Jum 2 Jumadil awal 1447AH 24-10-2025AD

Begitu Besarnya Kecintaan Para Sahabat Terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wassalam (Bagian ke-1)

a person riding a surfboard on top of a wave

Tholhah bin Ubaidillah dan Abu Dujanah Menjadi Tameng Hidup Bagi Rasul dalam Perang Uhud

عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ قَالَ رَأَيْتُ يَدَ طَلْحَةَ الَّتِي وَقَى بِهَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ شَلَّتْ

Dari Qoys bin Abi Haazim ia berkata: Aku melihat tangan Tholhah yang digunakan untuk melindungi Nabi shollallahu alaihi wasallam, menjadi lumpuh (H.R al-Bukhari)

Luka-luka di tubuh Tholhah mencapai lebih dari 30 titik. Nabi pun terluka. Gigi seri kanan bagian bawah beliau pecah. Demikian juga bibir bawah beliau terluka. Kepingan topi baja menancap di pipi beliau.

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى شَهِيدٍ يَمْشِي عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ

Barang siapa yang ingin melihat seorang yang syahid berjalan di atas permukaan bumi, silakan melihat kepada Tholhah bin Ubaidillah (H.R atTirmidzi dari Jabir, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)

وَتَرَّسَ دُونَ رَسُولِ اللَّه صلى اللَّه عليه وَسَلَّمَ أَبُو دُجَانَةَ بِنَفْسِهِ يَقَعُ النَّبْلُ فِي ظَهْرِهِ وهو منحني علي رسول اللَّه صلى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى كَثُرَتْ فِيهِ النَّبْلُ

Abu Dujanah menjadi tameng bagi Rasulullah shollallahu alaihi wasallam dengan menunduk untuk melindungi Nabi sehingga banyak anak panah menancap di punggungnya (riwayat al-Baihaqiy dalam Dalaailun Nubuwwah, dinukil dalam Minhajus Sunnah karya Ibnu Taimiyyah dan al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir)

Wanita yang Kehilangan Suami, Saudara Laki, dan Ayahnya dalam Perang Uhud

عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، قَالَ: مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةِ مِنْ بَنِي دِينَارٍ، وَقَدْ أُصِيبَ زَوْجُهَا وَأَخُوهَا وَأَبُوهَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأُحُدٍ، فَلَمَّا نُعُوا لَهَا، قَالَتْ: فَمَا فَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالُوا: خَيْرًا يَا أُمَّ فُلَانٍ، هُوَ بِحَمْدِ اللَّهِ كَمَا تُحِبِّينَ، قَالَتْ: أَرُونِيهِ حَتَّى أَنْظُرَ إلَيْهِ؟ قَالَ: فَأُشِيرَ لَهَا إلَيْهِ، حَتَّى إذَا رَأَتْهُ قَالَتْ: كُلُّ مُصِيبَةٍ بَعْدَكَ جَلَلٌ

Dari Saad bin Abi Waqqash ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melewati seorang wanita dari Bani Dinar suami, saudara laki-laki, dan ayahnya gugur dalam pertempuran Uhud bersama Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Ketika ia diberi kabar akan wafatnya orang-orang dekatnya itu, ia berkata: Bagaimana dengan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam? Para Sahabat berkata: Dalam kondisi baik, wahai Ummu Fulan, beliau alhamdulillah dalam keadaan sebagaimana yang engkau sukai. Wanita itu berkata: Tunjukkan kepadaku beliau agar aku bisa melihatnya. Maka ditunjukkanlah kepada Rasul hingga wanita itu bisa melihatnya. Wanita itu berkata: Semua musibah terasa ringan setelah melihat kondisi anda baik-baik saja (riwayat Ibnu Ishaq dalam Sirahnya)

Sahabat yang Sering Merasa Rindu dengan Rasul shollallahu alaihi wasallam

عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: «جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَاللَّهِ إِنَّكَ لَأَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي، وَإِنَّكَ لَأَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَهْلِي، وَأَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ وَلَدِي، وَإِنِّي لَأَكُونُ فِي الْبَيْتِ، فَأَذْكُرُكَ فَمَا أَصْبِرُ حَتَّى آتِيَكَ، فَأَنْظُرُ إِلَيْكَ، وَإِذَا ذَكَرْتُ مَوْتِي ومَوْتَكَ عَرَفْتُ أَنَّكَ إِذَا دَخَلْتَ الْجَنَّةَ رُفِعْتَ مَعَ النَّبِيِّينَ، وَإِنِّي إِذَا دَخَلْتُ الْجَنَّةَ خَشِيتُ أَنْ لَا أَرَاكَ. فَلَمْ يُرِدَّ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى نَزَّلَ جِبْرِيلُ بِهَذِهِ الْآيَةِ: {وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ} [النساء: 69] » الْآيَةَ

Dari Aisyah ia berkata: Seorang laki-laki datang menemui Nabi shollallahu alaihi wasallam dan berkata: Wahai Rasulullah, demi Allah, sesungguhnya anda benar-benar lebih saya cintai dibandingkan kecintaan saya terhadap diri saya sendiri. Anda benar-benar lebih saya cintai dibandingkan keluarga saya dan anak saya. Kalau saya berada di rumah, kemudian saya mengingat anda, saya tidak sabar ingin segera berjumpa anda agar saya bisa melihat anda. Namun, jika saya mengingat kematian saya dan kematian anda nanti, saya baru tersadar, bahwa jika anda nanti masuk surga dan diangkat bersama para Nabi, dan jika seandainya saya masuk surga, saya khawatir tidak bisa melihat anda. Nabi shollallahu alaihi wasallam tidak menjawabnya hingga Malaikat Jibril menurunkan ayat (yang artinya): Barang siapa yang menaati Allah dan Rasul, maka mereka akan bersama orang-orang yang Allah beri nikmat dari kalangan para Nabi, para shiddiqin…(Q.S anNisaa’ ayat 69)(H.R atThobaroniy dalam al-Mu’jamul Awsath, dishahihkan Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah as-Shahihah)

Dalam tafsir al-Baghowiy disebutkan bahwa Sahabat itu adalah Tsauban maula Rasul shollallahu alaihi wasallam.

Persaksian Urwah bin Mas’ud Saat Perjanjian Hudaibiyyah

ثُمَّ إِنَّ عُرْوَةَ جَعَلَ يَرْمُقُ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَيْنَيْهِ، قَالَ: فَوَاللَّهِ مَا تَنَخَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ، فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ، وَإِذَا أَمَرَهُمْ ابْتَدَرُوا أَمْرَهُ، وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ، وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ، وَمَا يُحِدُّونَ إِلَيْهِ النَّظَرَ تَعْظِيمًا لَهُ، فَرَجَعَ عُرْوَةُ إِلَى أَصْحَابِهِ، فَقَالَ: أَيْ قَوْمِ، وَاللَّهِ لَقَدْ وَفَدْتُ عَلَى المُلُوكِ، وَوَفَدْتُ عَلَى قَيْصَرَ، وَكِسْرَى، وَالنَّجَاشِيِّ، وَاللَّهِ إِنْ رَأَيْتُ مَلِكًا قَطُّ يُعَظِّمُهُ أَصْحَابُهُ مَا يُعَظِّمُ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَمَّدًا

Kemudian sesungguhnya Urwah (bin Mas’ud) memperhatikan para Sahabat Nabi shollallahu alaihi wasallam dengan kedua matanya. Ia berkata: Demi Allah, tidaklah Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mengeluarkan dahak, melainkan berusaha ditampung oleh tangan salah seorang dari mereka, kemudian diusapkan ke wajah dan kulitnya. Jika beliau memerintahkan sesuatu, mereka begitu bergegas melaksanakannya. Jika beliau berwudhu’, seakan-akan mereka bertarung berebut bekas wudhunya. Jika beliau berbicara, mereka merendahkan suara di dekat beliau. Tidak pernah menajamkan pandangan ke arah beliau karena begitu mengagungkan beliau. Kemudian Urwah kembali ke rekan-rekannya seraya berkata: Wahai kaum, demi Allah, aku pernah menemui para raja, aku pernah menjadi delegasi ke Qaishar, Kisraa, dan anNajasyi. Demi Allah, tidak pernah aku dapati ada suatu penguasa yang diagungkan sebagaimana para Sahabat Muhammad mengagungkan Muhammad shollallahu alaihi wasallam. (H.R al-Bukhari)

Persaksian Abu Sufyan yang Tidak Pernah Melihat Kecintaan Seseorang pada Orang Lain Sebagaimana Kecintaan Para Sahabat terhadap Rasul (Peristiwa yang Dialami Zaid bin ad-Datsinah)

فَقَالَ لَهُ أَبُو سُفْيَانَ حِينَ قَدِمَ لِيُقْتَلَ: نَشَدْتُكَ بِاللهِ يَا زَيْدُ، أَتُحِبُّ أَنَّ مُحَمَّدًا عِنْدَنَا الْآنَ بِمَكَانِكَ يُضْرَبُ عُنُقُهُ، وَأَنَّكَ فِي أَهْلِكَ؟ قَالَ: وَاللهِ مَا أُحِبُّ أَنْ مُحَمَّدًا الْآنَ فِي مَكَانِهِ الَّذِي هُوَ فِيهِ تُصِيبُهُ شَوْكَةٌ تُؤْذِيهِ وَأَنِّي جَالِسٌ فِي أَهْلِي، فَقَالَ أَبُو سُفْيَانَ: مَا رَأَيْتُ مِنَ النَّاسِ أَحَدًا يُحِبُّ أَحَدًا كَحُبِّ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَمَّدًا، ثُمَّ قَتَلَهُ نِسْطَاسٌ

Abu Sufyan berkata kepadanya ketika ia datang hendak dibunuh: Aku meminta kepadamu demi Allah wahai Zaid, apakah engkau suka seandainya Muhammad di sisi kami saat ini sebagai pengganti bagimu agar dipenggal kepalanya? Zaid bin ad-Datsinah berkata: Demi Allah, aku tidak suka jika seandainya (Nabi) Muhammad shollallahu alaihi wasallam saat ini berada di tempat beliau terkena duri yang menyakiti beliau sedangkan aku duduk tenang bersama keluargaku. Abu Sufyan pun berkata: Aku tidak pernah melihat seseorang yang mencintai orang lain sebagaimana cintanya para Sahabat Muhammad terhadap Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Kemudian Zaid (bin ad-Datsinah) dibunuh oleh Nisthos (riwayat Abu Nuaim dalam Ma’rifatus Shohaabah, dinukil oleh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah)


Oleh: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan