentu yang mereka agungkan. Sebagaimana hal itu dijelaskan oleh Sahabat Nabi Ibnu Abbas dalam Shahih al-Bukhari.

Mereka menganggap bahwa dengan menyembah patung itu akan membuat diri mereka semakin dekat kepada Allah, karena dianggap Allah meridhai perbuatan tersebut. Allah Ta’ala mengisahkan ucapan mereka dalam al-Quran:

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى

…dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai pelindung, (mereka berkata): kami tidaklah menyembah mereka (berhala dan patung-patung itu) melainkan agar mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya…
(Q.S az-Zumar ayat 3)

Jadi, kaum musyrikin Quraisy itu mereka mengenal dan mengagungkan Allah. Mereka yakin bahwa Allah Pencipta, Penguasa, dan Pengatur hidup dan mati mereka. Namun mereka tidak mau mempersembahkan ibadah hanya kepada Allah. Karena mereka mendapat ajaran dari nenek moyang mereka bahwa ibadah itu memakai perantara lewat berhala-berhala itu, tidak langsung kepada Allah. Itulah tradisi yang telah mereka dapatkan secara turun temurun, sejak Amr bin Luhay membawa tradisi kesyirikan ke jazirah Arab dari Syam.

Nabi shollallahu alaihi wasallam mengajak mereka untuk berdoa dan beribadah hanya kepada Allah secara langsung. Karena Allah Ta’ala tidak rela untuk disekutukan dalam persembahan ibadah dengan apapun dan siapapun. Nabi shollallahu alaihi wasallam juga selalu mengarahkan mereka untuk kembali kepada ajaran yang asli dan benar dari Nabi Ibrahim alaihissalam.


Baca juga: Makna Dua Kalimat Syahadat


Kembali kepada pembahasan makna Laa Ilaaha Illallah…

Makna Laa Ilaaha Illallah yang benar adalah: tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah. Hal itu semakna dengan ucapan dakwah Nabi Nuh yang diabadikan dalam al-Quran:

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ (25) أَنْ لَا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ…

Dan sungguh Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (agar ia menyampaikan): Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang jelas bagi kalian. Hendaknya kalian tidaklah beribadah kecuali kepada Allah…
(Q.S Huud ayat 25-26)

Makna Laa Ilaaha Illallah adalah sebagaimana potongan kalimat dzikir setelah shalat 5 waktu yang diajarkan Nabi shollallahu alaihi wasallam:

…لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاه…

…tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah, dan kami tidaklah beribadah kecuali hanya kepada-Nya…
(H.R Muslim dari Abdullah bin az-Zubair)

Kalau kita mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, konsekuensinya adalah: kita persembahkan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah. Tidak dipersembahkan kepada selain-Nya. Kita hanya berdoa kepada Allah. Segala bentuk ibadah yaitu shalat, zakat, puasa, ataupun ibadah hati seperti tawakkal, takut yang bernilai ibadah, berharap, bertobat, atau persembahan penyembelihan untuk pengagungan, semuanya diserahkan hanya untuk Allah Azza Wa Jalla semata. Apapun ibadah itu, hanyalah hak Allah saja.

Tidak sempurna tauhid kita, hingga kita meninggalkan segala macam bentuk kesyirikan. Karena itu, penting bagi kita mengetahui apa saja bentuk-bentuk kesyirikan untuk dijauhi dan ditinggalkan.

Pembahasan akan bahaya kesyirikan bukanlah sesuatu yang hal diabaikan atau ditinggalkan. Justru sangat penting sebagai bahan introspeksi kita.

Bukan untuk memvonis orang lain sebagai musyrik secara brutal dan serampangan. Namun sebagai nasihat bagi diri kita dan segenap kaum muslimin. Sebagai bahan berbenah, agar kita bisa mempersembahkan ibadah yang terbaik hanya untuk Allah Ta’ala.

 

Ditulis oleh:
Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan