Definisi Bid’ah
Kita perlu mengetahui definisi bid’ah secara benar, untuk menghindarinya. Jangan sampai salah mengidentifikasi, sehingga sesuatu yang bukan bid’ah dianggap bid’ah, atau sesuatu yang bid’ah dianggap bukan bid’ah.
Bid’ah secara bahasa artinya adalah sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contoh sebelumnya. Dalam alQur’an ada penyebutan lafadz bid’ah secara bahasa tersebut, di antaranya:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Allahlah yang mengadakan langit dan bumi (tanpa contoh sebelumnya)
(Q.S alBaqoroh: 117)
Makna bid’ah secara istilah adalah:
Jalan yang ditempuh dalam Dien, yang diada-adakan, menandingi syariat, yang niat melaksanakannya adalah sebagaimana niat seseorang menjalankan syariat (al-I’tishom karya al-Imam asy-Syathiby).
Beberapa karakteristik sesuatu hal dikatakan sebagai bid’ah:
1) Telah menjadi sebuah ‘jalan’.
Bukan sesuatu hal yang sekedar ‘pernah’ dilakukan, tapi berulang-ulang dan menjadi kebiasaan, sehingga menjadi ‘jalan’.
2) Dalam urusan Dien (bukan duniawi).
Dalam urusan duniawi dipersilakan berinovasi seluas-luasnya selama tidak ada larangan dari alQur’an maupun Sunnah Rasul shollallaahu ‘alaihi wasallam.
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
Kalian lebih tahu tentang urusan duniawi kalian
(H.R Muslim)
Sehingga bukanlah masuk kategori bid’ah inovasi-inovasi duniawi untuk kemaslahatan manusia, seperti mobil, pesawat, handphone, dan semisalnya.
3) Diada-adakan, tidak ada dalilnya.
Tidak ada dalil shahih yang menjadi landasannya. Jika ada dalil, bisa berupa hadits lemah atau hadits palsu, atau ayat yang ditafsirkan tidak pada tempatnya.
4) Menandingi syariat
Tidaklah seseorang melakukan sesuatu bid’ah kecuali Sunnah yang semisalnya akan mati.
Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا أَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلَّا رُفِعَ مِثْلُهَا مِنَ السُّنَّةِ
Tidaklah suatu kaum melakukan suatu bid’ah, kecuali akan terangkat Sunnah yang semisal dengannya
(H.R Ahmad dari Ghudhaif bin al-Haarits, dan Ibnu Hajar menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (baik) dalam Fathul Baari (13/253))
Contoh: bacaan-bacaan setelah selesai sholat fardlu banyak disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih. Namun, ada seseorang yang karena merasa mendapatkan ijazah bacaan dari gurunya (meski tidak ada dalilnya dari hadits Nabi), selalu mengulang-ulang bacaan yang diajarkan tersebut setelah selesai sholat. Misalkan, membaca Laa Ilaaha Illallaah 333 kali, disertai keyakinan keutamaan-keutamaannya (memperlancar rezeki, kewibawaan, dsb).
Akibatnya, ia akan tersibukkan dengan amalan dari gurunya tersebut dan meninggalkan Sunnah Nabi yang sebenarnya.
5) Niat melakukannya adalah sebagaimana orang berniat dalam melakukan syariat (untuk mendekatkan diri kepada Allah).
Penjelasan ini disarikan dari Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Aalusy Syaikh ketika mensyarh hadits ini.
Baca Juga: Balasan Para Pembuat Kedustaan dan Pengsusung Kebid’ahan
Semua Bid’ah adalah Sesat
Semua bid’ah secara istilah, sebagaimana definisi di atas adalah sesat.
Sabda Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثاَتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Dan berhati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan karena setiap bid’ah adalah sesat
(H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah)
Dalam hadits Jabir dinyatakan bahwa Nabi sering mengulang-ulang ucapan semacam itu pada permulaan-permulaan khotbah beliau baik pada saat khotbah Jumat atau di waktu lain.
Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam sebagai Nabiyyur Rahmah, Nabi kasih sayang, begitu besar perhatian beliau pada umatnya, sehingga sering memperingatkan dari bahaya kebid’ahan. Menunjukkan begitu berbahayanya kebid’ahan bagi kaum muslimin. Maka melarang dari kebid’ahan adalah bagian dari penebaran kasih sayang. Sedangkan menebarkan kebid’ahan, pada hakikatnya adalah penghambat tersebarnya kasih sayang yang sebenarnya bagi umat Islam.
Baca Juga: Terhindar dari Kebid’ahan dan Paham yang Menyimpang Adalah Suatu Anugerah yang Sangat Besar
Ucapan para Sahabat Nabi tentang Bid’ah
Ibnu Mas’ud –semoga Allah meridlainya- berkata:
اتبَّعِوُا وَلاَ تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيْتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Ikutilah (Sunnah Nabi) janganlah melakukan bid’ah, karena sesungguhnya kalian telah dicukupi, dan seluruh bid’ah adalah sesat
(diriwayatkan oleh Abu Khoytsam dalam Kitabul Ilm dan Muhammad bin Nashr alMarwazy dalam as-Sunnah)الْإِقْتِصَادُ فِي السُّنَّةِ أَحْسَنُ مِنَ الْاِجْتِهَادِ فِي الْبِدْعَةِ
Sederhana di dalam Sunnah lebih baik dibandingkan bersungguh-sungguh di dalam bid’ah
(riwayat al-Hakim)
Maksudnya, sedikit amalan namun di atas Sunnah (sesuai bimbingan Nabi) lebih baik dibandingkan banyak beramal dan bersungguh-sungguh, namun di atas kebid’ahan.
Ibnu Umar –semoga Allah meridlainya- berkata:
كلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
Semua bid’ah adalah sesat sekalipun manusia memandangnya baik
(diriwayatkan oleh alBaihaqy dalam al-Madkhal dan Muhammad bin Nashr alMarwazy dalam as-Sunnah)
Muadz bin Jabal –semoga Allah meridlainya- berkata:
فَإِياَّكُمْ وَمَا يُبْتَدَعُ فَإِنَّ مَا ابْتُدِعَ ضَلَالَة
Berhati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan, karena perkara yang diada-adakan (dalam Dien) adalah sesat
(Hilyatul Awliyaa’ (1/233))
Ibnu Abbas –semoga Allah meridlainya-berkata:Hendaknya engkau bertakwa kepada Allah dan istiqomah, ikutilah (Sunnah Nabi) jangan berbuat kebid’ahan (diriwayatkan oleh ad-Daarimi).
Hudzaifah bin al-Yaman –semoga Allah meridlainya- berkata:
كُلُّ عِبَادَةٍ لَمْ يَتَعَبَّدْ بِهَا أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فلاَ تَتَعَبَّدُوْا بِهَا؛ فَإِنَّ الأَوَّلَ لَمْ يَدَعْ لِلآخِرِ مَقَالاً؛ فَاتَّقُوا اللهَ يَا مَعْشَرَ القُرَّاءِ، خُذُوْا طَرِيْقَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
Setiap ibadah yang tidak pernah diamalkan oleh para Sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, janganlah kalian beribadah dengannya. Karena generasi pertama tak menyisakan komentar bagi yang belakangan. Maka bertakwalah kalian kepada Allah wahai para pembaca al-Qur’an (orang-orang alim dan yang suka beribadah) dan ikutilah jalan orang-orang sebelummu
(Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al Ibanah)
Dikutip dari:
Buku “Islam Rahmatan Lil ‘Alamin (Menebarkan Kasih Sayang dalam Bimbingan al-Quran dan Sunnah) -dengan sedikit penyesuaian, Abu Utsman Kharisman