Ilmu Tentang Kemiripan Nama Perawi Hadits
Salah satu parameter penilaian keshahihan hadits adalah menilai status para perawi hadits dan ketersambungan sanad antar perawi. Seorang perawi hadits dinilai apakah adil dan dhobith (kokoh dalam meriwayatkan) atau tidak. Demikian juga perlu dilihat apakah antar masing-masing perawi yang berurutan mereka benar-benar pernah saling bertemu, sang murid mendengar langsung dari syaikh (guru)nya atau tidak.
Ada ribuan nama para perawi hadits. Penulisan nama perawi itu yang dibukukan dalam kitab-kitab hadits berbeda-beda. Paling banyak menyebutkan nama perawi itu dan ayahnya. Namun ada juga yang menyebutkan kuniah dan penisbatan pada tempat tertentu saja.
Kadangkala ada nama yang sama. Namun orang yang dimaksud berbeda. Dalam penelitian ilmu hadits, terdapat ilmu untuk mengidentifikasi kemiripan nama para perawi itu baik dalam hal penulisan maupun pengucapan.
Ada 2 hal yang dikenal dalam istilah hadits, yaitu:
Pertama: al-Muttafiq wal muftariq -> Nama dalam tulisan dan lafadz sama, namun orangnya berbeda.
Kedua: Al-Mu’talif wal mukhtalif -> Tulisan nama mirip tapi pengucapan beda
Al-Muttafiq wal Muftariq
al-Imam al-Baiquniy rahimahullah menyatakan:
مُتَّفِقٌ لَفْظاً وَخَطّاً مُتَّفِقْ … وَضِدُّهُ فِيمَا ذَكَرْنَا المُفْتَرِقْ
Muttafiq adalah yang sama lafadz dan tulisan…sedangkan kebalikan dari yang kami sebutkan itu disebut muftariq
(al-Mandzhumah al-Baiquniyyah)
Beberapa Contoh al-Muttafiq wal Muftariq
Sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Zaid adalah lebih dari satu:
- Abdullah bin Zaid (bin Abdi Robbih), Sahabat yang bermimpi tentang adzan.
- Abdullah bin Zaid (bin ‘Aashim), Sahabat yang meriwayatkan hadits tentang wudhu’
Kedua Sahabat itu sama-sama bernama Abdullah, nama ayahnya Zaid, kuniahnya adalah Abu Muhammad, dan nisbatnya sama-sama Madaniy.
Contoh lain adalah nama Anas bin Malik. Ada beberapa perawi hadits yang bernama demikian. Di antaranya adalah Anas bin Malik Sahabat Nabi yang menjadi pelayan Nabi selama 10 tahun. Ada juga Anas bin Malik (bin Abi ‘Aamir) yang merupakan ayah dari Malik bin Anas (guru al-Imam asy-Syafi’i).
Contoh lain pada nama Umar bin al-Khoththob. Ada beberapa perawi hadits yang bernama demikian. Ada yang merupakan Sahabat Nabi (khalifah pengganti Abu Bakr as-Shiddiq), ada juga yang merupakan syaikh (guru yang menyampaikan hadits pada) Abu Dawud as-Sijistaniy.
Contoh lain adalah ada perawi yang nama dirinya sama, demikian juga nama ayahnya sama persis. Bedanya hanya pada nisbah. Keduanya bertolak belakang dalam status penilaian para Ulama. Yang satu tsiqoh, sedangkan yang satunya lagi adalah dhaif (lemah). Mereka berdua sama-sama meriwayatkan dari az-Zuhriy. Perawi itu adalah Sulaiman bin Dawud al-Khoulaaniy (tsiqoh) dengan Sulaiman bin Dawud al-Yamaamiy (lemah).
Ibnu Hibban rahimahullah menyatakan:
سُلَيْمَان بن دَاوُد الْخَولَانِيّ مِنْ أَهْلِ دِمَشْق يَرْوِي عَن الزُّهْرِيّ قصَّة الصَّدقَات روى عَنهُ يحيى بن حَمْزَة وَقد روى أَبُو الْيَمَان عَن شُعَيْب عَن الزُّهْرِيّ بعض ذَلِك الحَدِيث وَلَيْسَ هَذَا بِسُلَيْمَان بن دَاوُد الْيَمَامِي ذَلِك ضَعِيف وَهَذَا ثِقَة وَقد رويا جَمِيعًا عَنِ الزُّهْرِى
Sulaiman bin Dawud al-Khoulaaniy termasuk penduduk Damaskus. Ia meriwayatkan dari az-Zuhriy kisah shodaqoh. Orang yang meriwayatkan darinya adalah Yahya bin Hamzah. Abul Yamaan telah meriwayatkan dari Syuaib dari az-Zuhriy sebagian hadits itu. Orang ini (Sulaiman bin Dawud al-Khoulaaniy) bukanlah Sulaiman bin Dawud al-Yamaamiy. Kalau yang itu lemah, sedangkan yang ini tsiqoh. Keduanya sama-sama meriwayatkan hadits dari az-Zuhriy (ats-Tsiqoot libni Hibbaan (6/387)).
Contoh Kasus Nama Tholhah bin Ubaidillah
Ada sebagian orang yang berkeinginan bahwa jika Nabi meninggal dunia, ia akan menikahi istri Nabi, kemudian Allah turunkan ayat:
وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا
…dan tidaklah boleh bagi kalian menyakiti Rasulullah, maupun menikahi istri-istri beliau sepeninggal beliau selama-lamanya. Sesungguhnya itu adalah dosa besar di sisi Allah (Q.S al-Ahzab ayat 53)
Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dan Ibnul Mundzir bahwa Qotadah menyatakan: Tholhah bin Ubaidillah berkata:
لَوْ قُبِضَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَزَوَّجْتُ عَائِشَةَ رَضِي اللهُ عَنْهَا
Kalau Nabi shollallahu alaihi wasallam meninggal dunia, aku akan menikahi Aisyah radhiyallahu anha.
Ada beberapa nama Tholhah bin Ubaidillah di masa itu. Di antaranya adalah: Tholhah bin Ubaidillah bin Utsman bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym (salah seorang dari 10 Sahabat yang diberi kabar gembira masuk Surga).
Nama yang lain adalah Tholhah bin Ubaidillah bin Musaafi’ bin Iyaadh bin Shokhr bin ‘Aamir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim atTaimiy. Nama terakhir inilah yang diduga kuat terkait turunnya surat al-Ahzab ayat 53 menurut al-Imam as-Suyuthiy. Jadi, yang berkeinginan untuk menikahi istri Nabi itu bukanlah Tholhah bin Ubaidillah yang merupakan salah satu Sahabat yang dijamin masuk Surga.
Al-Mu’talif wal Mukhtalif
Di masa dulu, tulisan dalam karya-karya pembukuan hadits tidak mengenal adanya tanda titik dan harakat. Nama-nama perawi dalam sanad hadits seringkali sama dalam penulisan, namun berbeda dalam pelafadzan.
Jika tidak teliti dan perhatian terhadap perbedaan kondisi perawi (nama, guru, tingkatan, dsb) bisa menyebabkan salah melafadzkan nama, dan juga salah dalam menilai status perawi tersebut.
Al-Mu’talif wal mukhtalif adalah tulisan nama mirip tapi pengucapan beda. Hal itu sebagaimana disebutkan oleh al-Baiquniy rahimahullah:
مُؤْتَلِفٌ مُتَّقِقُ الخَطِّ فَقَطْ … وَضِدُّهُ مُخْتَلِفٌ فَاخْشَ الْغَلَطْ
Mu’talif adalah yang secara penulisan saja yang sama…kebalikannya adalah mukhtalif, takutlah dari kesalahan
(Matan al-Mandzhumah al-Baiquniyyah)
Contoh beberapa kemiripan penulisan (ingat, di masa dulu belum ada tanda titik pada huruf maupun harakat), namun beda pengucapan adalah beberapa potongan nama perawi berikut ini:
- سَلَّام – سَلَام
- أَحْمَدُ – أَجْمَدُ
- شَرِيْك – شُرَيْك
- يَسَار – بَشَّار
- أَبَان – أَيَّان
Beberapa Karya Ulama tentang Hal ini
al-Muttafiq wal Muftariq:
- al-Muttafiq wal Muftariq karya al-Khothib al-Baghdadiy
Al-Mu’talif wal Mukhtalif:
- al-Ikmaal karya Abu Nashr bin Maakulaa
- Takmilatul Ikmaal karya al-Hafidz Ibnu Nuqthoh
- Al-Mu’talif wal Mukhtalif karya ad-Daaraquthniy
- al-Musytabih fir Rijaal wa Asmaaihim wa Ansaabihim karya al-Hafidz adz-Dzahabiy
- Tabshiirul Muntabih bi tahriiril musytabih karya al-Hafidz Ibnu Hajar yang meringkas karya adz-Dzahabiy di atas.
Ditulis oleh:
Abu Utsman Kharisman