Nabi Diutus Untuk Menyempurnakan Akhlak yang Mulia
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
Hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik (H.R Ahmad dari Abu Hurairah)
Akhlak mulia yang bersinergi dengan ketakwaan kepada Allah adalah yang terbanyak memasukkan seseorang ke dalam surga.
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اْلجَنَّةَ تَقْوَى اللهِ وَحُسْنُ اْلخُلُقِ
(Hal) yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang baik (H.R Ibnu Majah)
Sebelum diutusnya Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam, orang-orang Arab di masa Jahiliyyah sudah mengenal beberapa nilai dan norma yang mereka anggap sebagai akhlak mulia. Di antaranya adalah memuliakan tamu, kedermawanan, keberanian, kejujuran, menjaga amanah, menunaikan janji, berbuat baik pada tetangga, solidaritas dalam pertemanan dan kekerabatan, dan semisalnya.
Nabi shollallahu alaihi wasallam tidaklah menanamkan pondasi akhlak dari awal. Beliau datang untuk menyempurnakan akhlak yang sudah baik itu.
Kalau di masa dahulu, sebagian akhlak itu tidak terbimbing. Sehingga kadang menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan. Misalkan, kedermawanan yang melampaui batas, sehingga membuat keluarganya sendiri menjadi kekurangan. Atau, menetapi janji untuk siap membela saudaranya. Namun, saat saudaranya salah pun ia bela. Ada pula keberanian yang cenderung ngawur dan sembrono, tanpa melihat situasi dan keadaan.
Dalam bingkai syariat Islam, akhlak-akhlak mulia semakin bersinar, lebih besar manfaatnya, dan semakin terarah pada kebaikan.
Semakin seseorang sempurna imannya, akhlaknya akan semakin baik.
أَكْمَلُ اْلمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya (H.R Abu Dawud)
Islam menganjurkan akhlak mulia dan menganjurkan untuk berteman akrab dengan orang-orang yang berakhlak mulia.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan jadilah bersama orang-orang yang jujur (Q.S atTaubah ayat 119)
إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
Sesungguhnya permisalan teman duduk yang sholih dan teman duduk yang buruk adalah seperti seseorang yang membawa misk (sejenis minyak wangi) dan peniup api. Orang yang membawa misk, bisa jadi ia memberimu, atau engkau membeli darinya atau engkau mendapatkan bau yang wangi darinya. Sedangkan peniup api bisa jadi ia membakar pakaianmu (tanpa sengaja), atau engkau mendapatkan bau yang tidak sedap darinya (H.R al-Bukhari dan Muslim, lafadz sesuai riwayat Muslim)
Patokan sederhana dalam berakhlak mulia adalah bersikap kepada orang lain sebagaimana kita suka diperlakukan demikian. Jika kita suka orang berkata yang baik, lembut, dan menyenangkan kepada kita, maka kita pun bersikap demikian.
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ مِنَ الْخَيْرِ
Demi Allah yang jiwaku berada di TanganNya, tidaklah (sempurna) berimannya seseorang sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya sendiri berupa kebaikan (H.R anNasaai)
Bahkan, sikap demikian akan mengantarkan seseorang menuju surga. Dalam hadits, Nabi menyatakan kepada Yazid bin Asad:
أَتُحِبُّ الْجَنَّةَ قَالَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَأَحِبَّ لِأَخِيكَ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ
Apakah engkau senang (masuk) surga? Yazid menyatakan: Ya. Nabi bersabda: Maka cintailah untuk saudaramu sebagaimana engkau cinta (hal itu terjadi) kepada dirimu (H.R Ahmad, dishahihkan oleh alHakim dan disepakati oleh adz-Dzahaby)
Dalam hadits yang lain Nabi shollallahu alaihi wasallam menyatakan:
فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ
Barang siapa yang ingin dijauhkan dari an-naar (neraka) dan dimasukkan ke dalam jannah (surga) maka hendaknya datang kematiannya dalam keadaan ia beriman kepada Allah dan hari akhir dan hendaknya ia perlakukan manusia sebagaimana ia suka diperlakukan demikian (H.R Muslim)
Dikutip dari: buku “Islam Rahmatan Lil Alamin – Menebarkan Kasih Sayang dalam Bimbingan al-Quran dan Sunnah, Abu Utsman Kharisman