Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Pria Muslim, Peliharalah Jenggotmu! (Bag. 1 Sebuah Pengantar Seputar Ciri Syar’i)

Sebuah Pengantar Seputar Ciri Syar’i (1)

Ciri khas yang membedakan masing-masing jenis makhluk merupakan bagian hikmah penciptaan dari Allah Ta’ala. Hikmah yang sepatutnya dikenali, disyukuri dan dipertahankan.

Islam telah mengajarkan pelestarian ciri masing-masing jenis sesuai fitrah sucinya. Pria tampilannya jelas dibedakan dari wanita. Sebagaimana juga muslim tak serupa dengan ciri dominan non muslim.

Bukan sikap arif apabila justru menggugat dan berupaya mengganti ciri-ciri pembeda itu dengan upaya penyeragaman dan menolak perbedaan fitrah dengan alasan persamaan hak dan kebebasan individu. Terlebih jika sampai ada yang mengolok-olok karunia Ilahi ini hanya karena gagal memahami aturan syar’i, sungguh keterlaluan dan sangat keji.

Padahal Al Khaliq Yang Maha Penyayang sekaligus Mahatahu perbedaan antara pria dan wanita, telah berfirman:

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنثَىٰ ۖ

“Sedangkan laki-laki tidaklah seperti perempuan.” (QS Ali Imron: 36)

Menjadi hikmah yang seharusnya dimaklumi tatkala kemudian sahabat Abdullah Ibnu Abbas radhyallahu anhuma menyatakan bahwa,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Nabi shallallahu alaihi wasallam melaknat para lelaki yang menyerupai perempuan, begitupula para wanita yang menyerupai orang-orang pria.” (HR Al Bukhori)

Dan Dialah Sang Maha Perkasa sekaligus Yang Mahaluas hikmah-Nya telah berfirman pula,

أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ

“Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?” (QS Shad: 28)

Sehingga pantaslah tatakala Nabi shallallahu alaihi wasallam mengingatkan ummatnya dengan sabda beliau,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka.” (HR Abu Dawud dengan sanad hasan shahih dengan riwayat lain yang menguatkan)

Al ‘Allamah Muhammad bin Isma’il Ash Shon’ani rahimahullah (w. 1182 H) menjelaskan,

ﻭﻣﻦ ﺷﻮاﻫﺪﻩ ﻣﺎ ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺑﻮ ﻳﻌﻠﻰ ﻣﺮﻓﻮﻋﺎ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ اﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮﺩ: ﻣَﻦْ ﺭَﺿِﻲَ ﻋَﻤَﻞَ ﻗَﻮﻡٍ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻨﻬُﻢ. ﻭاﻟﺤﺪﻳﺚ ﺩاﻝ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻣﻦ ﺗﺸﺒﻪ ﺑﺎﻟﻔﺴﺎﻕ ﻛﺎﻥ ﻣﻨﻬﻢ ﺃﻭ ﺑﺎﻟﻜﻔﺎﺭ ﺃﻭ ﺑﺎﻟﻤﺒﺘﺪﻋﺔ ﻓﻲ ﺃﻱ ﺷﻲء ﻣﻤﺎ ﻳﺨﺘﺼﻮﻥ ﺑﻪ ﻣﻦ ﻣﻠﺒﻮﺱ ﺃﻭ ﻣﺮﻛﻮﺏ ﺃﻭ ﻫﻴﺌﺔ

“Termasuk yang menjadi penguatnya yaitu riwayat yang dicantumkan Abu Ya’la secara marfu’ dari hadits Ibnu Mas’ud (radhiyallahu anhu),

ﻣَﻦْ ﺭَﺿِﻲَ ﻋَﻤَﻞَ ﻗَﻮﻡٍ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻨﻬُﻢ

‘Barang siapa yang ridha dengan perbuatan suatu kaum, berarti dia dikategorikan seperti mereka.’

Dan hadits ini menunjukkan bahwa orang yang menyerupai orang-orang fasiq dikelompokkan bersama mereka. Atau (yang menyerupai) orang-orang kafir, atau pelaku kebid’ahan dalam perkara apa saja yang menjadi kekhususan bagi kalangan tersebut, baik berupa pakaian, kendaraan atau bentuknya.”

(Subul As Salam 2/646-647)


Artikel lain yang semoga juga bermanfaat: Kasih Sayang Allah Dalam Pengaturan Interaksi Antara Laki-Laki dan Wanita


Para Nabi menjadi teladan dalam memelihara jenggot

Saudaraku, semoga Allah mengaruniakan fitrah suci kepada kita semua, sebagaimana dimaklumi, para Nabi dan Rasul alaihimushsholatu wassalam jelas manusia-manusia pilihan terbaik. Beliau-beliau alaihumussalam paling kukuh keimanannya, termasuk dalam menjalani ketetapan Allah maupun menerapkan aturan Rab semesta alam.

Allah pilih dari hamba-hambanya para lelaki sejati itu sebagai utusan-Nya, bukan dipilih dari kalangan wanita. Karena mereka semua adalah lelaki muslim, mereka alaihimussalam berjenggot dan membiarkan jenggotnya tumbuh baik dan terpelihara indah. Salah satu buktinya termaktub abadi dalam firman Allah ketika menghikayatkan satu cuplikan perjuangan dua Nabi mulia bersaudara, Nabi Musa dan Harun alaihimassalam. Nabi Harun pernah menjawab teguran Nabi Musa alaihimassalam,

   قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي ۖ إِنِّي خَشِيتُ أَن تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرقُب قَولِي

“(Nabi) Harun menjawab’ “Hai putera ibuku, janganlah kamu memegang jenggotku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): “Engkau telah membuat perpecahan pada Bani Israil dan engkau tidak memelihara amanatku”. (QS Thaha- 94)

Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah memberikan penekanan khusus tatkala menjelaskan tafsir ayat ini,

ﺗﻨﺒﻴﻪ

ﻫﺬﻩ اﻵﻳﺔ اﻟﻜﺮﻳﻤﺔ ﺑﻀﻤﻴﻤﺔ ﺁﻳﺔ «اﻷﻧﻌﺎﻡ» ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺗﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻟﺰﻭﻡ ﺇﻋﻔﺎء اﻟﻠﺤﻴﺔ، ﻓﻬﻲ ﺩﻟﻴﻞ ﻗﺮﺁﻧﻲ ﻋﻠﻰ ﺇﻋﻔﺎء اﻟﻠﺤﻴﺔ ﻭﻋﺪﻡ ﺣﻠﻘﻬﺎ. ﻭﺁﻳﺔ اﻷﻧﻌﺎﻡ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ ﻫﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: وَمِن ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَىٰ وَهَارُونَ

. ﺛﻢ ﺇﻧﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻗﺎﻝ ﺑﻌﺪ ﺃﻥ ﻋﺪ اﻷﻧﺒﻴﺎء اﻟﻜﺮاﻡ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﻳﻦ: أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ ۗ، ﻓﺪﻝ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻫﺎﺭﻭﻥ ﻣﻦ اﻷﻧﺒﻴﺎء اﻟﺬﻳﻦ ﺃﻣﺮ ﻧﺒﻴﻨﺎ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺑﺎﻻﻗﺘﺪاء ﺑﻬﻢ، ﻭﺃﻣﺮﻩ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺑﺬﻟﻚ ﺃﻣﺮ ﻟﻨﺎ

ﻷﻥ ﺃﻣﺮ اﻟﻘﺪﻭﺓ ﺃﻣﺮ ﻷﺗﺒﺎﻋﻪ ﻛﻤﺎ ﺑﻴﻨﺎ ﺇﻳﻀﺎﺣﻪ ﺑﺎﻷﺩﻟﺔ اﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﻓﻲ ﻫﺬا اﻟﻜﺘﺎﺏ اﻟﻤﺒﺎﺭﻙ ﻓﻲ ﺳﻮﺭﺓ «اﻟﻤﺎﺋﺪﺓ» ﻭﻗﺪ ﻗﺪﻣﻨﺎ ﻫﻨﺎﻙ: ﺃﻧﻪ ﺛﺒﺖ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ: ﺃﻥ ﻣﺠﺎﻫﺪا ﺳﺄﻝ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ: ﻣﻦ ﺃﻳﻦ ﺃﺧﺬﺕ اﻟﺴﺠﺪﺓ ﻓﻲ «ﺻ» ﻗﺎﻝ: ﺃﻭ ﻣﺎ ﺗﻘﺮﺃ وَمِن ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ، أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ ۗ، ﻓﺴﺠﺪﻫﺎ ﺩاﻭﺩ ﻓﺴﺠﺪﻫﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻓﺈﺫا ﻋﻠﻤﺖ ﺑﺬﻟﻚ ﺃﻥ ﻫﺎﺭﻭﻥ ﻣﻦ اﻷﻧﺒﻴﺎء اﻟﺬﻳﻦ ﺃﻣﺮ ﻧﺒﻴﻨﺎ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺑﺎﻻﻗﺘﺪاء ﺑﻬﻢ ﻓﻲ ﺳﻮﺭﺓ «اﻷﻧﻌﺎﻡ» ، ﻭﻋﻠﻤﺖ ﺃﻥ ﺃﻣﺮﻩ ﺃﻣﺮ ﻟﻨﺎ. ﻷﻥ ﻟﻨﺎ ﻓﻴﻪ اﻷﺳﻮﺓ اﻟﺤﺴﻨﺔ، ﻭﻋﻠﻤﺖ ﺃﻥ ﻫﺎﺭﻭﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﻮﻓﺮا ﺷﻌﺮ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﻗﻮﻟﻪ ﻷﺧﻴﻪ: ﻻ ﺗﺄﺧﺬ ﺑﻠﺤﻴﺘﻲ ﻷﻧﻪ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺣﺎﻟﻘﺎ ﻟﻤﺎ ﺃﺭاﺩ ﺃﺧﻮﻩ اﻷﺧﺬ ﺑﻟﺤﻴﺘﻪ ﺗﺒﻴﻦ ﻟﻚ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺑﺈﻳﻀﺎﺡ: ﺃﻥ ﺇﻋﻔﺎء اﻟﻠﺤﻴﺔ ﻣﻦ اﻟﺴﻤﺖ اﻟﺬﻱ ﺃﻣﺮﻧﺎ ﺑﻪ ﻓﻲ اﻟﻘﺮﺁﻥ اﻟﻌﻈﻴﻢ، ﻭﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﺳﻤﺖ اﻟﺮﺳﻞ اﻟﻜﺮاﻡ ﺻﻠﻮاﺕ اﻟﻠﻪ ﻭﺳﻼﻣﻪ ﻋﻠﻴﻬﻢ

“Perhatian.

Ayat yang Mulia ini beserta cakupan keterkaitannya dengan ayat (pada surah) Al An’am menunjukkan keharusan memanjangkan jenggot. Hal itu merupakan dalil qurani untuk memanjangkan jenggot dan tidak memangkasnya. Sedangkan ayat dalam surah Al An’am yang disebutkan yaitu Firman Allah Ta’ala:

وَمِن ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَىٰ وَهَارُونَ

‘dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun.’ (QS Al An’am: 84)

Kemudian sesungguhnya Dia Ta’ala setelah menyebutkan nama-nama para Nabi yang mulia tersebut selanjutnya berfirman,

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ ۗ

‘Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.’

Sehingga itu menunjukkan bahwa (Nabi) Harun merupakan salah seorang dari kalangan para Nabi yang telah Allah perintahkan Nabi kita shallallahu alaihi wasallam supaya meneladani mereka. Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau memerintahkan hal tersebut juga kepada kita. Sebab perintah untuk mecontoh sama dengan perintah untuk mengikutinya. Sebagaimana telah kami jelaskan secara gamblang dengan dalil Al Quran di Kitab Yang penuh keberkahan ini (tepatnya) pada surah Al Maidah.

Sungguh telah kami paparkan di sana, bahwa telah valid dalam shahih Al Bukhori; sesungguhnya Mujahid pernah bertanya kepada Ibnu Abbas (radhiyallahu anhuma): ‘Dari mana anda berdalil tentang sujud pada surah Shad?’ Beliau (radhiyallahu anhuma) menjawab, ‘Tidakkah engkau membaca,

وَمِن ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ

‘dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud…’

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ ۗ

‘… Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.’

Lalu (Nabi) Dawudpun bersujud, sehingga Rasulullah shalallahu alaihi wasallam juga (di kemudian hari) bersujud.

Maka jika anda telah mengetahui bahwa (Nabi) Harun merupakan bagian dari para Nabi yang Nabi kita shallallahu alaihi wasallam telah memerintahkan kita agar kita meneladani mereka pada surah Al An’am, tahulah anda bahwa perintah beliau juga bagi kita. Karena memang mereka harus menjadi teladan baik bagi kita. Sedangkan anda juga telah mengetahui bahwa (Nabi) Harun kondisi beliau rambut jenggotnya dibiarkan tumbuh. Dengan dalil ucapan beliau kepada saudaranya;

لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي

‘janganlah kamu memegang jenggotku’

Sebab, kalaulah seandainya beliau memangkas jenggotnya, tidak mungkin saudaranya menarik jenggot beliau. (Sehingga) menjadi jelas bagi anda secara gamblang bahwa membiarkan jenggot tumbuh merupakan ciri khas yang kita diperintahkan menerapkannya dalam Al Quran Yang Agung. Dan bahwa hal itu merupakan ciri para Nabi yang mulia, sholawatullahu wasalamuhu ‘alaihim.”

(Adhwa’ Al Bayan 4/92)

Selanjutnya, dari sunnah Nabi, yang juga berfungsi sebagai penafsir Al Quran, telah didapatkan sekian redaksi hadits yang menunjukkan bahwa memelihara jenggot bagi lelaki muslim merupakan ketentuan syariat.


Baca Juga: Apakah Memungkinkan Melihat Nabi Shallallahu alaihi wasallam Dalam Keadaan Terjaga?


Membiarkan jenggot tumbuh termasuk kesucian fitrah manusia

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda:

عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ : قَصُّ الشَّارِبِ، وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ، وَالسِّوَاكُ، وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ، وَقَصُّ الْأَظْفَارِ، وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ ، وَنَتْفُ الْإِبِطِ، وَحَلْقُ الْعَانَةِ، وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ

“10 hal bagian dari fitrah:

  1.  memangkas kumis
  2. membiarkan jenggot tumbuh panjang
  3. bersiwak
  4. menghirup air (ketika wudhu’) ke dalam rongga hidung
  5. memotong kuku
  6. membasuh tangan
  7. mencabut rambut ketiak
  8. mencukur habis rambut kemaluan
  9. istinja’ dengan air.”

قَالَ زَكَرِيَّاءُ : قَالَ مُصْعَبٌ : وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ، إِلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ

(Salah satu perawi) Zakariya’ mengatakan, Mush’ab berkata, “Aku terlupa tentang yang ke-10, bisa jadi yaitu berkumur-kumur (kala wudhu’).” (HR Muslim)

Perintah memanjangkan jenggot secara umum

Terdapat hadits-hadits shahih yang memerintahkan membiarkan jenggot lelaki muslim tumbuh panjang tanpa dikaitkan dengan alasan tertentu. Salah satunya riwayat dalari sahabat Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu anhuma beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda,

انْهَكُوا الشَّوَارِبَ، وَأَعْفُوا اللِّحَى

“Pangkaslah kumis-kumis kalian, dan panjangkanlah jenggot-jenggot kalian!” (HR Al Bukhori dan Muslim)


Baca Juga: Keberkahan Pada Penyelisihan Terhadap Ahli Kitab


Memanjangkan jenggot dalam rangka menyelisihi musyrikin dan Majusi

Secara khusus ada pula hadits-hadits yang menyebutkan alasan perintah membiarkan jenggot lelaki muslim dipanjangkan. Diantaranya riwayat hadits yang juga dari sahabat Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda,

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ، وَفِّرُوا اللِّحَى، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

“Bedakanlah diri kalian dari orang-orang musyrikin, panjangkanlah jenggot-jenggot kalian dan pendekkanlah kumis-kumis kalian!” (HR Al Bukhori)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu telah berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda,

جُزُّوا الشَّوَارِبَ، وَأَرْخُوا اللِّحَى، خَالِفُوا الْمَجُوسَ

“Cukurlah kumis-kumis kalian, dan biarkanlah jenggot-jenggot kalian memanjang. Selisihilah Majusi!” (HR Muslim)

Pada bagian berikutnya biidznillah akan kita bahas kesalahpahaman seputar hukum jenggot bagi pria muslim berikut pelurusannya.

 

Penulis: Abu Abdirrohman Sofian

Tinggalkan Balasan