Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Seorang anak yatim adalah anak belum mencapai balig yang ditinggal mati oleh ayah kandungnya. Apabila anak yang sebelumnya yatim telah balig, maka berakhirlah status yatimnya. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:

لَا يُتْمَ بَعْدَ احْتِلَامٍ

Tidak ada status yatim setelah balig (H.R Abu Dawud dari Ali bin Abi Tholib, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)

Terdapat larangan untuk bersikap zhalim terhadap anak yatim. Allah Azza Wa Jalla berfirman:

فَأَمَّا الْيَتِيمَ ‌فَلا ‌تَقْهَرْ

Adapun anak yatim, janganlah bersikap zhalim terhadapnya (Q.S ad-Dhuha ayat 9)

Al-Imam Ibnu Jarir atThobariy rahimahullah menafsirkan ayat ini dengan menyatakan:

فَلَا تَظْلِمْهُ، فَتَذْهَبْ بِحَقِّهِ، اسْتِضْعَافًا مِنْكَ لَه

Janganlah mendzhaliminya, kemudian engkau mengambil haknya, karena memandang dia lemah di hadapanmu (Jami’ul Bayaan an Ta’wili Aayil Quran 24/490)

Seseorang yang mengasuh dan berinteraksi dengan anak yatim hendaknya bersikap penyayang terhadap mereka. Qotadah –salah seorang tabi’i- menyatakan:

كُنْ لِلْيَتِيمِ كَالْأَبِ الرَّحِيمِ

Jadilah bagaikan ayah yang penyayang terhadap anak yatim (riwayat Ibnu Abid Dunya dalam anNafaqoh alal Iyaal, dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya)

Kadang saking berhati-hatinya bersikap terhadap anak yatim, seorang pengasuh atau pendidik menahan diri untuk tidak memukul anak yatim sama sekali. Meskipun sebenarnya anak yatim itu sudah bersikap melampaui batas.

Sesungguhnya memukul anak yatim dengan pukulan kasih sayang dalam rangka mendidik dan meluruskan mereka saat diperlukan, tidaklah mengapa. Karena hal itu juga dilakukan oleh Sahabat Nabi. Hal yang terlarang adalah memukul mereka dalam konteks menyakiti, mendzhalimi, merendahkan, menghinakan, atau berlebihan dalam memukulnya. Jangan sampai memukul wajah, mencederai, mematahkan tulang atau membuat cacat.

Aisyah radhiyallahu anha berkata:

إِنِّي لَأَضْرِبُ الْيَتِيمَ حَتَّى يَنْبَسِطَ

Sesungguhnya aku benar-benar memukul anak yatim hingga ia tidur telentang (karena menangis atau ngambek)(riwayat al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad)

Muhammad bin Sirin rahimahullah –seorang tabi’i- pernah memberikan arahan kepada Asma’ bin Ubaid yang mengasuh anak yatim:

اصْنَعْ بِهِ مَا تَصْنَعُ بِوَلَدِكَ؛ اضْرِبْهُ مَا تَضْرِبُ وَلَدَكَ

Bersikaplah kepadanya sebagaimana engkau bersikap terhadap anakmu. Pukullah dia sebagaimana engkau memukul anakmu (dalam rangka mendidiknya, pen)(riwayat al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad)

Maka pukulan terhadap anak yatim itu adalah pukulan kasih sayang. Sebagai bentuk pencegahan jangan sampai anak yatim itu tumbuh menjadi orang yang tidak terdidik dengan adab, merasa selalu benar hingga berbuat semaunya. Namun tentu hal itu hanyalah dilakukan saat benar-benar dibutuhkan. Hukum asal interaksi dengan anak yatim hendaknya didasari kelembutan.


Penulis: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan