Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Mengambil Pelajaran Dari Perbuatan Keji yang Dilakukan Oknum Pengasuh Pondok Pesantren

Pondok pesantren atau ma’had adalah lembaga pendidikan yang menjadi tumpuan harapan sekian banyak kaum muslimin. Mereka menitipkan putra dan putri mereka untuk mendapat pembekalan tarbiyyah Islamiyyah seperti yang diharapkan.

Namun, ulah oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab telah mencoreng citra baik pondok pesantren dan ma’had. Kondisi yang sangat miris dan memprihatinkan ketika terjadi pelecehan seksual atau perbuatan-perbuatan keji (fahisyah) di pondok pesantren. Apalagi jika hal itu dilakukan oleh oknum guru, ustadz, atau bahkan pengasuh pondok pesantren.

Sungguh bejat tindakan seorang oknum pengasuh pondok pesantren yang memperkosa sekian santriwatinya, bahkan sebagiannya sampai hamil dan melahirkan. Sekian banyak pihak mengecam dengan keras tindakan-tindakan tersebut.

Salah satu hal yang memberi peluang terjadinya tindakan buruk tersebut adalah tidak diterapkannya aturan-aturan Islam dalam membatasi interaksi pengajar laki dengan santriwati. Seringkali, sang ustadz dianggap seakan-akan seperti ayah bagi para santriwati tersebut sehingga tidak ada hijab penghalang. Sudah dianggap wajar jika santriwati – meski sudah balighah – mencium tangan guru laki-laki, menemui guru laki-laki berduaan di suatu ruangan, interaksi mengajar di kelas yang berlangsung dalam tatap muka langsung tanpa penghalang. Apalagi sosok guru dianggap bersih hatinya dan tidak akan mungkin melakukan hal-hal yang kotor atau keji.


Baca Juga: Jangan Biarkan Istri Atau Anak Perempuan Kita Berduaan Bersama Sopir Laki-Laki yang Bukan Mahram


Padahal, Nabi shollallahu alaihi wasallam sebagai guru yang terbesar bagi seluruh kaum muslimin baik laki-laki dan wanita saja, tidak pernah menjabat tangan para wanita selain istri beliau ataupun yang bukan mahram beliau.

Umaimah bintu Ruqoiqoh radhiyallahu anha pernah datang untuk berbaiat kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam. Beliau pun membaiat para wanita itu tanpa berjabat tangan, karena beliau tidak menjabat tangan para wanita yang bukan mahram beliau. Umaimah bintu Ruqoiqoh radhiyallahu anha mengisahkan:

جِئْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نِسْوَةٍ نُبَايِعُهُ فَقَالَ لَنَا فِيمَا اسْتَطَعْتُنَّ وَأَطَقْتُنَّ إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ

Aku mendatangi Nabi shollallahu alaihi wasallam bersama sekelompok wanita untuk berbaiat kepada beliau. Beliau pun bersabda: (Lakukanlah baiat ini) sesuai kemampuan dan kesanggupan kalian. Sesungguhnya aku tidaklah menjabat tangan para wanita
(H.R Ibnu Majah)

Jika Nabi sebagai sosok guru terbaik dan manusia yang paling bersih hatinya saja tidak pernah menjabat tangan wanita yang bukan mahram, tentunya kaum lelaki yang lain lebih layak untuk tidak berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya. Sealim dan setakwa apapun dia, tentunya tidak akan lebih alim dan lebih bertakwa dibandingkan Nabi shollallahu alaihi wasallam. Hatinya tidak akan lebih bersih dibandingkan hati Nabi shollallahu alaihi wasallam.


Baca Juga: Kebebasan yang Membinasakan


Demikian pula para istri Nabi yang merupakan ibunda kaum beriman. Sosok-sosok wanita teladan. Allah Ta’ala menyuruh kaum muslimin laki-laki yang hidup di masa itu jika ada suatu keperluan baik pertanyaan ataupun permintaan suatu barang, untuk meminta dari balik hijab (tabir/ dinding). Padahal, istri-istri Nabi adalah para wanita yang bersih hatinya.

وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ

Dan jika kalian (para lelaki beriman) meminta suatu keperluan kepada mereka (para istri Nabi), sampaikanlah permintaan atau pertanyaan itu dari balik hijab. Itu adalah lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka
(Q.S al-Ahzab ayat 53)

Bimbingan alQuran dan hadits-hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah yang terbaik. Semestinya, interaksi laki dan wanita yang bukan mahram, meski statusnya adalah ustadz, ustadzah, dengan santri atau santriwati, harus terpisah dan berhijab. Ustadz mengajar santri laki, dan ustadzah mengajar santriwati. Kalaupun ustadz perlu mengajar santriwati, bukanlah dengan tatap muka langsung, tapi disampaikan dengan adanya hijab yang membatasi.

Begitu pula interaksi wali santri laki dengan ustadzah, atau sebaliknya wali santri wanita dengan ustadz, sebisa mungkin difasilitasi oleh komunikasi laki dengan laki dan wanita dengan wanita. Misalkan, komunikasi wali santri wanita dengan istri ustadz, atau wali santri pria dengan suami ustadzah atau mahramnya.

Seakan-akan pembatasan semacam ini dianggap terlalu kaku. Tapi memang demikianlah yang seharusnya. Allah Ta’ala tidak hanya melarang dari perbuatan zina, namun juga segala hal yang akan mengarah dan membuat seseorang mendekat pada perbuatan zina.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya itu adalah perbuatan keji dan buruk jalannya
(Q.S al-Israa’ ayat 32)

Said bin al-Musayyib rahimahullah seorang tabi’i yang sangat alim. Bahkan di usia beliau yang sudah tua, beliau masih takut terhadap fitnah wanita. Said bin al-Musayyib rahimahullah menyatakan:

قَدْ بَلَغْتُ ثَمَانِينَ سَنَةً وَمَا شَيْءٌ أَخْوَفُ عِنْدِي مِنَ النِّسَاءِ

Usiaku telah mencapai 80 tahun. Tidak ada (fitnah) yang lebih aku takutkan dibandingkan (fitnah) wanita
(riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Awliyaa’)


Baca Juga: Mewaspadai Fitnah Wanita


Said bin Jubair rahimahullah -salah seorang ahli tafsir, murid Sahabat Nabi Ibnu Abbas – menganggap bahwa fitnah harta bagi beliau masih lebih ringan dibandingkan fitnah wanita. Beliau menyatakan:

لَأَنْ أُؤْتَمَنَ عَلَى بَيْتٍ مِنَ الدُّرِّ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُؤْتَمَنَ عَلَى امْرَأَةٍ حَسْنَاءَ

Seandainya aku diberi amanah untuk menjaga sebuah rumah dari mutiara, itu masih lebih aku sukai dibandingkan aku diberi amanah (untuk menjaga) seorang wanita yang cantik
(riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Awliyaa’)

Semoga Allah Azza Wa Jalla senantiasa melindungi kita dari perbuatan keji dan munkar serta mengampuni dosa-dosa kita beserta segenap kaum muslimin.

 

Ditulis oleh:
Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan