Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Makna Tauhid Adalah Menyembah Hanya Kepada Allah dan Meninggalkan Sesembahan Selain Allah (Bagian Pertama)

SERIAL KAJIAN KITABUT TAUHID (Bag ke-22)


BAB KEENAM:
TAFSIR TAUHID DAN PENJELASAN SYAHADAT LAA ILAAHA ILLALLAH

Dalil Pertama:

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

Mereka pihak-pihak yang disembah itu justru mengharapkan ‘wasilah’  untuk menjadi yang paling dekat dengan Tuhan mereka dan mengharapkan rahmatNya dan takut dari adzabNya. Sesungguhnya adzab Allah adalah sesuatu hal yang harus ditakuti.
(Q.S al-Isra’:57)


Baca Bab Sebelumnya:
Seorang yang Mentauhidkan Allah Hendaknya Mengajak Orang Lain Untuk Mentauhidkan Allah dan Menjauhi Kesyirikan (Bagian Ke-3)


Penjelasan Dalil Pertama:

Penjelasan ayat ini akan mencakup 4 hal:

  1. Siapakah ‘pihak-pihak yang disembah’ yang disebutkan dalam ayat ini.
  2. Makna al-wasilah
  3. Sifat para hamba Allah yang terbaik: mengharapkan rahmatNya dan takut dari adzabNya.

Penjelasan Sahabat Nabi tentang ‘pihak-pihak yang disembah’

Para Sahabat Nabi (Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas) menjelaskan bahwa orang-orang musyrikin itu ada yang menyembah Isa, ibunya (Maryam), Uzair, dan Jin. Padahal, semua pihak yang disembah itu adalah hamba-hamba ciptaan Allah yang takut kepada Allah dan berharap kepada rahmatNya, berupaya untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah. Selalu tunduk dan taat kepada Allah.

عَنْ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ نَفَرٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعْبُدُوْنَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ فَأَسْلَمَ النَّفَرُ مِنَ الْجِنِّ وَ تَمَسَّكَ الْإِنْسِيُّوْنَ بِعِبَادَتِهِمْ فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : {قُلِ ادْعُوا الَّذِيْنَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُوْنِهِ فَلاَ يَمْلِكُوْنَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَ لاَ تَحْوِيْلًا * أُولَئِكَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ يَبْتَغُوْنَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيْلَةَ…}

Dari Abdullah (bin Mas’ud) radhiyallahu anhu beliau berkata: Ada sekelompok manusia yang beribadah (menyembah) kepada sekelompok jin. Kemudian sekelompok jin itu masuk Islam sedangkan sekelompok manusia itu masih tetap berpegang teguh beribadah kepada mereka. Maka Allah turunkan firmanNya (al-Israa’ ayat 56-57): Katakan: Serulah pihak-pihak yang kalian anggap (layak untuk disembah) selain Allah, pihak yang kalian sembah itu sama sekali tidak mampu untuk menolak kemudharatan (bahaya) tidak pula bisa memindahkannya. Mereka pihak-pihak yang disembah itu justru mengharapkan ‘wasilah’  untuk menjadi yang paling dekat dengan Tuhan mereka. (H.R al-Hakim dan dinyatakan shahih sesuai syarat Muslim dan disepakati adz-Dzahaby, secara asal ada dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: عِيْسَى ابْنُ مَرْيَم وَأُمُّهُ وُعُزَيْر فِي هذه الآية ( أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ )

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu beliau berkata: (Itu adalah) Isa bin Maryam, ibunya, dan Uzair yang dimaksud dalam ayat ini: Mereka pihak-pihak yang disembah itu justru mengharapkan ‘wasilah’ .(Riwayat atThobary dalam tafsirnya melalui dua jalur periwayatan dari Syu’bah yang saling menguatkan)


Baca Juga:
Tauhid Adalah Perintah Allah yang Paling Agung dan Hak Allah Terhadap Hamba-Nya (Bagian Pertama)


Makna al-Wasilah

Para Ulama Salaf menjelaskan bahwa makna al-Wasilah adalah al-Qurbah yang artinya kedekatan sebagaimana ditafsirkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, al-Hasan al-Bashry dan Qotaadah (lihat Tafsir atThobary pada al-Maidah ayat 35 dan al-Israa’ ayat 57). Makna yabtaghuuna ilaa robbihimul wasiilata adalah mengharapkan kedekatan dengan Allah.

Seseorang yang mengharapkan wasilah kepada Allah berarti ia selalu berupaya mendekatkan diri kepada Allah.

Upaya mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan menjalankan ibadah yang wajib maupun yang sunnah, termasuk di antaranya qiyaamul lail dan membaca alQuran. Karena itu, kalimat ibadah dalam hadits tidak jarang disebut dengan taqorrub atau qurbah yang menunjukkan arti mendekatkan diri kepada Allah.

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

Dan tidaklah hambaKu mendekatkan diri kepada dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dibandingkan amal yang Aku wajibkan kepadanya. Dan hambaKu senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. (H.R al-Bukhari)

 عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ لِلْإِثْمِ

Hendaknya kalian melakukan qiyaamul lail karena itu adalah kebiasaan orang sholih sebelum kalian, pendekatan diri kepada Rabb kalian, penghapus dosa-dosa, dan pencegah dari dosa. (H.R atTirmidzi, dishahihkan Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim, dihasankan al-Albany dengan penguat jalur-jalur periwayatan lain)

Sahabat Nabi al-Khobbaab bin al-Arat radhiyallahu menyatakan:

تَقَرَّبْ إِلَى اللهِ بِمَا اسْتَطَعْتَ فَإِنَّكَ لَنْ تَقَرَّبَ إِلَيْهِ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ كَلاَمِهِ

Berupayalah mendekatkan diri kepada Allah semaksimal mungkin yang bisa engkau lakukan. Sesungguhnya tidak ada sesuatu hal yang mendekatkan diri kepadanya yang lebih Dia sukai selain (membaca) FirmanNya (membaca alQuran). (Riwayat al-Hakim dan dishahihkan adz-Dzahaby)

Kesalahan dalam memahami tafsir al-wasilah ini bisa berakibat fatal, keliru dalam mengamalkan. Sebagian saudara kita ada yang menafsirkan makna al-wasilah ini tidak dengan penafsiran para Sahabat Nabi dan Ulama salaf, hingga mereka salah menafsirkan. Mereka melakukan tawassul-tawassul yang tidak disyariatkan, dengan anggapan bahwa itulah makna al-wasilah yang diharapkan. Mereka juga berdalil dengan hadits-hadits yang lemah dan palsu atau pendalilan tidak pada tempatnya untuk melakukan hal itu.

Padahal maksud al-wasilah adalah al-Qurbah (kedekatan). Artinya, capailah kedekatan dengan Allah dengan melakukan amal sholih dan amal ibadah baik wajib dan sunnah.


Baca Juga:
Tangisan Nabi di Sebagian Waktu Malam Hingga Subuh


Sifat para hamba Allah yang terbaik: mengharapkan rahmatNya dan takut dari adzabNya

Ayat ini menjelaskan bahwa hamba-hamba Allah yang terbaik itu mengharapkan rahmat Allah dan takut dari adzabNya. Sebagian orang ingin beribadah kepada Allah hanya dengan cinta saja, tidak mau beribadah karena takut adzab atau berharap pahala. Sungguh ini adalah sesuatu yang sesat. Nabi shollallahu alaihi wasallam manusia yang paling bertakwa saja berdoa kepada Allah untuk diberi rahmatNya dan dijauhkan dari adzabNya dalam banyak hadits yang tak terhitung jumlahnya.

دَعَوَاتُ الْمَكْرُوبِ اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Doanya orang-orang yang ditimpa kesulitan/ kesedihan adalah : Ya Allah rahmatMu aku harapkan. Maka janganlah Engkau serahkan (urusan) kepada diriku sendiri (tanpa pertolonganMu) meski sekejap mata. Perbaikilah urusanku seluruhnya. Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau. (H.R Abu Dawud, anNasaai, Ahmad, dihasankan al-Albany)

 عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ قَالَ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ رَبِّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ أَوْ تَجْمَعُ عِبَادَكَ

Dari al-Bara’ radhiyallahu anhu beliau berkata: Kami jika sholat di belakang Rasulullah shollallahu alaihi wasallam suka berada di sebelah kanan beliau sehingga saat selesai sholat beliau menghadap kami dengan wajahnya. Aku mendengar beliau berdoa: Wahai Tuhanku lindungilah aku dari adzabMu pada hari dibangkitkan atau dikumpulkan hamba-hambaMu. (H.R Muslim)

Dalam hadits Qudsi Allah Subhaanahu Wa Ta’ala juga menjelaskan bahwa Jannah (Surga) adalah rahmatNya sedangkan anNaar (Neraka) adalah adzabNya:

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لِلْجَنَّةِ أَنْتِ رَحْمَتِي أَرْحَمُ بِكِ مَنْ أَشَاءُ مِنْ عِبَادِي وَقَالَ لِلنَّارِ إِنَّمَا أَنْتِ عَذَابِي أُعَذِّبُ بِكِ مَنْ أَشَاءُ مِنْ عِبَادِي

Allah Tabaaroka Wa Ta’ala berfirman kepada Jannah (Surga): Engkau adalah RahmatKu, Aku rahmati denganmu siapa saja yang Aku kehendaki dari hamba-hambaKu. Dan Allah berfirman kepada anNaar: Engkau adalah adzabKu, Aku adzab denganmu siapa saja yang Aku kehendaki dari hamba-hambaKu. (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

 عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَهَا هَذَا الدُّعَاءَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَاذَ بِهِ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَأَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ كُلَّ قَضَاءٍ قَضَيْتَهُ لِي خَيْرًا

Dari Aisyah radhiyallahu anha bahwa Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mengajarkan kepada beliau doa ini:
Allaahumma innii as-aluka minal khoiri kullihi ‘aajilihi wa aajilihi maa alimtu minhu wa maa lam a’lam wa a’udzu bika minasy syarri kullihi ‘aajilihi wa aajilihi maa alimtu minhu wamaa lam a’lam. Allaahumma innii as-aluka min khoiri maa sa-alaka ‘abduka wa nabiyyuka wa a’dzu bika min syarri maa ‘aadza bihi ‘abduka wa nabiyyuka. Allaahumma innii as-alukal jannah wa maa qorroba ilaihaa min qoulin aw ‘amal. Wa a’udzu bika minannaari wa maa qorroba ilaihaa min qoulin aw ‘amal. Wa as-aluka an taj’ala kulla qodhooin qodhoytahu lii khoyron
(Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu kebaikan seluruhnya yang segera atau tertunda, yang aku tahu ataupun yang tidak aku ketahui. Dan aku berlindung kepadaMu dari keburukan seluruhnya yang segera atau tertunda, yang aku tahu maupun tidak aku ketahui. Ya Allah aku meminta kepadaMu kebaikan yang diminta oleh hamba dan NabiMu. Dan aku berlindung kepadamu dari keburukan yang hamba dan NabiMu meminta perlindungan dari hal itu. Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu Jannah dan segala yang mendekatkan kepadanya baik berupa ucapan ataupun perbuatan. Dan aku meminta perlindungan kepadaMu dari anNaar dan segala yang mendekatkan kepadanya baik berupa ucapan atau perbuatan. Dan aku meminta kepadaMu agar Engkau menjadikan segala ketetapan (taqdir)Mu kepadaku adalah kebaikan)
(H.R Ibnu Majah, dishahihkan al-Hakim, Ibnu Hibban dan al-Albany)

Kesesuaian Dalil Pertama dengan Bab Ini

Ayat ini menunjukkan bahwa pihak-pihak yang disembah oleh orang-orang musyrikin itu justru mereka beribadah hanya kepada Allah, dan berusaha untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah. Karena itu persembahan ibadah tidaklah bisa diberikan kepada selain Allah. Ibadah hanya untuk Allah saja satu-satunya. Demikianlah penafsiran dari tauhid: Laa Ilaaha Illallah, tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah.

 

Penulis:
Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan