Kam 12 Syawal 1446AH 10-4-2025AD

Bab Ke-22: Upaya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam Dalam Menjaga Tauhid dan Menutup Jalan Menuju Kesyirikan (Bagian Pertama)

KAJIAN KITABUT TAUHID (Bag ke-78)


Pendahuluan

Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam sangat penyayang kepada umatnya. Segala hal kebaikan yang menyampaikan seseorang kepada Jannah (Surga) telah beliau jelaskan. Demikian juga segala macam keburukan yang bisa mengantarkan seseorang kepada anNaar (Neraka) telah pula beliau jelaskan. Beliau adalah penyampai risalah yang amanah.

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ : تَرَكَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ إِلَّا وَهُوَ يَذْكُرُنَا مِنْهُ عِلْمًا قَالَ فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلَّا وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ

Dari Abu Dzar radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam meninggalkan kita (dalam keadaan) tidaklah seekor burung mengepakkan sayapnya di udara kecuali beliau menjelaskan ilmunya. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Tidaklah tertinggal sesuatu yang mendekatkan kepada Jannah dan menjauhkan dari anNaar kecuali telah dijelaskan kepada kalian
(H.R atThobaroniy dalam al-Mu’jamul Kabiir, dishahihkan al-Albaniy dalam Silsilah as-Shahihah)

Telah kita ketahui bahwa Tauhid adalah ketaatan yang tertinggi, sedangkan kesyirikan adalah perbuatan dosa yang terbesar yang tidak diampuni. Jika dalam hal-hal yang kecil terkait syariat saja tidak luput dari bimbingan Nabi shollallahu alaihi wasallam, maka terlebih lagi dalam hal kesyirikan, beliau sangat menjaga agar umat tidak terjatuh ke dalamnya.

Beliau sangat tegas untuk urusan kesyirikan. Bahkan, jalan-jalan yang menuju pada kesyirikanpun berusaha beliau tutup. Beliau peringatkan umat dari segala hal yang akan mengarah pada kesyirikan.

Beberapa bab sebelum ini telah menunjukkan contoh demikian kuat penjagaan Rasul dan ketegasan beliau untuk menghindarkan umat dari kesyirikan. Namun, meski demikian kuatnya perhatian dan penjagaan yang dilakukan Nabi tersebut, atas takdir Allah tetap saja terjadi kesyirikan-kesyirikan. Allah menakdirkan hal itu terjadi sesuai hikmah yang diketahui-Nya.  

Pada saat perjalanan hendak menuju perang Hunain, saat ada Sahabat yang baru masuk Islam minta dibuatkan pohon sebagai Dzatu Anwaath (tempat menggantungkan pedang) agar bisa bertabarruk dengannya, Nabi menegur dengan keras dan memperingatkannya karena hal itu adalah kesyirikan. Sebagaimana hadits Abu Waqid al-Laitsy riwayat atTirmidzi.

Saat 5 malam sebelum meninggal dunia, dalam kondisi sakit parah Nabi memperingatkan umatnya agar tidak mengikuti perbuatan Yahudi dan Nashara yang menjadikan kuburan Nabi dan orang-orang sholihnya sebagai masjid.

Nabi shollallahu alaihi wasallam juga telah berdoa kepada Allah agar jangan sampai kuburan beliau menjadi berhala (watsan) yang disembah selain Allah. Sebagaimana telah dikemukakan haditsnya pada bab sebelum ini.

Pernah pula datang utusan menghadap Rasul dengan memuji – muji beliau yang Rasul menegurnya, dan beliau tidak ingin dipuji dan didudukkan pada kedudukan yang lebih dari kedudukan beliau yang seharusnya. Beliau mengkhawatirkan kesyirikan bagi umatnya. Beliau tidak ingin dijadikan sekutu bagi Allah. Kisah ini disebutkan dalam hadits:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا مُحَمَّدُ يَا خَيْرَنَا وَابْنَ خَيْرِنَا وَيَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا فَقَالَ قُوْلُوْا بِقَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَهْوِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ أَنَا مُحَمَّدٌ عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ مَا أُحِبُّ أَنْ تَرْفَعُوْنِيْ فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِيْ أَنَزَلَنِيَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ

Dari Sahabat Anas, beliau berkata: Seseorang datang berkata di hadapan Nabi: Wahai Muhammad, wahai yang terbaik di antara kami, wahai putra dari yang terbaik di antara kami, wahai sayyid kami, wahai putra dari sayyid kami. (Mendengar hal itu Rasul berkata): ’Kalian telah mengucapkan dengan ucapan kalian, jangan sampai syaitan menggiring kalian. Aku adalah Muhammad hamba dan utusan Allah, aku tidak suka jika kalian mengangkatku melebihi kedudukanku yang memang Allah tempatkan aku pada kedudukan itu’
(Hadits shohih diriwayatkan oleh Ahmad dan AnNasaa’i) 

Rasulullah benar-benar sangat khawatir umatnya menjadikan beliau sebagai tandingan atau sekutu bagi Allah. Beliau sangat mengkhawatirkan umatnya terjerumus pada kesyirikan. Pernah beliau menegur dengan keras ketika seseorang mengatakan ucapan yang mungkin sering dianggap remeh oleh sebagian besar manusia. Ada orang yang mengatakan: Ini adalah sesuai dengan kehendak Allah dan kehendakmu. Mendengar ucapan itu Nabi marah dan mengatakan: Apakah engkau menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah?!

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا شَاءَ اللهُ وَشِئْتَ فَقَالَ أَجَعَلْتَنِيْ ِللهِ نِدًّا قُلْ مَا شَاءَ اللهُ وَحْدَهُ

Dari Ibnu Abbas beliau berkata: Seorang laki-laki berkata pada Rasulullah: Sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan yang engkau kehendaki. Rasul berkata: ‘Apakah engkau akan menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah !!!’ Cukup katakan: ‘Sesuai dengan apa yang Allah kehendaki saja!’
(H.R Ibnu Mardawaih dan diriwayatkan pula oleh AnNasaa’i dan Ibnu Majah dari hadits Isa bin Yunus dari al-‘Ajlah, disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya)

Pernah ada seorang berkhutbah di sisi Nabi, dan orang itu menyebut Nabi bergandengan dengan penyebutan Allah dalam kata ganti untuk dua pihak. Nabi marah dan mengatakan bahwa orang itu seburuk-buruk khotib. Nabi sangat tidak rela disejajarkan dengan Allah dalam khutbah, karena beliau hanyalah hamba Allah. Mestinya penyebutan beliau dengan Allah tidak digandengkan dalam satu kata ganti, tapi mestinya dipisah untuk menunjukkan ketidaksepadanan. Hal itu tidak boleh dalam konteks penyampaian khutbah yang bisa memperjelas dan menjabarkan kalimat-kalimat yang diucapkan.

عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ أَنَّ رَجُلًا خَطَبَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ رَشَدَ وَمَنْ يَعْصِهِمَا فَقَدْ غَوَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِئْسَ الْخَطِيبُ أَنْتَ قُلْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ

dari Adi bin Hatim –radhiyallahu anhu- bahwa seorang laki-laki berkhutbah di sisi Nabi shollallahu alaihi wasallam kemudian dia berkata: Barangsiapa yang mentaati Allah dan RasulNya maka ia sungguh mendapat petunjuk. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepada keduanya maka ia telah sesat. Maka Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Seburuk-buruk khotib adalah engkau! Ucapkanlah: barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah dan RasulNya
(H.R Muslim)

Semua itu adalah dalil yang menunjukkan begitu perhatian dan bersungguh-sungguhnya Nabi shollallahu alaihi wasallam dalam menjaga kemurnian tauhid dan memperingatkan umat dari bahaya kesyirikan serta jalan-jalan yang mengarah pada kesyirikan.

Pada bab ini dalam serial kajian Kitabut Tauhid berikutnya, insyaallah akan dikemukakan juga hadits lain yang juga dikemukakan oleh muallif, Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab –semoga Allah merahmati beliau-.

 

Ditulis oleh:
Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan