Allah subhanahu wata’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari Neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Padanya terdapat Malaikat yang keras lagi mengerikan. Mereka tidak bermaksiat kepada Allah, dan mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya (Q.S atTahriim ayat 6)

Malaikat penjaga Neraka disifatkan dengan “ghilaadzh” yang artinya “keras”. Telah dicabut perasaan kasihan dalam hatinya terhadap orang-orang yang diadzab (disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir).

Bagaimana cara melindungi diri dan keluarga kita dari api Neraka?

Sahabat Nabi Ali bin Tholib radhiyallahu anhu mengatakan: “Tuntunkan adab kepada mereka, dan ajari mereka ilmu.” (riwayat Ibnu Jarir atThobariy dalam Tafsirnya)

Sahabat Nabi Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma menyatakan: “Kerjakanlah ketaatan kepada Allah, jauhilah sikap bermaksiat kepada Allah. Perintahkanlah keluarga kalian untuk berdzikir, niscaya Allah akan menyelamatkan kalian dari Neraka.” (riwayat Ibnu Jarir at-Thobariy dalam Tafsirnya)

Dari penjelasan dua Sahabat Nabi yang mulia tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal yang bisa melindungi diri dan keluarga kita dari api Neraka:

  • Pertama: Berbekal dengan adab dan ilmu Dien.
  • Kedua: Bertaqwa kepada Allah (menjalankan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan).
  • Ketiga: Berdzikir (mengingat Allah).

Orangtua hendaknya benar-benar memperhatikan pendidikan agama bagi anak-anaknya.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menyatakan: “Anda bertanggungjawab (terhadap pendidikan anak-anak anda, pent). Kalau seandainya satu ekor kambing milik anda saja pergi ke penjuru negeri, anda akan menanyakannya (ke mana perginya?).

Bagaimana dengan anak anda yang merupakan buah hati (anda) dan (menghasilkan) kebahagiaan anda di dunia dan di akhirat jika ia sholih. Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika seorang manusia meninggal, akan terputuslah amalannya kecuali 3 hal: shodaqoh jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak sholih yang mendoakan (orangtuanya)(H.R Muslim)

(al-Liqo’ asy-Syahriy (2/154))

Banyak pihak yang meremehkan pendidikan agama bagi anak-anaknya. Akibatnya, ia menanggung kerugian dan penyesalan.

Al-Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah menyatakan: “Betapa banyak orang yang menyengsarakan anaknya, sang buah hatinya di dunia dan akhirat dengan membiarkan dan tidak mengajari adab kepadanya. Justru ia membantu sang anak untuk memuaskan hawa nafsunya dan ia mengira bahwa dengan itu ia memuliakannya. Padahal dengan demikian ia telah menghinakannya. (ia mengira dengan demikian telah) menyayanginya, padahal ia telah mendzhaliminya dan menjadikan anak itu melewatkan (kebaikan yang banyak). Sehingga terlewatkan baginya mendapatkan manfaat dari anaknya, baik bagian di dunia maupun di akhirat.

Jika anda memperhatikan kerusakan yang terjadi pada anak-anak, anda akan melihat kebanyakan sebabnya adalah dari sisi sang ayah. ”

(Tuhfatul Mauduud bi Ahkaamil Mauluud (1/242))

Suami hendaknya juga memperhatikan kebutuhan ruhaniyah istri. Asupan ilmu agama sangat dibutuhkan oleh para istri. Demikian juga suasana dzikir (mengingat Allah) dalam rumah, baik tilawah al-Quran maupun dzikir-dzikir yang diajarkan Nabi. Sesungguhnya Allah mengingatkan para istri Nabi untuk mengingat-ingat pelajaran-pelajaran yang disampaikan oleh Nabi baik berupa pembacaan ayat al-Quran maupun hadits Nabi:

وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آَيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا

Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumah-rumah kalian berupa ayat-ayat Allah dan al-hikmah (Sunnah). Sesungguhnya Allah adalah Yang Maha lembut lagi Maha Mengetahui (secara terperinci)(Q.S al-Ahzab ayat 34).

Inilah yang menjadikan rumah-rumah istri Nabi makmur dan “bercahaya”. Rumah mereka sempit secara ukuran, tapi lapang dengan ilmu dan dzikir.

Janganlah suami sibuk menuntut ilmu ke sana ke mari, hadir di majelis ilmu yang satu ke majelis ilmu berikutnya, namun ia melupakan oleh-oleh ilmu yang mestinya ia bagikan untuk istrinya. Suami memang tidak harus mengadakan majelis ilmu formal untuk istrinya. Dia bisa memanfaatkan waktu-waktu bersama untuk mengingatkan ilmu yang telah didapatkan. Bisa di saat makan bersama, menyampaikan ringkasan dan rangkuman faidah ilmu yang telah didapatkan. Sang istri juga mestinya aktif menagih oleh-oleh ilmu itu jika suami lupa menyampaikan.

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam membentengi keluarga beliau dari kemungkinan pengaruh orang-orang yang buruk, orang-orang yang memiliki penyimpangan dalam Dien.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ. قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا رَأَيْتِ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأُولَئِكِ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ

Dari Aisyah –semoga Allah meridhainya- beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam pernah membaca ayat ini (yang artinya): “Dialah (Allah) yang menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran). Di dalamnya terdapat ayat-ayat Muhkamat. Itu adalah induk (pokok ajaran dalam) al-Kitab. Dan ada ayat-ayat lain yang Mutasyabihat. Adapun orang yang di hatinya ada penyimpangan, ia akan mengikuti ayat-ayat Mutasyabihat itu untuk menginginkan (terjadinya) fitnah dan menginginkan menakwilkan (untuk menguatkan penyimpangannya). Tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: Kami beriman dengannya. Semuanya berasal dari sisi Rabb kami. Dan tidak ada (pihak) yang memahami (dengan benar) kecuali orang yang memiliki akal yang selamat (Q.S Ali Imran ayat 7)”.

(Setelah membaca ayat ini) Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda (kepada Aisyah): Jika engkau melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat Mutasyabihat, maka mereka itu adalah orang-orang yang Allah maksudkan (orang yang di hatinya ada penyimpangan). Maka jauhilah mereka.

(H.R al-Bukhari dan Muslim)

Nampak dari hadits di atas, Nabi memperingatkan istri beliau untuk berhati-hati dan menjauhi orang-orang yang memiliki penyimpangan dalam hatinya. Indikasi yang terlihat adalah orang tersebut mengikuti ayat-ayat Mutasyabihat dan berpaling dari ayat-ayat yang Muhkam. Ini adalah salah satu bentuk penjagaan Nabi untuk keluarganya dari pengaruh-pengaruh yang buruk.

Pantau dan perhatikan bagaimana istri menjalankan ibadah. Mungkin saja mereka sudah mengerjakan sholat, namun bisa jadi ada sisi-sisi kekurangan yang harus dibenahi. Misalkan istri kurang thuma’ninah atau mengerjakan sholat mepet dengan waktu berakhir.

Ingatkan istri dengan hal-hal semacam itu. “Jangan sholat Isya lewat tengah malam, karena hadits Nabi menjelaskan bahwa waktu Isya adalah hingga pertengahan malam. Janganlah sholat Ashar menjelang Maghrib, karena sesungguhnya waktu Ashar normal berakhir hingga warna matahari berubah memerah atau menguning.”

Bisa diungkapkan dengan kalimat-kalimat yang mengena namun menyejukkan.

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

Perintahkan kepada keluargamu untuk sholat dan teruslah bersabar dalam melakukannya… (Q.S Thoha ayat 132)

 

Dikutip dari buku “Surga yang Dirindukan, Neraka yang Ditakutkan”, Abu Utsman Kharisman, penerbit atTuqa Yogya