Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Pengakuan Akan Sebab Fisik (Kauni) Fenomena Alam Bukan Alasan Mengabaikan Sebab Syar’inya

Allah dengan keluasan Hikmah-Nya menjadikan 2 sebab pada suatu kejadian atau peristiwa. Sebab yang pertama bersifat alamiah disebut sebab kauni (alami). Seperti terbakarnya material kering ketika dimasukkan ke dalam api, membekunya air pada suhu 0° celcius, terjadinya gerhana karena posisi garis edar matahari dan bulan yang sejajar, dan lainnya.

Di balik itu ada pula sebab yang bersifat pengajaran agar diperoleh manfaat secara agama dan konsekwensinya di akhirat kelak, disebut sebab syar’i. Seperti tujuan diciptakannya jin dan manusia agar kita hidup beribadah kepada Allah, diujinya muslim dengan musibah sebabnya agar dia bersabar sehingga diampuni dosanya. Begitu pula ditakutinya hamba-hamba Allah terhadap-Nya dengan munculnya sekian kejadian alam, dan semisal itu.

Bertepatannya sebab syar’i dan kauni bisa terjadi dengan kehendak Allah, bukan sesuatu yang tidak mungkin, justru itu lumrah dan biasa terjadi, dan menguatkan bahwa kehendak dan kekuasaan Al Khaliq bersifat mutlak mencakup seluruh perkara dari segala seginya.


Artikel Bermanfaat Lainnya: Terjemah Khotbah Sholat Gerhana Syaikh Ibn Utsaimin


Ibnu Rojab Al Hanbali rahimahullah menjelaskan:

ﻭﻗﺪ ﺃﺟﺮﻯ اﻟﻠﻪ اﻟﻌﺎﺩﺓ ﺑﻤﺠﻲء اﻟﻤﻄﺮ ﻋﻨﺪ ﻃﻠﻮﻉ ﻛﻞ ﻣﻨﺰﻝ ﻣﻨﻬﺎ، ﻛﻤﺎ ﺃﺟﺮﻯ اﻟﻌﺎﺩﺓ ﺑﻤﺠﻲء اﻟﺤﺮ ﻓﻲ اﻟﺼﻴﻒ، ﻭاﻟﺒﺮﺩ ﻓﻲ اﻟﺸﺘﺎء
ﻓﺈﺿﺎﻓﺔ ﻧﺰﻭﻝ اﻟﻐﻴﺚ ﺇﻟﻰ اﻷﻧﻮاء، ﺇﻥ اﻋﺘﻘﺪ ﺃﻥ اﻷﻧﻮاء ﻫﻲ اﻟﻔﺎﻋﻠﺔ ﻟﺬﻟﻚ، اﻟﻤﺪﺑﺮﺓ ﻟﻪ ﺩﻭﻥ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ، ﻓﻘﺪ ﻛﻔﺮ ﺑﺎﻟﻠﻪ، ﻭﺃﺷﺮﻙ ﺑﻪ ﻛﻔﺮا ﻳﻨﻘﻠﻪ ﻋﻦ ﻣﻠﺔ اﻹﺳﻼﻡ، ﻭﻳﺼﻴﺮ ﺑﺬﻟﻚ ﻣﺮﺗﺪا، ﺣﻜﻤﻪ ﺣﻜﻢ اﻟﻤﺮﺗﺪﻳﻦ ﻋﻦ اﻹﺳﻼﻡ، ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻗﺒﻞ ﺫﻟﻚ ﻣﺴﻠﻤﺎ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻌﺘﻘﺪ ﺫﻟﻚ، ﻓﻈﺎﻫﺮ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻛﻔﺮ ﻧﻌﻤﺔ اﻟﻠﻪ

“Dan telah berlangsung kebiasaan alamiah sesuai kehendak Allah tentang turunnya hujan (pada musimnya) yang bertepatan dengan tanda rasi tertentu setiap periodisasinya. Sebagaimana Allah menjadikan berlangsungnya kebiasaan alamiah dengan munculnya hawa panas di musim panas dan hawa dingin di musim dingin.

Sehingga menyandarkan turunnya hujan pada rasi bintang (perlu dirinci). Apabila seseorang meyakini bahwa bintang-bintang itulah yang mewujudkan keadaan itu, yang mampu mengaturnya tanpa kekuasaan Allah ‘Azza wa Jalla, berarti dia telah kafir kepada Allah dan melakukan kesyirikan dengan kesyirikan yang dapat mengeluarkannya dari agama Islam, sehingga dia menjadi murtad. Dia dihukumi sebagaimana orang-orang yang murtad dari Islam, apabila sebelumnya dia adalah seorang muslim.

Jika tidak sampai meyakini seperti (batas) itu, makna tekstual hadits menunjukkan bahwa orang itu bersikap kufur terhadap nikmat Allah (tidak sampai kafir).”

(Fathul Bari libni Rojab 9/260)


Artikel bermanfaat lainnya: Tangisan Nabi di Sebagian Waktu Malam Hingga Subuh


Ibnu Daqiqil ‘Ied rahimahullah menjelaskan:

ربما يعتقد بعضهم أن الذي يذكره أهل الحساب ينافي قوله ” يخوف الله بهما عباده ” لأن لله أفعالا على حسب العادة، وأفعالا خارجة عن ذلك، وقدرته حاكمة على كل سبب، فله أن يقتطع ما يشاء من الأسباب والمسببات بعضها عن بعض. وإذا ثبت ذلك فالعلماء بالله لقوة اعتقادهم في عموم قدرته على خرق العادة وأنه يفعل ما يشاء إذا وقع شيء غريب حدث عندهم الخوف لقوة ذلك الاعتقاد، وذلك لا يمنع أن يكون هناك أسباب تجري عليها العادة إلى أن يشاء الله خرقها. وحاصله أن الذي يذكره أهل الحساب حقا في نفس الأمر لا ينافي كون ذلك مخوفا لعباد الله تعالى

Bisa saja sebagian pihak ada yang mengira bahwa yang disebutkan dalam teori para ahli hisab bertentangan dengan kandungan sabda beliau shollallahu alaihi wasallam:

يُخَوِّفُ اللهُ بِهِمَا عِبَادَهُ

“Dengan kedua (gerhana) itu Allah hendak menjadikan para hamba-Nya takut kepada-Nya.”

Karena memang (sah-sah saja) bagi Allah melakukan perbuatan-perbuatan yang berkesesuaian dengan kebiasaan, sementara perbuatan-perbuatan lainnya bisa keluar dari kebiasaan yang terjadi tersebut.

Sedangkan kekuasaan Allah dan hikmah-Nya terdapat pada semua jenis sebab. Dialah yang secara mutlak dapat menentukan sesuai kehendak-Nya antara suatu sebab dengan penyebab-penyebabnya satu sama lainnya.

Apabila telah jelas yang demikian itu, maka para ulamalah yang benar-benar mengenal Allah karena begitu kuatnya keyakinan mereka terhadap cakupan umum kekuasaan Allah pada kejadian yang di luar kebiasaan, dan bahwa Dialah Yang Maha Berbuat sekehendak-Nya. Apabila terjadi suatu kejadian yang tidak lazim, tentu akan menimbulkan rasa takut, karena demikian kuatnya keyakinan itu.

Yang demikian itu tidaklah mencegah adanya sebab-sebab yang berlangsung sesuai kebiasaannya sampai Allah kehendaki keluar dari kebiasaan tersebut.

Jadi konsekwensinya, pengetahuan yang disebutkan oleh para ahli hisab (astronom) dapat sesuai kebenaran dari sudut pandang bidang pengetahuan itu, tidaklah menolak (tujuan syari) bahwa hal itu merupakan kejadian yang menakutkan bagi hamba-hamba Allah.

(Fathul Bari 2/537)


Artikel Bermanfaat Lainnya: Terjemah At-Tafsir Al-Muyassar Surah Ar-Rahmaan Ayat 10 – 20


Syaikh Muhammad ibnu Sholih Al Utsaimin mendukung penjelasan ini dengan paparan beliau rahimahullah:

أما السبب الطبيعي فهو معلوم عند علماء الفلك يعرفونه بالساعة والدقيقة، والليل والنهار، لكن هذا لا يعنينا كثيراً، والذي يعنينا كثيراً ويهمنا هو الذي لا يعلم إلا عن طريق الوحي وهو السبب الشرعي

“Adapun penyebab secara fisik, hal itu telah dimengerti oleh para ahli astronomi. Mereka mengetahui hingga takaran jam bahkan menitnya. Termasuk apakah diprediksi terjadi di malam ataupun siang hari. Hanya saja tentu hal ini bukanlah perkara yang perlu memperoleh perhatian penting. Yang semestinya kita prioritaskan lebih dan pentingkan adalah sisi yang tidak mungkin diketahui kecuali melalui jalur wahyu, yaitu penyebab terjadinya secara syar’i.”

Semoga kita dijadikan sebagai hamba-hamba Allah yang pandai mengambil pelajaran dan bersikap hikmah dalam berpikir, berucap dan bertindak.

 

Penulis:
Abu Abdirrohman Sofian

Tinggalkan Balasan