Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Berbekal Tarbiyah Allah di Bulan Ramadhan, Meniti Kehidupan yang Diridhai-Nya

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسول الله، الصادق الوعد الأمين، وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

وأشهد ألّا إله إلّا الله وحده، صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده، لا شيء قبله ولا شيء بعده، وأشهد أنّ محمدًا رسول الله صلَّى الله عليه وسلّم، وصفيه وخليله

أما بعد أيها المسلمون

Hilal Syawwal telah terlihat, muslimin bertakbir mengagungkan Sang Kholiq. Demikianlah hari berganti hari dan bulan beredar mengelilingi bumi beralih dari satu fase menuju fase berikutnya, menjadi saksi bertambahnya usia kita sekaligus pengingat bahwa Allah senantiasa mengawasi perbuatan kita.

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى وَأَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Tidakkah kalian memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan hingga waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.”
(QS. Luqman: 29)

Bulan Ramadhan memang telah berlalu, namun tentu saja rangkaian pelajaran tarbiyah Allah bagi mukminin selalu indah untuk diingat sekaligus penting untuk dipertahankan. Pelajaran-pelajarannya mencakup aspek yang luas. Baik pelajaran bidang aqidah & manhaj, ibadah, muamalah maupun adab & akhlak.


Artikel lain yang semoga juga bermanfaat: Bertakbir di Akhir Puasa Sebagai Bentuk Syukur


1. Secara Aqidah

Muslimin sekalian, bukankah kita telah diajari untuk beriman dan berihtisab hanya Allah sematalah yang memerintahkan kita berpuasa, melakukan qiyamu ramadhan, memakmurkan ibadah guna memperoleh keutamaan lailatul qodr?

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shollallahu alahi wasallam, beliau bersabda:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ  

“Barangsiapa yang menghidupakan malam lailatul qodr dengan ibadah seraya beriman dan ihtisab (kepada Allah semata) niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. Siapupun yang berpuasa Ramadhan dengan iman dan ihtisab (kepada Allah semata) niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.”
(HR. Al Bukhori)


Baca Juga: Khotbah Idul Fitri 1 Syawwal 1443 H: Menebar Kebaikan dan Manfaat Untuk Diri dan Sesama


2. Secara Manhaj

Bukankah kita diajari untuk mengerjakan ketaatan kepada Allah hanya dengan batas yang dituntunkan Nabi shollallahu alaihi wasallam? Ada ajaran yang berisi larangan wishol (menyambung puasa tanpa berbuka), ada larangan berpuasa bagi musafir yang merasa berat. Ada pula ketentuan mengawali dan mengakhiri puasa hanya bersama pemerintah dan rakyat muslimin.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ، وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“(Awal dan akhir) puasa sesuai hari mereka (pemerintah bersama rakyat) berpuasa. Begitu pula hari idulfithri bertepatan dengan hari mereka berbuka (di hari raya). Begitu juga iduladha dirayakan pada hari mereka menyembelih udhiyah (qurban).”
(HR. Tirmidzi dan dinilai sanadnya jayyid oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah)

Terdapat juga pelajaran bahwa ibadah bersama berjemaah lebih baik daripada menyendiri dalam ibadah yang ada ketentuan jemaahnya.

Dari Abu Dzar radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shollallahu alaihi wasallam telah bersabda:

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

“Sesungguhnya siapa saja yang sholat malam bersama imam sampai dia berpaling (menuntaskan sholatnya), tercatat baginya (keutamaan) sholat semalam penuh.”
(Hadits shahih riwayat At Tirmidzi)

Begitupun pelajaran menyelisihi ahli kitab dalam mengakhirkan sahur dan menyelisihi ahli bid’ah dari kalangan Rafidhah ketika kita melaksanakan sholat tarawih berjemaah. Semoga itu semua merupakan penguatan komitmen manhaj kita.


Baca Juga: Berapa Jumlah Hari yang Dirayakan Pada Idul Fitri?


3. Secara Ibadah

Saudara-saudariku, bukankah selama Ramadhan kita telah diajari bersabar pada 3 bagiannya?

Sabar menjalani ketaatan kepada Allah, dengan berpuasa, memperbanyak tilawah, dzikir dan sholat.

Sabar menjauhi larangan Allah dengan tidak melanggar hal-hal yang dapat membatalkan ataupun mengurangi pahala puasa, menjauhi kekejian, ucapan kotor, ghibah apalagi namimah.

Sabar menerima ketentuan taqdir Allah walaupun dirasakan berat. Berupa rasa lapar dan dahaga maupun menahan kantuk di malam hari.

قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۗ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ ۗ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
(QS. Az Zumar: 10)

Bukankah juga nilai penting membaca, belajar dan mengulangi pelajaran Al Quran telah diajarkan sebagaimana mudarosah Nabi shollallahu alaihi wasallam bersama Malaikat Jibril alaihissalam? Harapan kita, itu semua meningkatkan ibadah kita kepada Allah secara baik dan tepat.

4. Secara Muamalah

Saudaraku muslimin, bukankah anjuran memberi makan orang yang berpuasa, memperbanyak sedekah demikian juga zakat fithr yang ditunaikan adalah bagian pelajaran bagi kita agar menjadi pribadi yang peduli terhadap lingkungan, penyantun serta suka membantu kalangan berkebutuhan?

Dalam lingkup keluarga juga keakraban serta saling membantu terasa menguat. Selama Ramadhan keluarga muslimin terlatih makan bersama, menyiapkan keperluan bersama, saling mengingatkan dan mengajak ibadah dan ketaatan. Kita memohon kepada Allah agar memasukkan hal itu semua sebagai pemberat amal shalih kita semua.

Dari Abu Malik Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ غُرْفَةً، يُرَى ظَاهِرُهَا مِنْ بَاطِنِهَا وَبَاطِنُهَا مِنْ ظَاهِرِهَا، أَعَدَّهَا اللَّهُ لِمَنْ أَطْعَمَ الطَّعَامَ، وَأَلَانَ الْكَلَامَ، وَتَابَعَ الصِّيَامَ، وَصَلَّى وَالنَّاسُ نِيَامٌ

“Sesungguhnya di surga terdapat sebuah kamar, yang bisa terlihat sisi luarnya dari dalamnya, begitu pula bagian dalamnya dari sisi luarnya. Allah menyediakannya bagi orang yang suka memberi makan, melembutkan ucapan, mengerjakan puasa, dan sholat (di waktu malam) saat manusia terlelap tidur.”
(Hadits hasan riwayat Imam Ahmad)

5. Secara Adab dan Akhlak

Saudara-saudariku sekalian, bukankah diantara hikmah yang dipetik pada muadarosah tadi, semakin bertambahnya kebaikan dan sifat penyantun? Jadi selama Ramadhan kita diingatkan agar memilih teman yang baik, teman berilmu yang taat kepada Allah, niscaya semangat kita mendulang ilmu dan beramal shalih akan terlecut bertambah.

Bukankah Rasulullah telah meneladankan sifat dermawan yang sangat mudah?

Bukankah memberikan maaf adalah  salah satu sifat Allah yang kita dilatih bertawassul dengan sifat mulia itu, berdoa mohon ampunan-Nya di penghujung Ramadhan? Artinya, berarti kita juga diajarkan untuk suka memaafkan.

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”
(Al A’rof:199)

Demikianlah, telah berlalu bulan penuh tarbiyah, pengajaran dan latihan dari Allah. Semoga Allah mengaruniakan ketaqwaan kepada kita semua.

الله أكبر لا إله إلا الله الله أكبر الله أكبر ولله الحمد

Kaum muslimin, sekarang Allah taqdirkan kita menuntaskan Ramadhan dan berada di hari raya. Allah Ta’ala berfirman:

لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا

“Kami menjadikan mansak (tersendiri) pada setiap ummat.”
(QS. Al Hajj: 34)

Imam Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah dalam tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau radhiyallahu anhuma menafsirkan ‘mansak’ yaitu hari raya.

Ibnu Khuzaimah rahimahullah meriwayatkan dalam kitab shahihnya (hal. 340):

ﻋﻦ ﻋﻤﺮﻭ ﺑﻦ ﻣﺮﺓ اﻟﺠﻬﻨﻲ ﻗﺎﻝ: ﺟﺎء ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺭﺟﻞ ﻣﻦ ﻗﻀﺎﻋﺔ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻪ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺃﺭﺃﻳﺖ ﺇﻥ ﺷﻬﺪﺕ ﺃﻥ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ اﻟﻠﻪ ﻭﺃﻧﻚ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ، ﻭﺻﻠﻴﺖ اﻟﺼﻠﻮاﺕ اﻟﺨﻤﺲ، ﻭﺻﻤﺖ اﻟﺸﻬﺮ، ﻭﻗﻤﺖ ﺭﻣﻀﺎﻥ، ﻭﺁﺗﻴﺖ اﻟﺰﻛﺎﺓ، ﻓﻘﺎﻝ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻣﻦ ﻣﺎﺕ ﻋﻠﻰ ﻫﺬا ﻛﺎﻥ ﻣﻦ اﻟﺼﺪﻳﻘﻴﻦ ﻭاﻟﺸﻬﺪاء

“Dari ‘Amr bin Murroh Al Juhani radhiyallahu anhu beliau berkata: ‘Seseorang dari Qodho’ah pernah mendatangi Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Dia bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah bagaimana menurut anda jika aku mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah saja dan bahwa anda adalah benar-benar utusan Allah, aku juga melaksanakan sholat lima waktu, aku juga berpuasa di bulannya (yaitu Ramadhan-pen), aku juga mengisi Ramadhan dengan sholat (malam), dan aku menunaikan zakat?’ Maka Nabipun shollallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Siapapun yang meninggal dalam keadaan seperti itu, dia akan bersama para shiddiqin dan syuhada’.”
(Syaikh Al Albani menyatakan sanad ini shahih)

Subhanallah walhamdulillah, inilah karunia Allah yang patut kita syukuri, hari raya idul fithri. Allah memberikan kemudahan kepada kita saat ini merayakannya sebagai bentuk syukur atas taufiq-Nya dalam menuntaskan 2 rukun Islam; puasa wajib di bulan Ramadhan dan salah satu jenis zakat wajib, zakat fithr. Bersyukur akan kemudahan dari Allah dalam menjalankan berbagai ibadah berupa sholat malam, tilawah, sedekah, dzikir, doa maupun berbagai bentuk ketaatan dan kesabaran lainnya.

Marilah kita bersyukur dengan terus mematuhi ketentuan-Nya dan kebiasaan baik generasi yang telah memperoleh ridho ilahi.

Di antara ketentuan syariat Islam dan kebiasaan baik pada hari ini:

1. Selalu menjaga keteguhan iman, tauhid, membersihkan diri dari kesyirikan dan mempertahankan beramal sholih, dan

2. Kita tunaikan zakat sebelum sholat idulfitri.

Dua ragam ketaatan di atas sebagaimana Allah Ta’ala sebutkan dalam Firman-Nya:

قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّىٰ (¤) وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّىٰ

“Sungguh beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia melakukan sholat.”
(QS. Al A’la: 14-15)

Al Allamah Al Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan:

قد أفلح أي قد صادف البقاء في الجنة أي من تطهر من الشرك بإيمان قاله ابن عباس وعطاء وعكرمة. وقال الحسن والربيع: من كان عمله زاكيا ناميا. وقال معمر عن قتادة: تزكى قال بعمل صالح

“Sungguh beruntung, maksudnya sungguh pantas memperoleh tempat tinggal di surga. Yaitu, bagi orang yang membersihkan jiwanya dari noda kesyirikan dengan keimanan. Makna ini dinyatakan oleh Abdullah ibnu Abbas, ’Atho’ dan Ikrimah. Sedangkan Al-Hasan dan Ar-Robi’ menafsirkan: setiap orang yang amalnya suci lagi berkembang. Sementara Ma’mar menyebutkan dari perkataan Qotadah: dengan amal sholih.”

Beliau rahimahullah melanjutkan:

وعنه وعن عطاء وأبي العالية: نزلت في صدقة الفطر. وعن ابن سيرين قد أفلح من تزكى وذكر اسم ربه فصلى قال: خرج فصلى بعدما أدى

Juga dari beliau (Qotadah), Atho’ dan Abul ‘Aliyah (menafsirkan) ayat ini turun tentang zakat fithri. Adapun (penafsiran) dari Ibnu Sirin tentang;

قد أفلح من تزكى وذكر اسم ربه فصلى

Beliau berkata: “Seseorang keluar (rumah) lalu mengerjakan sholat setelah sebelumnya menunaikan (zakatnya).”

3. Dilarang berpuasa tepat di saat hari raya

Setelah dalam sebulan Allah mewajibkan kita berpuasa, dengan perintah-Nya yang mutlak, hari ini kita dilarang berpuasa.

أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah kewenangan Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”
(
QS. Al A’rof: 54)

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu:

أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن صيام يومين: يوم الفطر، ويوم النحر

“Bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam melarang berpuasa pada 2 hari: hari idulfithri dan hari penyembelihan (iduladha).”
(Muttafaqun ‘alaihi)

Tapi jangan sampai berlebihan melampaui batas, sebagaimana Allah mengingatkan dalam firman-Nya:

وكلوا واشربوا ولا تسرفوا إنه لا يحب المسرفين

“Silakan kalian makan dan minum dan jangan sampai berlebihan. Sesungguhnya Dia (Allah) tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”
(QS. Al A’rof: 31)

4. Boleh memberi kesempatan keluarga bergembira secara beradab, walaupun meninggalkan kegiatan hiburan lebih utama

Imam Al Bukhori rahimahullah mencantumkan riwayat dari Aisyah radhiyallahu anha:

دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ تُغَنِّيَانِ بِغِنَاءِ بُعَاثَ، فَاضْطَجَعَ عَلَى الْفِرَاشِ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ، وَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَانْتَهَرَنِي، وَقَالَ: مِزْمَارَةُ الشَّيْطَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ فَقَالَ: “دَعْهُمَا”. فَلَمَّا غَفَلَ غَمَزْتُهُمَا فَخَرَجَتَا

“Rasulullah shollallahu alaihi wasallam suatu ketika memasuki rumahku. Sementara saat itu 2 orang budak wanita berada di sisiku, keduanya tengah mendendangkan lagu (yang pernah digubah pada perang) Bu’ats. Beliau lalu segera berbaring di atas pembaringan dan memalingkan wajah ke arah lain. Kemudian Abu Bakar radhiyallahu anhu masuk rumah (tanpa menyadari kehadiran Nabi-pen) dan langsung menghardikku dengan ucapan beliau, ‘(Pantaskah) seruling setan di rumah Nabi shollallahu alaihi wasallam?’ Lalu Rasulullah shollallahu alaihi wasallam menghadap ke arah beliau, seraya bersabda: ‘Biarkan saja kedua budak wanita itu!’ Hingga (saat beliau mulai) terlelap, aku memberi isyarat kepada kedua budak wanita tersebut, sehingga mereka keluar.”

Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan: “Pada hadits ini terdapat alasan membiarkan kedua budak wanita bernyanyi, …yaitu pada hari disyariatkan kegembiraan. Tidak perlu diingkari dalam kondisi seperti ini, sebagaimana tidak perlu diingkari (hal yang serupa) ketika walimah-walimah pernikahan.” (Fathul Bari 2/442).

5. Berhias mengenakan pakaian bagus dan indah

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma beliau berkata: Umar (bin Al Khoththob) radhiyallahu anhu pernah mengambil sepotong jubah terbuat dari bahan sutera yang beliau beli dari pasar. Beliau membawanya lalu menemui Rasulullah shollallahu alaihi wasallam dengan mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, silakan anda mengenakan pakaian ini, berhiaslah menggunakannya pada hari raya dan untuk menemui para tamu utusan!’ Nabipun shollallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ

“Pakaian (berbahan semacam) ini adalah pakaian orang yang tidak mendapat bagian kebaikan.”

Ibnu Qudamah rahimahullah menjelaskan:

“(Hadits) ini menunjukkan bahwa berhias di sisi mereka (Rasulullah shollallahu alaihi wasallam beserta para sahabat) pada momen-momen tersebut, yaitu, sholat Jumat, hari raya, dan saat menemui para tamu utusan merupakan kebiasaan yang dikenal luas.” (Al Mughni 5/258).

6. Termasuk kebiasaan baik, saling mengucapkan selamat dan doa

فعن جبير بن نفير قال: كان أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم إذا التقوا يوم العيد، يقول بعضهم لبعض: تقبل الله منا ومنك

Dari Jubair bin Nufair radhiyallahu anhu beliau berkata: “Merupakan kebiasaan para sahabat Nabi shollallahu alaihi wasallam apabila mereka bertemu pada hari raya, satu dengan lainnya saling mengucapkan:

تقبل الله منا ومنك

“Semoga Allah menerima amal (shalih) kami dan anda.”
(Dinyatakan sanadnya jayyid oleh Imam Ahmad dan dihasankan Al Hafidz dalam Fathul Bari 2/517)


Baca Juga: Tiga Etika Dasar Pergaulan


7. Pentingnya saling memaafkan

Kegembiraan yang berbalut syukur kepada Allah, merupakan momentum tepat untuk mendulang keberkahan lanjutan. Apabila kita termasuk kalangan yang pernah dirugikan saudara kita sesama muslim, terlebih ahlussunnah, hendaklah kita mengedepankan pemberian maaf, walaupun mampu dan punya hak untuk membalas dan membela diri.

Al Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata:

إذا أتاك رجلٌ يشكو إليك رجلًا، فقل: يا أخي، اعفُ عنه؛ فإنَّ العفو أقرب للتقوى، فإن قال: لا يحتمِل قلبي العفوَ، ولكن أنتصر كما أمرَني الله عزَّ وجل فقل له: إن كنتَ تُحسِن أن تنتَصِر، وإلا فارجع إلى باب العفو؛ فإنه باب واسع، فإنَّه مَن عفَا وأصلحَ فأجره على الله، وصاحِبُ العفو ينام على فراشه بالليل، وصاحب الانتصار يقلِّب الأمور؛ لأن الفُتُوَّة هي العفوُ عن الإخوان

“Jika seseorang datang mengadukan orang lain kepadamu, hendaklah engkau menasehatinya, ‘Wahai saudaraku, maafkanlah dia, karena sesungguhnya memberi maaf lebih dekat kepada ketakwaan!’  Apabila dia menjawab, ‘Tiada ruang maaf di hatiku, justru aku akan membela diri, sebagaimana Allah Azza wa Jalla memperbolehkannya!’ Maka hendaklah anda kembali menasehatinya, ‘(Silakan) jika engkau merasa lebih baik membela diri. Namun jika tidak, hendaklah dirimu kembali ke pintu pemberian maaf. Sebab pintu tersebut sangat lebar. Karena sesungguhnya barangsiapa yang memaafkan dan memperbaiki hubungan maka pahalanya dari sisi Allah. Demikian pula orang yang memberikan maaf dapat tidur tenang di pembaringannya pada malam hari, sementara orang yang membela diri keadaanya terbalik. Karena memang kemurahan hati tercermin dari memaafkan saudara kita.”
(Riwayat Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’ 8/112)

Selanjutnya, pada bagian akhir khutbah ini, kepada segenap muslimah; ibu-ibu, saudari-saudariku, anak-anak putri muslimin…

Jazakunnallahu khaira telah berkhidmat untuk keshalihan keluarga. Selama Ramadhan antunna Allah berikan taufiq bersabar berkhidmat menyediakan hidangan sahur dan berbuka. Bahkan sebagian antunna terlibat dalam penyediaan konsumsi ifthor dan logistik bagi peserta i’tikaf. Itu semua antunna lakukan dalam keadaan juga berpuasa. Semoga semuanya dilakukan dengan keikhlasan kepada Allah semata.

Syukuri nikmat ini wahai muslimah amatullah!

Janganlah berhenti menjalankan ketaatan besar seperti ini. Semoga antunna sekalian memperoleh janji Rasulullah shollallahu alaihi wasallam sebagaimana dalam hadits saei Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu anhu, beliau berkata, Nabi shollallahu alaihi wasallam telah bersabda:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيلَ لَهَا : ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Apabila seorang wanita (istikamah) mengerjakan sholat 5 waktunya, berpuasa wajib di bulan (Ramadhan) nya, menjaga kehormatan dirinya, dan patuh kepada suaminya niscaya akan diserukan kepadanya: ‘Silakan anda masuk ke dalam surga dari pintunya mana saja yang anda kehendaki.”
(Hadits hasan lighoirihi riwayat Imam Ahmad)

 

اللهم صل وسلم وبارك على نبينا وقدوتنا محمد بن عبد الله، وارض اللهم عن خلفائه الراشدين، وعن الصحابة والتابعين، ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، وعنا معهم برحمتك يا أرحم الراحمين

اللهم إنا نسألك فواتح الخير، وخواتمه، وجوامعه وأوله وآخره، وظاهره، وباطنه

اللهم إنا نسألك خير المسألة، وخير الدعاء، وخير النجاح، وخير العمل، وخير الثواب، وخير الحياة، وخير الممات ، وتقبل صلاتنا، وصيامنا، واغفر خطيئاتنا، ونسألك الدرجات العلى من الجنة

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

 

Penulis:
Abu Abdirrahman Sofian

(Naskah penyesuaian dari materi Khutbah Idulfithri 1 Syawwal 1443 H, disampaikan di halaman Ma’had Al I’tishom Kraksaan Probolinggo Jawa Timur)

Tinggalkan Balasan