Kapankah Seorang Suami Boleh Memukul Istrinya?
Pertanyaan:
Bagaimana mengkompromikan firman Allah Ta’ala:
وَاضْرِبُوهُنَّ
…dan pukullah mereka (para istri)…(Q.S an-Nisa’ ayat 34)
dengan sabda Rasul shollallahu alaihi wasallam (yang artinya): “Bukanlah orang yang terbaik di antara kalian orang yang memukul istrinya”, atau kalimat semakna itu yang beliau sabdakan?
Jawaban Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah:
Keduanya tidaklah bertentangan. Rasul shollallahu alaihi wasallam memaksudkan agar seorang suami jangan terburu-buru memukul. Bukanlah termasuk sifat orang pilihan jika ia tergesa-gesa dalam menerapkan pukulan. Semestinya, pukulan adalah bentuk pengobatan yang terakhir. Pukulan adalah bentuk pengobatan yang terakhir. Sebelum itu diterapkan boikot, dan sebelumnya adalah pemberian nasihat.
Maka semestinya seorang suami tidaklah memukul, kecuali dalam kondisi darurat. Saat dibutuhkan saja. Ketika tidak bermanfaat metode yang lain.
Karena kadangkala pukulan pengaruhnya paling banyak. Bisa menyebabkan istri justru buruk akhlaknya dan menyebabkan suami bisa berpisah darinya. Kadangkala bisa membangkitkan amarah keluarganya juga.
Terutama di masa kita ini. Bisa menyebabkan problem yang banyak. Sehingga, semestinya seorang suami tidaklah tergesa-gesa. Jangan terburu-buru memukul, kecuali saat dibutuhkan dan dirasa aman dari akibat yang buruk.
Apabila pemukulan itu justru mengakibatkan sang istri ingin berpisah darinya atau justru membangkitkan amarah dari pihak keluarganya, atau menimbulkan problem yang lebih besar, hendaknya dihindari pemukulan itu.
Hendaknya suami bersabar ketika ada unsur keburukan akhlak. Hingga Allah menyegerakan (perbaikan) untuk istri itu melalui pemberian nasihat, mengingatkan, atau memboikot.
Seorang suami hendaknya bersikap bijaksana. Karena pemukulan bisa menghasilkan masalah yang banyak. Kadangkala menyebabkan hal yang tidak diinginkan. Padahal tujuannya adalah meluruskan agar sang istri kembali ke jalur yang benar setelah sebelumnya salah. Apabila pemukulan menyebabkan hasil yang menyelisihi itu, justru keburukannya bertambah, problemnya tambah banyak, tingkat masalahnya semakin memuncak, hendaknya ditinggalkan, jangan dilakukan (pemukulan).
Kesimpulannya, pemukulan adalah rukshah (keringanan yang diperbolehkan diterapkan, pen). Rabb kita (Allah) memberikan keringanan itu apabila dalam kondisi dibutuhkan setelah diterapkan penyampaian nasihat dan boikot. Bukanlah kondisi yang lebih utama ketika seorang tergesa-gesa menerapkannya, senang melakukannya, atau selalu menjadikannya sebagai metode meluruskan istri. Tidak demikian. Justru yang lebih utama adalah mengakhirkan hal itu dan jangan tergesa-gesa. Hal itu sebagai bentuk kompromi terhadap nash-nash dalil yang ada.
Sumber: Fatawa al-Jami’ al-Kabiir – atTafshiil fi Hukmi Dhorbiz Zawjah
Transkrip Fatwa dalam Bahasa Arab
السؤال
كيف الجمع بين قول الله تعالى: وَاضْرِبُوهُنَّ [النساء:34] وبين قول الرسول ﷺ: ليس من خياركم من يضرب زوجته أو كما قال؟
الجواب
لا منافاة؛ فإن الرسول ﷺ أراد بذلك أن لا يسارعوا بالضرب، وليس من الصفات الخيرة المسارعة إلى الضرب، بل الضرب آخر الطب، الضرب يكون هو آخر الطب، قبله الهجر، وقبله الوعظ
فينبغي للزوج أن لا يلجأ إلى الضرب إلا عند الضرورة، وعند الحاجة، وعند عدم جدوى الوسائل الأخرى؛ لأن الضرب قد يغيرها عليه أكثر، وقد يسيئ أخلاقها، ويسبب فراقها، ويثير أهلها أيضًا، ولاسيما في هذا العصر، الضرب في هذا العصر يسبب مشاكل كثيرة، فينبغي للزوج أن لا يعجل، وألا يسارع إلى الضرب إلا عند الحاجة، وأمن العاقبة، أمن العواقب السيئة
فإذا كان ضربها يفضي إلى فراقه لها، وإلى قيام أهلها عليه، وإلى حصول مشكلة كبرى؛ فينبغي تجنب الضرب، والصبر على ما قد يقع من سوء الأخلاق، حتى يعجل الله الحال بطرق العلاج الذي هو الوعظ، والتذكير، أو الهجر، فالزوج ينبغي أن يكون حكيمًا؛ لأن الضرب يترتب عليه مشاكل، وربما أفضى إلى غير المطلوب، والمراد به التعديل، والمراد به أن تراجع خطأها، فإذا كان الضرب يفضي إلى خلاف ذلك، وإلى مزيد السوء، وإلى مزيد المشاكل، وإلى تفاقم الأمور، فينبغي تركه، وعدم فعله
الحاصل: أن الضرب رخصة، رخص فيها ربنا للتأديب إذا دعت الحاجة إليه بعدما قدم عليه من الوعظ، والهجر، وليس من الأفضل أن يسارع إليه، أو يفرح به، أو يتخذه علاجًا دائمًا لا، بل الأفضل أن يؤخر، وأن لا يعجل؛ جمعًا بين النصوص
فتاوى الجامع الكبير – التفصيل في حكم ضرب الزوجة
Penerjemah: Abu Utsman Kharisman